38

386 57 8
                                    

Tatapan sendu itu tak terlepas dari iris kelam Esar yang kini bercerita panjang lebar tentang hubungannya dengan Winda, sesekali Luna menghela nafas membuat Esar menjeda ucapannya, menunggu Luna selesai dengan urusan hatinya itu.

Tak ada suara yang terucap dari bibir ceri Luna, ia hanya menatap Esar dengan mata yang berkaca-kaca, setelah meminta izin untuk keluar bersama Esar, Luna terus saja menjatuhkan air matanya, ia hanya tak percaya bagaimana bisa hanya dirinya yang tidak mengetahui hubungan Haikal dan Winda.

Air mata Luna mampu membuat Esar merasa tak enak hati, namun ia juga tak ingin Luna hidup dengan bayang-bayang kebohongan dan dirinya ingin membersihkan namanya melalui Luna. Egois memang tapi hanya itu yang bisa Esar pikirkan.

"Maaf kalau pengakuan gue buat lo jadi seperti ini," ucap Esar tak lupa ia memberi tisu pada Luna, agar gadis itu menyeka air mata yang lolos dalam keheningan.

Bukannya menjawab Luna hanya tersenyum, namun sial senyumannya memudar tergantikan dengan tangisan yang tak bersuara. Ia tak bisa lagi berkata-kata saat dirinya melihat bukti bahkan rekaman suara Winda yang selalu memaki Esar.

"Gue boleh meluk lo?" Tanya Esar ia tak tega saat melihat Luna menangis seperti itu, bukankah tangisan dalam diam itu lebih menyakitkan?

Menggeleng, "Gu-gue gapapa kok," jawab Luna dengan senyuman yang coba ia paksakan saat matanya masih saja menangis.

Otaknya masih mencerna setiap ucapan Esar tadi, ia masih tak habis pikir bagaimana bisa Radika orang yang selalu Luna percaya, ternyata mengkhianati dirinya. Belum lagi hatinya menjadi hancur saat tahu kelakuan Haikal ketika Luna tidur dengan nyenyak lelaki itu malah bermain hati dengan gadis lain.

Tak tahan dengan tangisan Luna, Esar pun berdiri di samping Luna menutupi gadis itu, memberikan ruang pada Luna untuk menangis.

Hhh

Helaan napas Esar lolos, ia ingat bagaimana sakitnya Luna saat ini, ia pun pernah di posisi gadis itu. Bayangkan saja saat tahu orang yang kamu cintai mencintai orang lain, ingin sekali Esar memeluk Luna namun ia juga tahu batasan.

"Padahal gue udah yakin... kalau hubungan ini akan berjalan dengan mulus… tapi gue lupa kalau terlalu mencintai itu gak baik, dan…" Luna menggantungkan ucapannya, ia menggenggam jaket Esar dengan erat mencoba untuk mentransfer rasa sakitnya itu.

"Gue gak tau, kalau mencinta akan sesakit ini," lanjut Luna diiringi isakan yang berhasil membuat Esar menghela nafas sembari mengacak rambutnya frustasi.

Tangisan Luna benar-benar membuat Esar tak enak, Esar paling anti dengan perempuan yang menjatuhkan air mata di depannya, perlu diketahui kalau Esar adalah lelaki yang begitu menghargai perempuan, namun nahas ia harus bertemu Winda di dalam perjalanan kehidupannya.

***

"Gak nginap aja sar?" Tanya Niana saat Esar baru saja mengantar Luna pulang, gadis itu terus menatap sendu pada lantai.

"Gak usah tan, aku nginap di hotel yang gak jauh dari sini, besok juga udah balik"

"Barengan yah," celetuk Luna yang membuat Niana menatapnya dengan penuh tanda tanya.

Luna tersenyum walaupun itu terpaksa, ia membulatkan tekad untuk pulang lebih awal, ia ingin melihat kelakuan Haikal secara langsung bukan berupa foto ataupun rekaman suara dari Esar yang mana mungkin itu bisa saja di edit, setidaknya itulah yang ada dalam benak Luna.

"Tapi kalau Luna pulang, jangan bilang-bilang sama nenek atau Kak Dika, kalau mereka tanya bilang aja Luna belum pulang yah? Soalnya Luna mau jalananin mission impossible bareng Esar," jelas Luna tak lupa ia tersenyum bagaikan orang bodoh diakhir ucapannya itu.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang