Luna paling tidak suka yang namanya pindah sekolah, karena ia akan selalu merasa gugup ketika bertemu dengan wajah-wajah baru, belum lagi ia harus memberikan kesan pertama yang baik di mata murid-murid yang lain, karena itu akan menentukan nasibnya selama bersekolah di SMA Kartika, apakah ia kan berakhir sebagai murid yang disegani dan disenangi oleh seantero sekolah, atau akan menjadi bulan-bulanan para kakak kelas yang hobi membuli.
Setelah menghilangkan semua fikiran yang akan membuatnya gugup nanti, Luna kini bersiap untuk turun dari mobil yang dibawa oleh sang nenek. Setelah tiga hari tinggal di Jakarta, Luna harus segera masuk ke sekolah yang sudah disiapkan Olivia. Dan untuk terakhir kali ia memperbaiki tampilannya, bahkan menyisir rambutnya yang sudah rapi itu, sebelum turun dari mobil.
"Semangat sayang," ucap Olivia ytang diangguki Luna, tak lupa ia mencium tangan sang nenek dan segera turun dari mobil dengan degupan jantung yang berdetak begitu cepat.
Luna harus berani untuk berjalan menuju ruang kepala sekolah seorang diri, mengingat Dika mungkin masih berada di kelas, karena ini sudah masuk jam pelajaran kedua, begitupun dengan Salsa. Setelah menghembuskan nafas dengan begitu yakin, Luna mulai berjalan dengan sesekali tersenyum pada setiap orang yang berpas-pasan dengannya, Olivia yang melihat Luna sudah masuk dilingkungan sekolah segera menancap gas meninggalkan SMA Kartika dan Luna.
"Jangan dilihatin mulu," bisik Regam yang membuat Haikal melihat kearahnya sejenak, lalu kembali menatap keluar jendela, lebih tepatnya ke arah Luna yang berjalan di lapangan sekolah. Beruntung saat itu guru yang mengajar di kelas Haikal tengah keluar sebentar, jika tidak Haikal mungkin sudah kena semprotan oleh sang guru karena kelakuannya itu.
"Gue rasa insting playboynya Haikal lagi bekerja sekarang," timpal Rakamel yang diangguki Glen, sedangkan Dika segera beranjak dari tempatnya saat melihat Luna yang sudah berada di lingkungan sekolah.
"Mau kemana lo?" tanya Haikal saat menyadari Dika yang berdiri dari tempatnya.
"Jemputin Luna, dia pasti gak tahu ruang kepala sekolah dimana"
"Kan ada anak-anak di luar"
"Yah, setidaknya gue sebagai kakak sepupu yang baik plus ganteng, harus ngejemput dia dan mastiin dia aman sampai di kelas"
"Lebay lo njir"
Dika hanya tersenyum saat Haikal mengatainya, lalu sedetik kemudian ia melangkah keluar dari kelas, sebelum gurunya datang. Sedangkan Luna saat ini mengeratkan genggamannya pada tali tasnya ketika tatapan tak suka dilayangkan oleh para gadis-gadis yang melihatnya. Dan itu membuat perasaan Luna buruk untuk hari pertamanya bersekolah, perasaan yang sama sepertii tiga hari yang lalu.
Bahkan senyuman yang dilemparkan Luna untuk mereka tak ada artinya. Dipercepatnya langkahnya itu menuju ruang kepala sekolah, setelah beberapa saat yang lalu ia bertanya pada murid lelaki yang mau memberitahunya dengan senyuman manis, bukan tatapan mengintimidasi yang seperti dilayangkan para kaum Hawa.
Selepas dari ruang kepala sekolah, kini Luna tengah berjalan mengikuti langkah seorang guru yang kebetulan mengajar dikelas dimana Luna ditempatkan. Luna mulai tak perduli dengan tatapan yang dilayangkan untuknya, apalagi saat Dika berdiri dan bersandar ditiang sembari tersenyum hangat padanya.
"Dia adik saya bu," ucap Dika pada guru yang membawa Luna, membuat Luna tersenyum dan beberapa gadis yang tadi menatapnya tak suka, sedikit terkejut. "Dari Bali anaknya, jaga yang baik yah bu," lanjutnya membuat guru itu tersenyum.
"Ia akan saya jaga baik-baik sampai di kelas, memangnya kamu tidak ada kelas?"
"Saya tadi izin ke toilet bu, eh ketemu ibu sama Luna di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsAuthor: DYALOVAA Aluna Maisie seorang gadis yang baru saja menginjakkan kakinya di Jakarta, harus dikejutkan dengan rumor yang beredar jika dirinya adalah kekasih dari seorang lelaki bernama Haikal Mahardika. Sosok yang bahkan tak pernah ia temui, t...