.
.
.
.
.
Edzard memasuki rumah mewah milik Yuda tanpa permisi, dia sudah terlalu sering keluar masuk rumah sepi milik sahabatnya itu, ah sebenarnya Yuda adalah sahabat almarhum kakak perempuannya. Yuda juga yang membantu menemukan dalang dibalik kematian kakaknya itu."Prayuda." Edzard memanggil Yuda begitu dia masuk kerumah itu.
"Oi pendek, dimana lo?" Edzard sebenarnya sama tidak berakhlaknya dengan Praja, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya kan.
"Gak usah bawa tinggi badan." Yuda muncul dari lantai dua, dengan laptop ditangannya.
"Gimana bang?" Edzard langsung berubah menjadi sopan saat melihat Yuda, dasar.
"Semua udah siap, tinggal jalanin aja." Edzard menyeringai, dia tidak sabar untuk membuka semuanya, tapi sepertinya dia ingin bermain-main dulu dengan pada targetnya.
"Gue harus nyiapin dia dulu bang, bisa lo siapin semuanya dalam dua minggu bang?" Yuda menatap Edzard aneh, kenapa harus dua minggu.
"Gue harus bawa orang itu kesini, dia harus lihat kalau ketidak tegasan dia membuat semuanya rumit." Yuda mengangguk, dia akan melakukan apapun untuk membantu adik dari sahabatnya itu.
"Hati-hati Zard, keselamatan lo tetep yang terpenting." Edzard mengangguk, dia paham sekali hal itu.
"Kalau gitu gue balik dulu bang, gue ninggalin tiga makhluk menggemaskan dirumah." Yuda bingung sebenarnya Edzard itu apa, sifatnya selalu berubah-ubah, ya semoga aja target mereka besok tidak kena mental dan beralih menjadi pasien Edzard.
"Resti, harusnya lo liat adek lo tumbuh saat ini, dia lebih ngeselin dibanding dulu."
.
.
.
.
.
Vano memandang rumah Luthfi sendu, dia menatap hp nya, Luthfi memblokir nomornya, ya dia akui dia salah, harusnya dia tidak menerima tantangan teman-teman gilanya karena dia sudah punya pacar. Tapi sayangnya jiwa-jiwa buaya dalam tubuhnya meminta untuk menerima tantangan itu. Begini lah jadinya, apa yang dia perjuangkan selama ini, dan hubungan yang baru saja berjalan selama satu bulan harus hancur berantakan, tidak tau apakah bisa diperbaiki atau tidak. Semua itu karena kesalahannya sendiri.Vano menghela nafas sebelum akhirnya dia menjalankan mobilnya meninggalkan komplek rumah Luthfi. Vano bahkan tidak menyadari bahwa Luthfi memperhatikannya sejak tadi, sejak mobil itu terparkir disebrang rumahnya, Luthfi melihat dari balkon kamar Edzard dengan Andra yang memeluk pinggangnya.
"Apapun keputusan lo, gue bakal tetep dukung lo Fi, ikuti kata hati lo aja."
.
.
.
.
.
San baru saja selesai mandi saat matanya melihat bundanya duduk diranjangnya, bundanya terus tersenyum sambil terus menatap San. San yang merasa aneh segera menghampiri bundanya begitu selesai memakai kaosnya."Bunda kenapa sih, senyum-senyum gitu?" San jadi takut bundanya ketempelan makhluk halus.
"Kamu habis jalan sama Andra ya?" San mengangguk, meskipun dia masih bingung dengan tingkah bundanya.
"Kapan kamu mau ngelamar Andra?" San melotot, apa-apaan bundanya, San kan belum lulus.
"Nanti bun, kalau udah lulus." San bisa melihat raut bundanya menjadi kecewa.
"Kelamaan San, bulan depan aja ya?" San semakin bingung, bundanya kenapa sebenarnya.
"Bunda kenapa sih, aneh banget." San duduk di kursi belajarnya, dia menatap kearah bundanya.
"Bunda gak sabar mau punya cucu." San melotot, astaga, bundanya itu ada-ada aja, tapi San juga mau sih hehe.
"Nanti bun, kalau udah lulus, Andra gak mau aku lamar sebelum aku lulus." Bunda manda menghela nafas, kalau Andra yang mau seperti itu, tidak ada jalan lain selain menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...