13

1K 143 5
                                    


.
.
.
.
.
Vano berjalan menyusuri koridor fakultas kedokteran dengan tenang, sesekali dia terlihat menggoda mahasiswa ataupun mahasiswi yang sedang berada dilorong. Tujuan Vano sebenarnya kefakultas kedokteran ingin bertemu dengan neng bidadarinya, tapi melihat beberap mahasiswa manis dan juga mahasiswi cantik membuat fokusnya terpecah.

"Duh duh neng luna makin cantik aja deh." Vano dengan sengaja menjawil dagu mahasiswi cantik yang sedang digodanya, wajah gadis itu merona.

"Kamu bisa aja sih Van." Vano tertawa, dia tidak menyadari jika sedari tadi ada sepasang mata yang sedang menatapnya tajam.

"Dasar buaya."
.
.
.
.
.
Luthfi melangkahkan kakinya dikoridor fakultas kedokteran, mata kuliahnya sudah selesai hari ini, sebenarnya hari ini dia berencana menemui sepupunya yang kuliah di fakultas seni.

Langkah Luthfi terhenti saat melihat sosok yang paling tidak ingin dia temui, sedang menggoda seorang mahasiswi di lorong.

Luthfi bisa mendengar apa saja yang mereka ucapkan, tapi Luthfi tidak peduli, menurutnya apapun yang mereka lakukan bukan urusannya.

"Dasar buaya." Luthfi berjalan melewati kedua manusia yang sedang asik di lorong, memilih untuk tidak menghiraukan mereka, sampai tangannya di tahan seseorang.

"Neng bidadari buru-buru amat sih." tanpa menoleh pun Luthfi tau siapa yang sedang memegang tangannya, siapa lagi kalau bukan sibuaya, Elvano.

"Lepasin tangan gue." Luthfi menyentak tangan lelaki yang menggengm tangannya.

"Neng bidadari kok jahat bener sama abang." Luthfi memutar matanya malas melihat tingkah alay Vano.

"Ya emang lo siapa minta dibaikin?" Vano tersenyum pada Luthfi meskipun dia sudah mendengar ucapan ketus Luthfi.

"Calon masa depan kamu, neng." sungguh Luthfi heran kenapa ada manusia modelan Vano didunia ini.

"Calon masa depan gue? emang lo dokter?" kenapa sangat susah mendapatkan hati Luthfi, Vano tuh capek tapi juga bucin.

"Bukan sih neng, kan abang dari fakultas seni." Luthfi tidak menghiraukan ocehan Vano, dia terus saja berjalan kearah parkiran motor, niatnya untuk menemui sepupunya jadi hilang, lebih baik dia pergi kerumah sakit, ketemu Dane.

"Eh eh, neng bidadari, mau kemana sih neng?" Vano mencegat langkah Luthfi dengan berdiri dihadapannya.

"Minggir, gue mau ketemu kesayangan gue." Vano seketika terdiam mendengar kata kesayangan terlontar dari mulut si manis itu. Tidak mungkin simanis itu sudah punya pacar kan? Bisa potek hatinya Vano.

"Dan satu lagi, gue gak suka deket-deket sama buaya." setelah itu, Luthfi segera menjalankan motornya keluar area kampus, menuju arah barat, dimana rumah sakit jiwa berada.

Sedangkan Vano hanya memperhatikan Luthfi yang semakin menjauh dengan motornya.

"Apa gue terlalu buaya ya?"

"Okey neng bidadari tunggu aja, abang bakal berubah jadi calon yang baik."
.
.
.
.
.
Luthfi melangkah masuk kedalam rumah sakit jiwa, ditangannya ada paperbag, pemuda itu akan menemui Dane, Edzard meminta tolong padanya untuk menemani Dane sebentar, selama dia pergi membahas tentang Dane dengan kepala rumah sakit. Dokter itu tidak ingin kejadian tempo hari, dimana Dane mengamuk karena ketakutan terulang lagi.

Cklek

"Siang." Luthfi melihat Dane sedang menggambar diatas Ranjang, jika boleh jujur gambaran Dane sangat bagus.

"Udah dateng lo?" Edzard menatap Luthfi yang berjalan kearah mereka.

"Lagi males di kampus, ketemu mulu sama buaya tiang." Edzard tertawa, dia tau Luthfi sangat anti dekat dengan buaya, ya kecuali dia dulu.

Still HereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang