.
.
.
.
.
San masuk kedalam rumahnya dengan riang, senyumnya sama sekali tidak luntur sejak dia kembali dari rumah sakit. Bunda nya pun sampai bingung melihat San yang tingkahnya kayak orang gila."Eh, kamu ini dari mana, kok pulang-pulang kayak orang gila?" San berhenti saat mendengar suara lembut bundanya.
"Bunda, San lagi seneng nih." Bunda manda tersenyum, di lebih suka melihat San seperti ini dari pada San yang murung, seperti waktu pulang dari jogja.
"Seneng kenapa sih? Kamu diterima sama Andra?" San menatap bundanya. San menggeleng.
"Bukan, ya udah San mandi dulu ya bun." San mengecup pipi bundanya sebelum melangkah kearah tangga.
"Anak jaman sekarang." Bunda manda hanya geleng-geleng melihat anak semata wayangnya.
"Oh iya bun, besok tolong buatin San brownies ya, pakai toping keju yang banyak." Bunda manda mengernyit, San minta brownies buat siapa, Anaknya itu kan tidak suka brownies.
.
.
.
.
.
Sama seperti San, Vano juga pulang dengan senyum diwajahnya. Dia bahagia, rasa bahagianya mengalahkan rasa kecewanya pada Dane. Dane memang tidak menjelaskan apapun tapi dengan melihat tempat Dane berada, cukup menjelaskan bahwa kepergian Dane saat itu bukan keinginannya."Tumben jagoan mama senyum-senyum gitu." Vano terkejut, dia menoleh kearah ruang keluarga, dia melihat kedua orang tuanya sedang duduk disana.
"Lah mabi sama pabi, kok udah balik?" Vano berjalan kearah kedua orang tuanya.
"Kamu gak suka liat papa sama mama pulang?" Vano meringis. Dia akhirnya memilih berbalik kekamarnya, lagi pul di ada janji sama Edzard.
"Bukan gak suka, tapi kalau kalian pulang terus program adek buat Vano gimana, sana pergi lagi, jangan lupa kirim uang yang banyak." Vano kabur keatas, sebelum mendapat lemparan bantal dari papanya.
"Dasar anak ajar kurang." Papanya Vano mengurut keningnya.
"Kurang ajar, papa, bukan ajar kurang." Mama Vano mengelus dadanya, harus extra sabar menghadapi suami dan anaknya.
"Oh udah berubah?" Mamanya Vano memilih meninggalkan suaminya sendirian di ruang keluarga, bisa stres lama-lama dia, dulu dia kenapa bisa mau sama papanya Vano sih.
"Papa hari ini tidur diluar, gak boleh masuk kamar." Mmanya Vano mengunci pintu kamar mereka, sedangkan diluar Papanya Vano memandang sedih pada masa depannya.
"Hari ini kamu gak bisa tidur disarang yang nyaman, sabar ya."
.
.
.
.
.
Berbeda dengan San dan Vano, yang kepulangan disambut orang tua mereka. Rumah Gibran tetap terlihat sepi, karena orang tua Gibran sedang sibuk keliling dunia.Gibran langsung mandi setelah tiba dikamarnya, tidak butuh waktu lama, Gibran sudah rapi dengan pakaiannya, masih pukul 5, masih ada dua jam sebelum waktu yang ditentukan Edzard. Jadi Gibran memutuskan untuk pergi kerumah San, siapa tau bunda manda sedang bikin kue.
.
.
.
.
.
Saat bertemu Dane tadi, Aldi sama sekali tidak merasakan perasaan marah, benci atau cemburu, dia hanya merasakan perasaan senang dan lega. Dan lagi saat mendengar ucapan Dane tadi, membuat Aldi merasa bersalah. Dane selalu menjaga perasaannya, tapi dia justru menyakiti perasaan pemuda itu."Jangan ngelamun, mandi sana." Aldi menoleh saat di merasa tepukan dipundaknya.
"Lo udah selesai Ndra?" Aldi bisa melihat rambut basah Andra.
"Iya, cepet mandi sana sebelum Luthfi balik, dia anti liat orang belum mandi." Aldi bergegas masuk kekamar mandi, tepat setelahnya Luthfi masuk kekamar. Ya mereka sedang dirumah Luthfi sekarang, Aldi terlalu malas untuk pulang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
Fiksi PenggemarEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...