14. Berbeda

75 21 3
                                        

Mentari pagi di hari ini tidak begitu cerah, tapi cahayanya tetap cukup hangat.

Nana berdiri menatap dirinya di sebuah cermin besar, mengenakan seragam sekolah milik Hana, badge name dengan nama lengkap Hana, dirinya saat ini benar-benar terlihat seperti Hana.

Ini pertama kalinya Nana bisa kembali menatap dirinya di cermin dalam waktu yang cukup lama, setelah kematian Hana entah mengapa Nana tidak sanggup melihat dirinya sendiri, wajahnya hanya akan mengingatkan ia pada Hana, terlalu sulit dan rasa sakitnya masih terasa.

Nana memejamkan matanya, jika dirinya saja kesulitan bagaimana dengan ibu Lia yang setiap hari harus melihat wajahnya ditambah harus berpura-pura memperlakukan dirinya sebagai Hana, Nana tahu kalau ibu Lia masih belum mengatasi kesedihannya, ia belum melepas semua rasa sakit kehilangan Hana, untuk menangis saja ibu Lia harus menutupinya, ibu Lia kehilangan Hana tapi harus bersikap seolah semua baik-baik saja, pasti sulit.

Nana membuka mata, kembali menatap pantulan dirinya di dalam cermin, sejak awal ia tahu keputusannya akan menyakiti banyak orang, tapi tidak ada pilihan lain, Nana tidak akan mundur, ia akan menelan semua rasa sakit itu, ia berniat untuk egois dan menutup mata dari kesedihan yang dirasakan ibu Lia, bukan hanya ibu Lia yang tersiksa tapi dirinya juga, lagipula semua sudah dimulai jadi sebaiknya diselesaikan.

Nana lalu mengambil tas ransel sekolahnya dan berjalan keluar dari kamar, menuju tangga dan turun ke lantai bawah.

Ketika tiba di lantai bawah, Nana bisa melihat Anala sedang duduk dengan santai menikmati sarapan yang sudah dibuat ibu Lia, rumah makan ibu Lia memang belum dibuka tapi Anala sudah datang dan menjadi tamu istimewa.

Nana menghela nafas melihat kehadiran Anala, tiga hari sudah berlalu sejak ia datang ke sekolah Hana dan setiap hari itu juga ia berusaha keras menghindari Anala, saat jam istirahat Nana akan keluar dari kelas lebih cepat, ketika pulang sekolah Nana juga akan keluar kelas lebih dulu, Nana melakukan banyak hal untuk menghindari Anala.

Sejujurnya Nana tidak membenci Anala, ia tidak punya alasan untuk itu, Nana hanya tidak bisa mempercayai Anala, ia juga merasa Anala hanya akan memperlambat dirinya untuk mencari tahu hal yang sebenarnya terjadi pada Hana, tujuan Nana bukan untuk berteman dengan semua teman Hana.

"Sayang.. ayo sarapan, Anala sudah menunggumu dari tadi." Ibu Lia menegur Nana yang sedari tadi hanya diam berdiri menatap Anala,

Nana tersenyum tipis mendengar panggilan ibu Lia, sejauh ini ibu Lia tidak pernah memanggilnya dengan nama Hana, ibu Lia akan menggunakan panggilan lain, ketika bicara berdua ibu Lia juga tetap memanggilnya Nana, pasti sangat sulit, ibu Lia tentunya tidak bisa memanggil dirinya dengan nama Hana, Nana cukup takjub dengan akting ibu Lia, ia harap ibu Lia tidak akan salah dengan memanggil nama aslinya di depan orang lain.

Nana berjalan mendekati ibu Lia dan Anala, lalu duduk di kursi yang ada di sebelah Anala, ikut menikmati sarapan yang sudah disediakan untuknya.

"Kamu kemana aja?" Tanya Anala setelah menelan sarapan rotinya.

Nana diam, ia dengan santai mengunyah makanannya, tidak berniat menjawab pertanyaan Anala.

"Tidak kemana-mana, memangnya ada apa Anala?" Ibu Lia yang menyahut, ia tahu Nana tidak akan menjawab pertanyaan Anala.

Anala berbalik melihat ibu Lia yang sedang merapikan beberapa barang, bersiap untuk membuka rumah makannya.

"Tiga hari ini aku selalu mencari Hana di sekolah, pulang sekolah juga, tapi Hana seperti menghilang, sulit sekali ditemukan." Jawab Anala, ia lalu menatap Nana yang masih fokus pada sarapannya, benar-benar terlihat tidak akan menjawab sedikitpun, apa Hana menghindar darinya? Tapi kenapa?

HUBUNGAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang