13

787 98 0
                                    

"Maaf, karena sikap gue kemarin," Luna menghentikan gerakan tangannya, kala mendengar Haikal berucap, dan beralih menatap lelaki itu dengan lekat.

"Gue juga minta maaf, karena egois"

"Lo gak egois kok gue aja yang kelewatan, udah gak sanggup habisin?"

Luna mengangguk dan secara tiba-tiba Haikal meraih piring gadis itu kemudian menghabiskan sisa makanan Luna, membuat sang empunya membulatkan matanya dan memukul tangan Haikal pelan, pasalnya ia tak enak saat lelaki itu harus memakan sisanya.

"Mubazir kalau dibuang"

"Tapi gak gitu juga Kal, sini gue habisin," Haikal hanya membiarkan Luna meraih piring itu kembali dan melanjutkan makannya, walaupun sesekali Haikal masih mencuri sendok gadis itu dan memasukan beberapa sendok nasi kemulutnya.

Lelah memberitahu Haikal, Luna membiarkan lelaki itu melakukan apa yang ia suka dan tak terlalu memusingkan Haikal yang ikut menghabiskan makanannya itu. Mereka berbagi makan siang dalam satu piring, hal yang tak pernah di lakukan Luna pada siapa pun, bahkan keduanya terkadang berselisih tentang haruskah mereka menambah seporsi lagi atau menyudahi acara makan siang dadakan itu. Hingga akhirnya Haikal kalah saat Luna mengajaknya untuk kembali ke kelas masing-masing karena bel sekolah yang sebentar lagi berbunyi.

"Gue masuk duluan, bye." Luna melambaikan tangannya pada Haikal, saat ia sudah sampai di depan kelas. Hingga ia menyadari apa yang baru saja ia lakukan dan menatap tangannya itu dengan penuh penyesalan. "Bagaimana bisa lo menjadi selemah ini Luna?" umpatnya sembari masuk ke dalam kelas.

Haikal hanya tersenyum dan sesekali menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal, ia merasa jika Luna mulai sedikit bisa ia luluhkan hatinya, walaupun Haikal tahu setelah pulang sekolah gadis itu mungkin akan kembali menganggapnya sebagai musuh. Namun untuk saat ini tak bisakah ia menikmati kesempatan yang sepertinya akan langkah ia temui akhir-akhir ini.

"Lo sehat?" pertanyaan itu dilemparkan Salsa pada Luna kala gadis itu berhasil masuk ke dalam kelas dan mendapati tatapan menggoda dari teman-teman sekelasnya.

"Nah itu pertanyaannya, gue sehat?"

Salsa hanya bisa tersenyum dan mengedikan bahu tanda ia tak tahu harus menjawab seperti apa, sedangkan Luna duduk ditempatnya dengan ekspresi kebingungan. Ia masih memikirkan tingkah lakunya hari ini, namun jika ia boleh jujur setelah berada didekat Haikal walaupun tak lama, ada rasa nyaman yang sialnya menyempil bagaikan parasit. Ia suka cara lelaki itu memperlakukannya ia senang mengingat bagaimana ia merasa seakan begitu diperhatikan oleh lelaki asing itu.

Tak tahu jika saat ini Haikal mencoba untuk mengatur napasnya tepat setelah ia masuk ke dalam kelas, belum lagi wajahnya yang semerah tomat itu menarik perhatian Radika dan Glen yang masih nyaman berada di kelas. Sesekali Haikal memejamkan mata, dadanya naik turun kala dirinya mencoba untuk menghirup oksigen sebanyak mungkin.

"Lo habis makan apa?" Tanya Radika tanpa berbasa-basi, ia tahu gejala yang dialami Haikal saat ini.

"Gak tahu apa cuman nasi goreng doang," jawab Haikal yang kini sudah duduk dibangkunya dan mencoba untuk menyenderkan kepalanya ke meja.

"Siapa yang mesan?"

"Luna"

"Bodoh, emang lo gak pernah dengar gue cerita kalau Luna begitu tergila-gila pada sea food? Dan lo kebalikannya,"

Haikal hanya tersenyum sembari melempar pandangannya pada luar jendela, ia lupa jika Radika pernah bercerita bagaimana adik sepupunya itu begitu mencintai hidangan sea food saat mereka tengah berbincang tentang alerginya itu. Tak tahu jika kini Radika dan Glen tengah dibuat panik pasalnya Haikal merupakan tipe lelaki yang tak pernah membawa obat alerginya, dan semua orang tahu jika Haikal begitu pemilih dalam hal makanan. Tapi ajaibnya ia membiarkan Luna memesan menu makanan disaat gadis itu selalu menyertakan sea food dalam setiap hidangannya.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang