.
.
.
.
.
Kelima pemuda itu tampak gelisah dan takut. Mereka sudah berada didepan kamar Dane, duduk didepan kursi tunggu yang memang disediakan disana.Mereka terkejut tentu saja, sosok yang mereka cari selama ini ternyata berada sangat dekat, masih berada dikota yang sama. Tapi dengan keadaan yang jauh dari ekspetasi mereka, sahabat yang selama ini selalu bersikap layaknya kakak itu justru ketakutan saat melihat kehadiran mereka tadi. Mereka ingat saat mereka mendekati Dane tadi, pemuda itu semakin memundurkan dirinya, hingga menabrak sosok Edzard yang berdiri dibelakangnya.
Sosok yang selama mereka kenal tidak pernah menangis, selalu menenangkan, hari ini mereka lihat sedang menangis histeris saat melihat mereka, merancau hingga perlu ditenangkan oleh Edzard. Mereka kacau, Andra sudah menangis dipelukan Luthfi, pemuda itu langsung menangis saat melihat bagaimana Dane histeris ketakutan tadi. Gibran juga menangis dipelukan San, Aldi yang selama ini terlihat cuek juga ikut kacau, meskipun saat ini dia ikut menenangkan Gibran, mengelus rambut pemuda yang paling muda itu.
"Kenapa bisa gitu?" Luthfi yang sedari tadi hanya memeluk Andra dan membisikan kata penenang akhirnya menoleh pada Vano.
Vano adalah yang terlihat paling kacau setelah Gibran. Pemuda itu bahkan berdiri didepan pintu kamar Dane, melihat bagaimana Edzard menenangkan Dane didalam sana.
"Trauma." jawaban Luthfi tentu saja mengejutkan mereka.
"Trauma?" Luthfi mengangguk, dia mengingat lagi cerita Dane yang diberitahukan oleh Edzard padanya.
"Nanti kalian bisa tanya itu ke bang Edzard, dia lebih tau dari pada gue." Luthfi kembali menatap Andra yang masih terisak dipelukannya.
"Udah dong nangisnya Ndra, udah sek-sekan gitu, nanti sesek loh." Luthfi mengelus kepala Andra pelan.
"B-bang Dane Fi hiks.." Luthfi mengangguk, dia tau Andra pasti terkejut.
"Iya gue tau, sekarang berhenti nangis atau gue gak akan kasih lo ketemu bang Dane lagi." tangis Andra secara otomatis berhenti saat mendengar ucapan Luthfi. Pemuda itu mendongak menatap sepupu tingginya yang masih setia memeluknya.
"Gak bisa gitu Fi." Andra melepaskan pelukan Luthfi, menatal tajam pemuda tinggi itu, tapi yang terlihat justru menggemaskan, bukan menakutkan.
.
.
.
.
.
Edzard masih setia memeluk Dane, sesekali dia membisikan kalimat penenang. Dia tau Dane pasti akan histeris, itulah kenapa dia tetap berdiri dibelakang Dane, bersiap jika pemuda itu ambruk karena trauma nya. Dan benar saja pemuda itu histeris saat kelima pemuda itu berjalan mendekati mereka dengan mata basah."Sstt udah, gak ada yang bakal jahatin kamu disini Dan." Edzard bisa merasakan Dane menggenggam sneli nya erat. Edzard itu mengelus punggung Dane, setelah merasa pemuda dipelukannya sedikit tenang, Edzard baru berani bertanya.
"Kamu kenal mereka?" Dane mengangguk, ok berharap saja Dane tidak kembali histeris.
"Mereka siapa buat kamu?" Dane menunduk, tangannya gemetar, Edzard yang melihat itu segera memegang tangan Dane.
"Teman." Dane menjawab lirih. Edzard tersenyum, ternyata tidak sesusah itu.
"Terus kenapa kamu takut?" Dane diam, Edzard kembali menanyakan hal lain.
"Apa mereka salah satu yang membuat kamu berada disini?" Dane menggeleng ribut saat mendengar ucapan itu keluar dari mulut Edzard.
"Bukan, bukan!" Dane memberanikan diri memandang mata tajam Edzard yang terlihat lembut.
"Kalai bukan, berarti kamu gak perlu takut ketemu mereka kan?" Dane kembali terdiam, haruskah dia mengatakam ketakutannya? Ya, dia sudah memutuskan akan percaya, berarti dia harus mengatakan apaoun yang membuatnya berada ditempat mengerikan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Here
FanfictionEdzard, seorang psikiater muda barusia 26 tahun. Ditarik sebuah rumah sakit jiwa untuk menangani pasien spesial mereka. Danendra, seorang pemuda berusia 23 tahun. Mengalami berbagai hal yang melukai fisik dan mentalnya, dan harus berakhir dirumah sa...