4. Muram

136 23 0
                                    

Nana dan Shyla sedang duduk berdampingan di salah satu kursi kantin, ini jam istirahat kedua mereka, mata pelajaran berikutnya adalah pendidikan jasmani, Shyla memaksa Nana untuk kembali ke kantin dan memakan sesuatu karena pada jam istirahat pertama sebelumnya Nana tidak menyentuh makanannya sedikitpun, mereka akan berolahraga tapi Nana tidak punya tenaga sedikitpun.

Shyla terus memperhatikan Nana, dia benar-benar sudah jengah, tatapan Nana kosong, dia hanya menyendok sedikit demi sedikit makanannya, mengunyah dengan sangat lambat seolah tak berniat untuk makan, apa dia tidak merasa kelaparan?

Shyla sudah cukup lelah dengan sikap Nana saat ini, biasanya Nana memang lebih banyak diam tapi kali ini rasanya berbeda, kemarin Nana sudah bersikap seperti ini seharian penuh, Shyla pikir besoknya Nana akan membaik, tapi bukannya membaik Nana malah terlihat lebih buruk.

Shyla tak tahu apa yang terjadi, dia juga sudah bertanya pada Lion tapi sama saja, Lion juga tidak tahu apa-apa. Apa Nana gagal? Apa Nana tidak berhasil menemukan Hana? Apa saat ini Nana bersikap seperti itu karena kecewa pada dirinya sendiri? Nana tidak pernah gagal dalam hal apapun sebelumnya.

Jika memang seperti itu, bukankah satu hari sudah cukup? Baik Shyla maupun Lion tidak akan menghakimi Nana karena tidak berhasil menemukan informasi tentang Hana, Nana tidak perlu menghukum dirinya seperti ini, Shyla sangat khawatir.

"Uhuk...uhuk..." Nana terbatuk, tersedak makanannya sendiri, Shyla dengan sigap menyodorkan segelas air minum pada Nana. Nana menerima gelas itu dan meminum airnya, Shyla bisa melihat setetes air mata jatuh di pipi Nana.

Shyla tidak paham lagi apa yang harus ia lakukan, Shyla tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau yang ia lihat tadi bukan air mata Nana, bahkan saat ini Shyla bisa melihat jelas Nana menahan diri sekuat tenaga untuk tidak menangis.
Hati Shyla sakit, ia tidak suka melihat Nana seperti ini, jika memang Nana sedang kesal, rasanya akan lebih baik jika Nana mengomel dengan kata-kata pedasnya daripada diam seperti ini.

Shyla jadi menyesali keputusannya, jika hari itu Shyla menahan Nana agar tidak pergi mungkin Nana tidak akan seperti ini, Hana masih belum memberi kabar dan tetap tidak bisa dihubungi, ditambah dengan sikap Nana sekarang ini, apa yang harus ia lakukan?

"Nana..." Shyla mencoba bicara tapi Nana tiba-tiba berdiri,

"Mau kemana? Makananmu belum habis Nana." Shyla memegang lengan Nana, mencoba menahannya.

Nana tetap diam, dia tidak mempedulikan apapun, Nana membawa piring makannya yang masih terisi banyak menuju penjaga kantin lalu menyerahkannya, Shyla hanya terus duduk memperhatikan Nana, tidak peduli seperti apa usahanya, Shyla tetap tidak bisa memaksa Nana untuk terus makan.

Nana berjalan melewati Shyla yang terus menatapnya, Nana tahu Shyla mengkhawatirkan dirinya tapi Nana tidak punya cukup tenaga untuk itu, Nana pikir air matanya sudah kering tapi buktinya masih bisa menetes hanya dengan memikirkan Hana, atau ketika memikirkan dirinya yang tak berdaya.

Beberapa siswa yang juga ada di kantin ikut memperhatikan Nana, putri es yang biasanya terlihat dingin dan ketus tapi juga anggun itu, hari ini terlihat seperti mayat hidup, begitu pucat dan tak bicara sedikitpun. Tidak ada yang berani menegur ataupun bertanya, di hari biasa saja Nana akan mengabaikan mereka, melihat ekspresi Nana saat ini mereka bisa saja mendapatkan kata-kata ketus yang mengiris hati.

Shyla membiarkan Nana pergi, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia benar-benar sudah lelah. Shyla meletakkan kepalanya di atas meja kantin, apa yang harus ia lakukan? Ia tidak bisa membiarkan Nana dalam keadaan seperti itu, ia juga tidak akan baik-baik saja jika Nana terus seperti itu, belum genap dua hari tapi Shyla sudah merindukan Nana-nya.

HUBUNGAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang