45. Dimulai

94 21 5
                                    

Nana berdiri dengan tenang di atap gedung sekolah, tempat Hana sebelumnya didorong jatuh, video dalam ponsel Hana memang tidak menunjukkan si topeng hitam itu mendorong Hana tapi Nana yakin si topeng hitam itu tetap pelakunya.

Nana sedang menunggu kedatangan si topeng hitam atau lebih tepatnya pak Angga, sebelumnya Nana sudah mengirimkan video itu ke pak Angga melalui ponsel Hana, Nana juga mengirim pesan untuk menemuinya di atap gedung itu, Nana yakin pak Angga pasti sangat terkejut dan sedang mencari cara untuk melenyapkan dirinya, pak Angga pasti akan tetap datang menemuinya demi ponsel Hana dan video itu.

Nana sudah mengatur rencananya, ia meminta ibu Nadine dan beberapa anggota polisi lainnya untuk menyiapkan bantal udara di bawah gedung itu, Nana meminta mereka bersembunyi dan menunggu sampai si topeng hitam itu datang, Nana tidak tahu apa yang akan terjadi, si topeng hitam itu bisa saja mendorongnya dari gedung itu, atau mungkin saja Nana yang akan mendorong si topeng hitam itu, setidaknya siapapun yang terjatuh nanti, akan tetap terselamatkan dengan bantal udara yang sudah disediakan.

Sebelumnya Nana cukup kesulitan meminta bantuan ibu Nadine, Nana sampai harus memperlihatkan video yang ia rekam di rumah pak Angga, Nana terpaksa menceritakan tentang dirinya yang membobol masuk ke dalam rumah pak Angga, berkat itu ibu Nadine setuju membantu Nana untuk menangkap pak Angga, lagipula memang sangat aneh melihat data-data perempuan yang sudah hilang bertahun-tahun ada di dalam rumah pak Angga, ditambah pintu aneh itu juga mencurigakan.

Sebenarnya ibu Nadine juga sudah cukup mencurigai pak Angga, hanya saja ia tidak punya bukti, terlebih pak Angga selalu tersenyum dan terlihat sangat ramah.

Awalnya Nana tidak ingin meminta bantuan siapapun, tapi Nana sadar ia memang tidak akan sanggup menangkap pak Angga sendirian, sebesar apapun kebencian Nana pada pak Angga yang sudah menjadi penyebab kematian saudara kembarnya, Nana tetap ingin pak Angga hidup dan ditahan selamanya, membiarkannya mati begitu saja sangat tidak adil, Nana ingin pak Angga merasakan bagaimana rasanya dikurung, Nana yakin data-data perempuan yang ia lihat di rumah pak Angga adalah data-data korban yang sama seperti Laura.

Lagipula Nana masih belum mengatakan semuanya, ibu Nadine memang tahu tentang pak Angga yang sekarang menjadi tersangka dalam kasus hilangnya Laura juga perempuan-perempuan lain yang data-datanya ada di dalam rumah pak Angga, tapi ibu Nadine tetap tidak mengetahui keberadaan Laura juga tentang video dalam ponsel Hana, setelah ibu Nadine dan polisi-polisi lain berhasil menangkap pak Angga, Nana akan menyelamatkan Laura. Nana hanya tidak ingin pak Angga menyadari kalau ada orang lain yang mengetahui keberadaan Laura, takutnya pak Angga justru memindahkan Laura atau justru melakukan hal yang lebih buruk.

Nana bergidik ngeri membayangkan apa yang sebenarnya pak Angga lakukan dengan semua perempuan itu? Mengapa pak Angga melakukan semua itu?

Nana mengepalkan kedua tangannya, rasa takutnya bertemu si topeng hitam terkubur amarah, satu-satunya yang Nana inginkan saat ini adalah menuntut balas. Seandainya saja Hana tidak membuntuti pak Angga, tidak!! Seandainya saja Hana tidak mencari kalungnya saat itu, atau mungkin akan lebih baik jika Hana mengatakan tentang kalung yang hilang itu pada Nana, Nana lebih memilih kalung itu hilang daripada kehilangan Hana seperti sekarang.

Nana menghela nafas, berusaha mengatur emosinya, semua sudah terjadi, Nana tidak bisa memutar waktu, yang harus ia lakukan sekarang adalah menangkap pak Angga lalu menyelamatkan Laura yang masih dikurung di rumah tua itu, semoga Laura masih baik-baik saja.

Angin malam berhembus, terasa sangat dingin, membuat situasi menjadi sedikit mencekam, Nana bisa mendengar suara besi bergesekan semakin mendekat, Nana terus menatap tajam ke arah pintu besi, tempat seharusnya pak Angga muncul, Nana yakin suara yang ia dengar adalah ulah pak Angga.

HUBUNGAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang