24. Jujur

100 20 6
                                    

Angin berhembus lembut, cukup untuk memberi kesejukan ditengah teriknya panas matahari. Nana duduk bersama Anala di bangku taman, di tempat yang sama ketika ia bicara dengan Alvin sebelumnya, Nana juga membawa buku harian Hana ditangannya.

Nana sudah menceritakan semuanya pada ibu Lia, ibu Lia juga sudah membaca semua isi buku harian Hana, Nana juga sudah meminta izin pada ibu Lia untuk memberikan buku harian Hana pada Anala, bagaimanapun Nana harus memperbaiki persahabatan Hana dan Anala yang sudah ia rusak, janji yang ia buat dengan ibu Abiyta tidak berlaku, dia bukan Hana, Hana sudah pergi, dan Anala seharusnya diberitahu.

Nana baru mengatakan semuanya pada ibu Lia, ia masih tidak menemukan waktu yang tepat untuk melapor pada ayahnya, tidak ada yang Nana temukan dalam buku harian Hana, Nana jadi tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya, apa Nana harus meyerah dan berhenti? Dan tidak akan pernah menemukan alasan kematian Hana yang sebenarnya?

Ibu Lia juga tidak akan bicara apapun pada pak Anthon sampai Nana sendiri yang mengatakannya, ibu Lia juga masih perlu waktu untuk menenangkan dirinya setelah membaca semua isi buku harian Hana.

Anala terus menatap Nana, awalnya ia sedikit terkejut karena Nana tiba-tiba bicara padanya dan mengajaknya untuk duduk bersama di taman, Anala juga bisa melihat buku harian Hana, Anala sangat mengenali buku itu.

Anala tidak berani membuka percakapan, pada Hana yang dulu, mungkin ia bisa bersikap cerewet, tapi Hana yang sekarang membuatnya merasa sedikit berbeda.

Nana tiba-tiba menyerahkan buku harian Hana pada Anala, Anala yang bingung tetap menerimanya.

"Aku minta maaf untuk semua yang sudah terjadi sejak aku datang, aku bukan Hana, aku saudara kembar Hana, namaku Nana." Ucap Nana menatap Anala,

Tanpa sadar Anala sudah menganga karena sangat terkejut, apa ingatan Hana sudah kembali dan sekarang ia sedang menjailinya dengan lelucon konyol tidak masuk akal?

Nana menghela nafas melihat ekspresi Anala, ia tahu sulit untuk mempercayai hal itu.

"Aku tahu ucapanku terdengar konyol dan tidak masuk akal, tapi itu kenyataannya, kamu bisa menanyakan hal itu pada ibu Lia atau Alvin." Ucap Nana lagi, lalu mengalihkan tatapannya dari Anala, mendongak menatap langit biru yang sangat terang.

Anala sudah mengatupkan mulutnya, ia bisa tersadar setelah mendengar nama Alvin, jika ucapan itu benar, apa artinya Alvin juga tahu?

"Apa kamu bersungguh-sungguh? Hana? Kamu tidak bercanda kan?" Tanya Anala dengan suara bergetar, ada rasa takut menghampirinya, ingatan tentang Hana yang dulu pernah bercerita tentang seseorang yang istimewa bagi Hana berputar dalam ingatan Anala, apakah yang dimaksud Hana saat itu adalah Nana?

"Aku bukan Hana! Apa kamu benar-benar tidak bisa menyadarinya, wajah kami memang sama tapi kami sangat berbeda." Tegas Nana,

Anala terdiam, menatap Nana lekat-lekat, wajah yang ia lihat saat ini adalah wajah Hana, tapi kenyataan kalau selama ini ia merasa asing juga tidak bisa Anala bantah.

Nana lalu menarik kalung miliknya dan memperlihatkan bandul kalungnya pada Anala.

"Aku dan Hana memiliki kalung yang sama, kalung milik Hana memiliki inisial namanya, dan kalung milikku memiliki inisial namaku, aku cukup yakin Hana pernah menceritakan tentang kalung ini padamu."

Anala tercengang, kalung yang ia lihat saat ini memang pernah Hana ceritakan, bahkan beberapa hari sebelum peristiwa Hana yang ditemukan terjatuh, Anala sempat membantu mencari kalung Hana yang hilang, setahu Anala, sampai sekarang kalung Hana belum ditemukan.

"Hana tidak pernah mengatakan apapun tentang saudara kembarnya." Bantah Anala, masih sulit baginya untuk percaya.

"Kami membuat perjanjian untuk tidak memberitahukan hal itu pada siapapun, yang tahu hal itu hanya aku, Hana, kak Lion dan Shyla, orang tua kami masing-masing juga tidak mengetahuinya, tapi setelah peristiwa itu terjadi, terpaksa semua harus diungkap."

HUBUNGAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang