3. Bertemu

117 23 0
                                    

Nana duduk di jok bagian belakang sebuah taksi, meski kabar yang ia dengar sudah sekitar satu jam yang lalu, entah mengapa air matanya tetap tak bisa berhenti. Nana sudah tidak memakai masker ataupun kacamata hitamnya, dia menggantinya dengan bucket hat, dengan topi itu dia tetap bisa menutup separuh wajahnya.

Isakan kecil Nana masih terdengar, supir taksi yang membawanya hanya diam dan fokus pada jalanan yang ia lalui, mungkin merasa sungkan untuk sekedar bertanya pada penumpangnya, takut menyinggung.

Sekuat apapun Nana mengatur kondisi hatinya, air matanya tetap jatuh, perasaannya justru semakin bercampur aduk, ia merasa takut, merasa kecewa, merasa marah, Nana tidak mengerti apa yang harus ia lakukan sekarang, bahkan meskipun nanti ia bertemu dengan Hana, apa yang ingin ia lakukan? Menanyakan kabarnya saat Nana justru tahu kalau sekarang Hana tidak baik-baik saja? Menanyakan alasan kenapa kabar seperti itu bisa ia dengar? Atau menanyakan apa Hana benar-benar melakukannya? Semakin memikirkannya, semakin membuat kepala Nana pening, air matanya saja sudah cukup membuat kepalanya sakit.

"Sudah sampai mba." Kata supir taksi menyadarkan Nana dari segala pikirannya, Nana yang sedari tadi menatap ke arah jendela berbalik menatap si supir.

"Terimakasih pak." Kata Nana sambil membayar ongkos taksi.

"Sama-sama." Si supir taksi menerima uang yang diberikan Nana.

"Yang tabah ya mba..." Kata si supir taksi lagi, mencoba menghibur Nana yang benar-benar terlihat begitu sedih.

Nana tersenyum lemah, masih ada segelintir orang yang peduli pada sesamanya, meski bapak itu tidak tahu apa yang terjadi pada Nana, atau entah bapak itu mengerti perasaan Nana saat ini, tapi Nana paham bapak supir taksi itu hanya ingin sedikit menghiburnya.

"Terimakasih sekali lagi pak." Kata Nana lalu membuka pintu taksi dan keluar, si supir taksi hanya memandangi Nana yang berjalan pergi menjauh dari mobil taksi miliknya, berharap gadis muda itu baik-baik saja, lalu kembali melajukan taksinya mencari penumpang selanjutnya.

***

Nana berdiri didepan counter resepsionis, dia sudah cukup yakin untuk tidak salah rumah sakit, hanya rumah sakit ini yang merupakan rumah sakit terbesar di kota itu, bapak supir taksi tadi juga sudah mengatakannya, Nana hanya perlu menanyakan kamar tempat Hana dirawat.

Resepsionis rumah sakit melayaninya dengan baik dan sangat ramah, setelah memberitahu info yang diperlukan, Nana akhirnya mendapatkan nomor kamar tempat Hana dirawat. Walau terlihat sedikit mencurigakan, dengan penampilan Nana yang memakai jaket hitam agar tidak memperlihatkan seragam sekolahnya, untuk berjaga-jaga setelah ibu di rumah makan tadi meneliti pakaiannya, ditambah bucket hat yang hampir menutupi seluruh wajahnya, resepsionis itu tetap memberinya informasi.

Dalam pikiran Nana mungkin dia terlihat mencurigakan, sementara resepsionis berpikiran lain, dengan tubuh proporsional milik Nana, ia bukannya terlihat mencurigakan tapi justru terlihat begitu modis, seperti idol yang sedang menyamar.

Nana berjalan cukup santai agar tidak ada yang memperhatikannya, walau sangat ingin berlari untuk mencari Hana, ia tetap menahannya, Nana tidak pernah masuk ke dalam rumah sakit ini, jika gegabah ia bisa saja tersesat dan menghabiskan waktu lebih lama.

Setelah mencari hampir sekitar tiga puluh menit lebih, Nana menemukan kamar yang tadi disebutkan oleh resepsionis kepadanya, Nana memegang gagang pintu dan berniat membukanya tapi berhenti karena tersentak oleh perasaannya yang malah semakin kacau.

Nana menarik nafas lalu menghembuskannya, Nana tidak peduli reaksi apa yang akan Hana berikan, ia juga tidak peduli apa yang akan ia lakukan nantinya, saat ini ia hanya ingin melihat keadaan Hana.

HUBUNGAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang