.
.
.
.
.
Andra memasuki kamar Luthfi dengan pelan, dia takut sepupunya itu akan terbangun. Andra tidak bisa tidur, ia kembali mendapat mimpi buruk, mimpi tentang kejadian waktu itu, dan dia butuh pelukan Luthfi.Andra merebahkan tubuhnya disebelah Luthfi, memandang sejenak wajah kelelahan sepupunya itu. Luthfi sudah mulai coass, hingga tidak setiap hari dia berada dirumah, itu membuat Andra sedikit kesepian.
Grep
"Mimpi buruk lagi?" Andra sedikit terkejut saat Luthfi memeluk tubuhnya, dia kira Luthfi tidak terbangun sampai suara serak Luthfi menyadarkannya.
"Iya." Andra menelusupkan dirinya dalam pelukan Luthfi.
"Ya udah tidur gih, nih udah gue peluk." Andra mengangguk, tapi matanya sudah tidak mengantuk.
"Fi." Luthfi berdehem menanggapi panggilan Andra.
"Lo gimana sama Vano?" Luthfi yang mendengar nama Vano disebut langsung membuka matanya, dia memandang Andra.
"Ya gak gimana-gimana Ndra." Luthfi menerawang, mengingat semua perilaku manis yang dia dapat dari Vano. Jujur saja itu membuat dirinya merasa bahagia.
"Lo mulai suka sama Vano kan?" Andra mendongak, menatap wajah Luthfi yqng bersemu merah.
"Apaan sih Ndra, tidur aja ayo." Andra tersenyum, dia tau Luthfi sudah memiliki rasa pada Vano, dilihat dari tingkah Luthfi setiap kali Vano mengajaknya jalan, itu sudah sangat jelas.
"Kasih tau gue kalau Vano nyakitin lo Fi."
.
.
.
.
.
Akhir-akhir ini Vano selalu bangun pagi sekali, kalau kata Andra itu keajaiban, Vano kan tukang molor. Seperti pagi ini Vano sudah bangun, bahkan sudah rapi padahal masih pukul 6 pagi, dia mau ngajak neng bidadari jalan katanya.Vano sedang memanasi mobilnya saat matanya menatap Gibran yang baru saja keluar dari rumahnya dengan kaos dan celana training, sepertinya si bontot mau joging.
"Woi Bran!" Gibran yang mendengar seseorang meneriakan namanya segera menoleh, dia menemukan Vano sedang berdiri di depan mobilnya.
"Tumben lo udah bangun bang, udah rapi lagi, mau kemana?" Gibran mendekati Vano, matanya menelisik pada penampilan Vano.
"Mau jalan sama neng bidadari lah." Vano tertawa sombong, membuat Gibran mencibir.
"Iya, yang udah punya pacar mah beda." Tawa Vano semakin kencang.
"Makanya cari pacar, peka dong." Gibran rasanya ingin menggeprak kepala Vano macam apel yang dia makan semalem.
"Lo kata gampang cari pacar bang." Gibran meregangkan tubuhnya, dia jadi malas joging gara-gara Vano.
"Kan ada yang siap lo pacarin didepan mata, masih aja cari yang lain." Gibran menatap Vano sejenak, siapa yang dimaksud Vano, gak mungkin Dane kan, bisa dipites Edzard dia ntar.
"Siapa maksud lo bang?"
"Aldi lah siapa lagi." Sepertinya Vano benar-benar memancing emosi Gibran.
"Ogah bener gue sama dia, lo yang bener aja." Vano yang mendengar itu menatap Gibran serius.
"Gue betul betul betul ini, lo gak peka apa kalau Aldi itu suka sama lo." Vano tau ekspresi Gibran udah jelek banget kalu bahas Aldi, Vano sendiri gak tau alasan kenapa Gibran bisa benci banget sama Aldi, padahal dulu selain sama Dane, Gibran lengket banget sama Aldi.
"Lo tau gue benci sama dia, masih aja."
"Awas kadang benci sama cinta beda tipis Bran." Sepertinya Vano setelah jadian sama Luthfi jadi makin waras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...