6. Kebenaran

122 23 0
                                    

Hari Minggu dengan langit yang cerah, jarum jam menunjukkan pukul 08:30 pagi, mbok Asri baru saja meninggalkan kamar Nana setelah membukakan gorden jendela di kamarnya.

Nana masih betah berbaring di ranjangnya, menarik selimut untuk membuatnya lebih nyaman. Nana bisa melihat langit biru yang terlihat indah, tidak peduli sekacau apa perasaannya, Nana tidak bisa berbohong, langit pada hari itu memang terlihat cerah.

Nana terus menatap langit tanpa ekspresi, kepalanya memutar kembali semua hal yang ia lalui dalam Minggu ini, hari Minggu kemarin ia masih mendapat pesan dari Hana, ia masih merasa tenang dan berpikir semuanya baik-baik saja, tapi sekarang tidak lagi.

Biasanya ia sibuk memikirkan tempat baru untuk bertemu dengan Hana, memikirkan hal-hal menyenangkan lainnya yang ingin ia lakukan dengan Hana, biasanya Minggu pagi seperti ini dia sibuk bersiap-siap, tapi hari ini tidak lagi, ia hanya berbaring mengenang semua yang sudah berlalu.

Nana tahu ia tidak akan mendapat izin untuk menjenguk Nana hari ini, untuk kedepannya juga pasti sulit, tidak ada yang akan sama lagi setelah semua yang terjadi.

Saat Nana menceritakan tentang Hana dan semua yang terjadi, ayah dan ibunya diam mendengarkan dengan baik, tidak menyela sedikitpun. Nana tahu ayah dan ibunya sangat terkejut, ia tidak pernah melihat ekspresi ayah dan ibunya seperti itu sebelumnya. Setelah Nana menyelesaikan ceritanya, ayahnya hanya diam membisu, mengecup keningnya kemudian keluar dari kamar, ibunya juga hanya diam memeluk Nana dan menemaninya hingga ia kembali terlelap.

Nana tidak tahu apakah ayah dan ibunya mempercayai ceritanya, tidak tahu bagaimana perasaan ayah dan ibunya saat ini, Nana tidak ingin memikirkannya. Ia tidak ingin memikirkan apapun, tapi semakin Nana mencoba mengabaikannya, semua kembali berputar-putar di kepalanya.

Pintu kamar Nana diketuk, kemudian terbuka dan Lion masuk sambil membawa nampan berisi sarapan untuk Nana. Lion meletakkan sarapan di atas meja di samping tempat tidur Nana, lalu duduk pada bagian ranjang yang kosong di sebelah Nana yang masih betah berbaring.

"Sarapan dulu na." Kata Lion sambil menatap adiknya, Nana tidak demam tapi wajahnya benar-benar pucat, dan Lion tidak suka melihat adiknya seperti itu.

Nana bangun dan duduk menatap Lion, ia merentangkan kedua tangannya, Lion paham maksud Nana, ia kemudian memeluk Nana, Nana memeluk Lion erat lalu menangis terisak. Lion mengelus punggung Nana, ia benar-benar tidak tega melihat adiknya seperti itu.

"Aku merindukan Hana.... Hiiiks." Nana bicara sambil terisak,

"Seharusnya hari ini tidak seperti ini, harusnya aku bertemu dengan Hana dan bersenang-senang."

"Aku takut, aku masih bisa melihat Hana kan?"

Lion terus mengelus punggung Nana, hanya itu yang bisa ia lakukan untuk menenangkan Nana, ia tidak bisa menjawab apapun, karena sejujurnya ia juga merasa takut.

"Kak Lion? Aku masih bisa melihat Hana kan?" Nana kembali bertanya, ia harus mendapatkan jawaban untuk pertanyaan itu, Nana sudah menanyakan hal itu berulang kali pada dirinya sendiri tapi tidak menemukan jawaban.

"Semua akan baik-baik saja Nana, tenanglah!" Hanya itu yang bisa Lion ucapkan, Nana semakin menangis, ia tahu pertanyaannya juga tidak bisa Lion jawab.

***

Nana duduk bersandar di atas ranjang sambil mengunyah sarapannya pelan, setelah menangis cukup lama ia sudah sedikit lebih tenang. Lion menyuapi Nana dengan telaten, adiknya saat ini benar-benar terlihat menyedihkan, wajah pucat dengan mata yang bengkak, ia tidak suka melihat Nana seperti itu tapi juga tidak tahu apa yang harus ia lakukan agar semuanya membaik.

HUBUNGAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang