.
.
.
.
.
Mobil pajero berwarna putih itu berhenti di depan gerbang sebuah rumah, San, Gibran dan Andra yang berada didalam mobil, tampak memandang rumah besar itu. Sepertinya Dane juga bukan dari keluarga sembarangan, terbukti bahwa rumah yang mereka datangi cukup mewah, hampir sama seperti rumah San."Tunggu sebentar biar gue nanya ke satpamnya." San turun dari mobil, berjalan kearah rumah, berbincang sebentar dengan satpam yang berjaga, sebelum kembali kemobil.
"Kita udah dapet ijin buat masuk, ketemu sama bu wulan." San menjelaskan apa yang didapatnya. San menjalankan mobilnya saat melihat gerbang didepannya terbuka.
"Gimana caranya?" Andra bingung, kenapa mereka bisa masuk segampang ini.
"Gue cuma bilang kalau kita temen nya bang Dane." Akhirnya Andra dan Gibran mengangguk paham.
Andra bisa melihat banyak sekali bunga yang ditanam didepan rumah itu, sepertinya pemilik rumah sangat menyukai bunga, sama seperti sahabat mereka.
"Kalian temannya Dane?" Suara seorang perempuan mengejutkan mereka yang baru saja keluar dari dalam mobil. Mereka menengok, ada seorang perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik.
"Iya tante." Perempuan itu tersenyum mendengar jawab San, kemudian mempersilahkan mereka bertiga masuk.
"Silakan, tante ambilkan minum dulu ya." San, Andra dan Gibran hanya bisa tersenyum melihat betapa ramahnya pemilik rumah.
"Ini minum dulu." Perempuan itu kembali dengan membawa baki berisi 4 gelas minuman diatasnya.
"Terima kasih." Perempuan itu tersenyum.
"Sebelumnya kenalkan tante, saya San, ini Andra dan Gibran, kami temannya bang Dane." Perempuan itu mengangguk.
"Tante, sebenarnya tujuan kami kesini, ingin bertanya sesuatu." San mulai membuka pembicaraan.
"Tentang Danendra kan?" Ketiganya mengangguk.
"Apa kalian juga percaya bahwa Dane sudah meninggal?" Ketiganya menggeleng, mereka tidak akam percaya sebelum melihat bukti, itu kan yang menjadi alasan ketiganya ada disini.
"Saya sendiri tidak percaya bahwa Dane sudah meninggal, saya lebih percaya dia hilang." Ketiga sahabat itu terkejut, apa maksudnya ini.
"Maksud tante apa?" Gibfan bertanya bingung.
"Dihari kecelakaan itu, Dane sempat menghubungi kami, dia mengatakan dia dan teman-temannya mengalami kecelakaan, dia menangis saat itu, dia terlalu takut untuk kehilangan teman-temannya." San dan Gibran sudah mengepalkan tangannya, sedangkan Andra menggigit bibir bawahnya.
"Lalu apa yang terjadi tante?"
"Saat itu kami menenangkannya, meskipun dia mengatakan teman-temannya sudah ditangani, tapi dia tetap ketakutan, saat itu kami memutuskan pergi kesini, untuk menemuinya." Perempuan itu memejamkan matanya, menahan agar air matanya tidak jatuh. Andra yang melihat itu, segera meraih tangan wulan dan menenangkannya.
"Jangan nangis tante, bang Dane gak akan suka liat tante nangis." Wulan tersenyum, memgucapkan terima kasih pada Andra.
"Jadi tante juga tidak tau bang Dane ada dimana?" Perempuan itu mengangguk.
"Saat kami tiba dirumah sakit, kami tidak menemukan Dane, tapi yang kami dapatkan justru sebuah fakta aneh, mereka mengatakan Danendra sudah meninggal, bahkan menunjukan dimana makamnya." San mengernyit.
"Kenapa dimakamkan tanpa pihak keluarga? seharusnya mereka menunggu pihak keluarga, dan lagi tante bilang sebelumnya bang Dane menghubungi tante kan." San bingung, sebenarnya ada apa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...