19. Piano

84 19 3
                                        

Nana mendorong pintu rumah makan dengan lesu, wajahnya pucat dan terlihat tidak bersemangat.

Ibu Lia terkejut melihat Nana pulang lebih awal, ditambah dengan ekspresi Nana yang tidak seperti biasanya. Ibu Elis dan ibu Titin yang sedang menyajikan makanan pesanan juga terkejut melihat kehadiran Nana, tapi kemudian kembali sibuk dengan pekerjaan mereka.

Nana bisa melihat keadaan rumah makan cukup ramai, ia juga melihat satu pelanggan laki-laki yang setiap malam selalu datang ke rumah makan ibu Lia, sepertinya orang itu suka sekali makan di tempat ini, apa setiap jam makan orang itu akan makan di rumah makan ini?

Nana mengabaikan semua itu, ia langsung berjalan menuju tangga untuk naik ke lantai atas, ibu Lia yang khawatir akhirnya menyusul Nana.

Nana meletakkan tasnya di lantai lalu duduk di atas ranjang, menunduk menatap kaus kakinya, ibu Lia yang memang menyusul Nana, segera masuk dan ikut duduk di samping Nana.

Ibu Lia mengelus rambut Nana yang masih terikat, ibu Lia jadi teringat pagi tadi sebelum Nana berangkat untuk ikut senam pagi, ia melihat Nana kesulitan mengikat ponytail rambutnya, jadi ibu Lia membantunya.

Ibu Lia merasa senang melihat Nana menikmati hal itu, ibu Lia jarang membantu Hana mengikat rambut, putrinya selalu bisa melakukan semuanya sendiri, ibu Lia jadi merasa senang bisa memanjakan Nana dengan cara itu.

Setelah kembali dari senam pagi, Ibu Lia sempat khawatir melihat wajah Nana yang sedikit pucat, tapi Nana mengatakan ia baik-baik saja, ia hanya sedikit pusing. Ibu Lia mempercayai hal itu dan membiarkan Nana untuk tetap berangkat ke sekolah, tapi sekarang ibu Lia menyesalinya.

Nana tiba-tiba kembali lebih awal dengan wajah yang lebih pucat dan murung, ibu Lia merasa bersalah, ia tadi sudah mengatakan pada ibu Evie bahwa semuanya baik-baik saja, ia berjanji akan menjaga Nana dengan baik, tapi nyatanya Nana tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Ibu Lia tetap diam, terus mengelus rambut Nana, ia tidak ingin bertanya, ia sudah tahu kalau Nana tidak baik-baik saja, ia tidak perlu menanyakan hal itu.

"Ibu siapkan makan siang ya sayang." Ucap ibu Lia, memegang wajah Nana dengan kedua tangannya sambil tersenyum, Nana hanya mengangguk lemah.

Ibu Lia tetap tersenyum, ia kemudian berdiri.

"Ganti seragammu, ibu akan bawa makanannya ke atas."

Nana hanya kembali mengangguk, setelah itu ibu Lia berjalan keluar dari kamar. Nana terus menatap lesu punggung ibu Lia yang semakin menjauh, ia tidak suka berbohong tapi juga tidak bisa mengatakan apa yang sudah terjadi, untuk saat ini Nana akan berusaha mencari solusi dan memikirkannya sendiri.

Nana bahkan tidak tahu laporan apa yang harus ia sampaikan pada ayahnya, ia tidak bisa terus menjawab kalau ia tidak menemukan apa-apa, sebelumnya mudah bagi Nana menjawab seperti itu, Nana tidak berbohong, ia memang tidak menemukan apapun, tapi sekarang ia sudah menemukan sesuatu hanya saja Nana tidak ingin mengatakannya.

Apa yang harus Nana lakukan?

***

Mentari pagi ditutupi awan mendung, sepertinya cuaca hari ini bersahabat dengan perasaan Nana, Nana menatap langit dengan pandangan sendu, hari ini ia bangun lebih pagi lagi, bukan karena mimpi buruk tapi karena memang tidak bisa tidur dengan nyenyak, terlalu banyak yang dipikirkan.

Ibu Lia sebenarnya berkeras tidak mengizinkan Nana untuk berangkat ke sekolah, tapi Nana jauh lebih keras kepala, Nana merasa ia hanya akan membuang-buang waktu jika tidak ke sekolah, sekolah adalah tempat di mana Nana bisa menemukan jawaban dari semua yang ia pikirkan, belum lagi Nana harus mempersiapkan diri menghadapi Alvin, kali ini Nana tidak akan gemetar ketakutan, Nana akan berdiri dengan kuat.

HUBUNGAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang