14

829 98 0
                                    

Radika menatap Aluna dengan seksama saat di meja makan membuat yang di tatap hanya bisa menendang kaki lelaki itu dari bawah meja, Olivia yang sadar jika kedua cucu di depannya itu tengah kembali menunjukkan tanda-tanda perang dingin pun segera bertindak, dengan mengetuk meja makan menarik atensi kedua sejoli di depannya. Senyuman manis terukir di wajah Olivia yang tanpa sadar membuat Luna dan Radika ikut tersenyum, mereka hanya tak enak jika harus bertengkar di depan sang nenek.

"Besok kan tanggal merah, gimana kalau kalian nemenin nenek ke panti?" Olivia menatap secara bergantian kedua cucunya itu, yang mana terlihat Luna segera mengangguk menyetujui sedangkan Radika berpikir sejenak.

"Gimana kalau Dika manggil anak-anak juga?" usul Radika yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Aluna, memanggil anak-anak sama halnya membuat Luna harus kembali bertemu dengan Haikal.

Jujur Luna lelah, jika ia harus bertemu lelaki itu setiap hari bukan karena apa melainkan ia lelah kalau saja hatinya selalu membenci dan merasa bersalah secara bersamaan. Luna belum bisa melupakan bagaimana Haikal yang harus di gips tangannya karena dirinya dan lelaki itu hampir collapse karena ketidak tahuan Luna pada alerginya. Mengingat itu membuat Aluna takut akan ada kejadian apa lagi yang bisa membahayakan Haikal jika mereka terus bertemu.

"Boleh juga, sekalian sama Gwenlie kebetulan nenek jarang ketemu sama dia," Radika tersenyum kemenangan saat sang nenek menyetujui usulannya itu.

Damn, gak cukup sama adiknya, kakaknya pun diikut sertakan, wah gue harus baik-baik nih sama Haikal. Batin Luna kala mendengar nama Gwenlie disebutkan, oh ayolah Luna masih sedikit trauma sama pertanyaan bertubi dari gadis itu serta tatapan yang berhasil membuat mentalnya menciut. Menurut Luna Gwenlie adalah sesuatu, bagaimana bisa kakak beradik itu memiliki kepribadian yang berbeda?.

"Ya udah, kalian habisin makan malamnya terus Dika temenin adek kamu belanja bulanan, Bik Nia lagi gak enak badan soalnya"

"Siap nek"

Radika memberikan senyuman penuh kemenangan pada gadis di depannya itu yang membuat Luna ingin menelannya hidup-hidup.

***

Luna mengangguk kala mendengar Radika yang membacakan apa saja yang harus di ambilnya  saat ia tengah mendorong troli sembari memegang jaket Radika agar lelaki itu tak hilang, beberapa sayuran dan daging sudah mengisi troli dan kini mereka akan mengambil beberapa bumbu dapur beserta kebutuhan kamar mandi, hingga Luna berhenti dan menatap sang kakak sepupu dengan tajam.

"Apa?" tanya Radika dengan nada menantang.

"Kak Dika tahu kalau Haikal yang nyebar gosip tentang aku dan dia?"

"Tahu lah"

Radika menjawab pertanyaan Luna dengan begitu santai, membuat Luna hanya menghela nafas kesal dan ingin sekali mencekik leher lelaki itu. Bagimana tidak Radika hanya diam melihat Haikal yang menjahilinya, tak ingin membuat dirinya semakin emosi Luna segera menyusul langkah Radika dan memukul lengan lekaki itu dengan sedikit keras membuat Radika hanya meringis dan melototinya.

"Beliin gue ice cream gak mau tahu," sahut Luna dengan tatapan dingin.

Radika hanya menghela nafas, ia enggan untuk menolak dan berakhir dengan pertengkaran kecil, menuruti apa keingin Luna di saat gadis itu dalam keadaan mood yang tidak bagus akan membawa perdamaian untuk dirinya sendiri dan mereka berdua.

Setelah selesai berbelanja, Radika mengajak Luna untuk ke kafe sebentar, Luna yang memang masih ingin belum pulang pun dengan semangat mengiakan ajakan sang kakak sepupu, selama perjalanan mereka menuju kafe , Luna hanya bisa memainkan ponsel Radika yang menurutnya lebih menarik ketimbang ponselnya sendiri.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang