42

938 122 4
                                    


.
.
.
.
.
San dan Andra sedang berjalan keparkiran mobil, tapi disana mereka melihat Gibran dan Aldi sedang berjalan bersama menuju mobil Gibran. Andra mengernyit, apa kedua sahabatnya itu sudah baikan.

"By, itu Gibran sama Aldi udah baikan?" Andra menggeleng saat mendengar pertanyaan San.

"Gak tau San, kayaknya mereka kemaren masih kayak musuh sekarang udah lengket." San tertawa, ya mungkin saja itu tanda bahwa persahabatan mereka semakin baik.

"Udah biarin lah, ayo mau kemana ini?" San membukakan pintu mobil untuk Andra, membuat wajah Andra bersemu merah.

"Makasih San."
.
.
.
.
.
Edzard memandang pasrah pada rambutnya yang saat ingin sedang dimainkan oleh dua orang uke itu. Edzard yakin rambutnya akan mempunyai gaya baru setelah ini. Lihat saja Luthfi yang sedang asik mengoleskan pewarna pada rambutnya, setelah laki-laki tinggi itu mengoleskan warna pada rambut Dane. Edzard harus mengucapkan selamat tinggal pada rambut hitamnya.

"Bang, jangan cemberut dong, pasti ganteng tau." Edzard memandang Dane yang mengangguk imut menyetujui ucapan Luthfi. Rambut pemuda mungil itu sudah berubah menjadi warna biru terlihat sangat mengemaskan.

"Jangan kasih warna aneh loh Luth." Luthfi mencibir, padahal Edzard mau rambut warna apapun juga tetep aja ganteng.

"Gak aneh lah bang, cuma sedikit pirang aja." Edzard menghela nafas, semoga kali ini Luthfi bisa dipercaya. Edzard ingat dulu Luthfi pernah bilang akan mewarnai rambutnya menjadi coklat tapi ternyata justru warnah merah, dan Luthfi dengan enteng bilang 'lebih keren merah bang', kan Edzard jadi pingin ngutuk Luthfi jadi batu.

"Awas kalau sampe warna nya ngejreng kayak dulu." Luthfi tertawa lepas, sepertinya Edzard ingat saat dia merubah warna coklat ditangannya menjadi merah.

"Gak akan bang, ini beneran pirang." Luthfi menunjukan kotak cat rambut pada Edzard, membuat Edzard percaya. Sedangkan Dane tampak serius memperhatkan Luthfi yang sangat terampil mengoles cat.

"Kak Mars ganteng."
.
.
.
.
.
Seorang wanita tampak menatap sebuah foto berisi dua anak laki-laki, mata wanita itu basah, tangannya terkepal.

"Dia harus merasakan apa yang sudah dia lakukan pada kalian." Wanita itu menunduk, ingatannya kembali pada saat dia terusir dari rumahnya sendiri bahkan harus meninggalkan kedua anaknya.

Flashback

Seorang wanita muda tampak menangis sambil memeluk bayi yang baru saja dia lahirkan sebulan lalu, disebelahnya ada seorang anak berusia dua tahun yang sedang menatap bingung kearahnya.

"Ami enapa?" Wanita itu menatap sendu pada putra pertamanya itu.

"Iki." Anak itu hanya menatap ibunya dengan mata berkedip polos, kenapa ibunya menangis.

"Iki, mau janji sama ami?" Wanita itu memeluk putra pertamanya setelah meletakan bayinya di ranjang.

"Iki udah jadi kakak sekarang, Iki harus jaga rio semalam ami pergi ya, nanti ami janji pasti jemput Iki sama rio." Wanita itu membingkai wajah putra nya, putra yang sangat mirip dengan suaminya.

Wanita itu kembali menangis, dia rela jika harus menyerahkan rumah bahkan seluruh hartanya pada wanita yang mengaku sebagai istri pertama suaminya itu, tapi dia tidak rela jika dia harus meninggalkan kedua putranya.

Satu minggu yang lalu, seorang wanita mendatangi rumahnya, mengatakan bahwa di istri pertama dari sang suami, membawa sebuah surat cerai yang sudah ditanda tangani suaminya, disana juga ada sebuah surat bahwa dia harus meninggalkan rumah beserta anaknya, karena kedua putra mereka akan diasuh oleh sang suami.Dia tidak menyangka suami yang selama ini dia cintai ternyata membohonginya, dulu sewaktu menikahinya sang suami mengatakan bahwa dia sudah bercerai dengan istri pertamanya, tapi ternyata...

Still HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang