42. Nekat

74 18 3
                                    

Nana terbangun dari tidurnya, membuka mata lalu memperhatikan sekelilingnya, Nana tidak mengenali tempatnya saat ini berada, kepalanya juga masih sedikit pusing.

Nana berusaha bangkit walau tubuhnya masih terasa sangat lemah, setelah bisa duduk Nana akhirnya melihat Kei yang duduk tertidur di samping ranjang, Kei masih menggenggam tangan Nana.

Nana menghela nafas, lalu kembali memperhatikan sekelilingnya, jarum jam yang menempel di dinding kamar menunjukkan pukul 04:15, sekarang Nana tahu ia ada di mana, Nana pikir hidupnya akan berakhir tapi ternyata Kei kembali menjadi penyelamatnya.

Ingatan tentang apa yang terjadi semalam kembali muncul di kepala Nana, hal itu tanpa sadar membuat Nana kembali gemetar, Nana masih merasa takut.

Nana menarik nafas lalu menghembuskannya, berusaha menenangkan rasa takutnya, setelah sedikit tenang, Nana menatap ke arah Kei, Nana bisa melihat tangan Kei yang diperban, sudah pasti tangan Kei terluka karena menolongnya.

Nana menghela nafas berat, sekarang ia tidak tahu apa yang dipikirkan si topeng hitam, Nana merasa sudah menempatkan Kei dalam bahaya, semoga saja si topeng hitam tidak menargetkan Kei setelah ini.

Nana lalu menarik pelan tangannya dari genggaman tangan Kei, berusaha untuk tidak membuat Kei terbangun, saat ini Nana tidak punya waktu untuk istirahat, ia harus mengabari Lion dan juga harus segera menyelesaikan semuanya, Nana masih diberi kesempatan untuk hidup, itu artinya Nana masih ditakdirkan untuk menyelamatkan Laura, tuhan tidak akan membiarkan Laura terus terkurung seperti itu dan sepertinya Nana-lah yang ditugaskan untuk menolong Laura.

Nana berhasil menarik tangannya tanpa membangunkan Kei, dengan sisa tenaganya, Nana bergerak turun dari atas ranjang, Nana sudah berdiri dengan tangannya yang menumpu pada sisi ranjang, Nana masih sulit menyeimbangkan tubuhnya, kepalanya masih sedikit pusing.

Nana menghela nafas lemah, lalu menatap Kei, Nana merasa bersalah, ia sudah melibatkan Kei terlalu jauh, tapi tanpa Kei, keadaan Nana pastinya tidak akan sebaik saat ini, Nana seharusnya juga berterima kasih.

Setelah sedikit stabil, Nana melangkah sangat pelan untuk keluar dari kamar Kei, selain karena tidak ingin membuat Kei terbangun, kepala Nana juga tidak berhenti berdenyut, melangkah pelan membuat kepala Nana tidak begitu sakit.

"Sudah bangun?"

Nana tertegun lalu berhenti melangkah, ia bisa mendengar suara Kei, sepertinya Nana gagal, Kei tetap terbangun. Nana menghela nafas, lalu berbalik, Kei sudah duduk dengan tegap menatapnya.

Nana diam, ia tidak tahu harus bersikap seperti apa, apa Nana harus segera berterima kasih karena Kei sudah menolongnya? Atau apa Nana harus marah karena Kei sudah melibatkan diri? Entahlah, Nana tidak ingin membuat kepalanya semakin pusing memikirkan hal itu.

Kei berdiri dari duduknya lalu menghampiri Nana,

"Kembali ke tempat tidur, keadaanmu belum membaik, aku akan mengambilkan bubur, kamu harus makan dan minum obat." Ucap Kei lembut,

Nana menghela nafas, saat ini ia tidak ingin bersikap seolah ia hanya demam biasa dan tidak terjadi apapun, Nana tidak ingin merepotkan Kei lebih jauh.

"Di mana ponselku?"

"Aku sudah menghubungi Lion, dia akan menjemputmu nanti, sekarang sebaiknya kamu kembali istirahat."

"Berikan ponselku!" Nana masih lemah untuk bicara terlalu banyak.

"Tidak bisa." Tolak Kei,

Nana menatap Kei kesal, Kei benar-benar seenaknya.

"Jangan bersikap seenaknya hanya karena kamu sudah menolongku, aku memang harus berterima kasih padamu tapi tetap saja kamu tidak berhak bersikap seperti ini, berikan ponselku!"

HUBUNGAN (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang