34

355 48 11
                                    

Hai hai hai, Dya back setelah beberapa hari harus hiatus karena sakit :( eh padahal emang jarang update juga yah 😂 semoga pada suka dan betah yah sama cerita ini^^, yang udah support Dya, makasih banyak big love for you guys <3, hayuk tinggalin jejak guys biar Dya tahu kekurangan cerita ini dan sebisa mungkin akan memperbaiki di cerita yang akan datang🙇🏻‍♀️

Eh sekalian jangan lupa follow ig Dya yah @mwnwidya sama @dyalo.vaa (akun yang ini jarang kepake sih, pakenya kalau lagi pengen aja) biar kita bisa makin kenal, seperti kata pepatah tak kenal maka tak sayang 🤭

Happy reading guys, hope you like it this part🥰🤗

~~

Helaan nafas keluar dari mulut Radika dengan begitu kasar, matanya menatap kesal ke arah dua gadis yang berjalan di depannya sembari tertawa bagaikan tak ada beban. Sesekali ia berdecak dengan menggerakkan tangannya yang seakan ingin meninju kedua gadis itu. Bagaimana tidak, dirinya harus membawa beberapa tas belanja milik Winda dan Luna, sedangkan mereka hanya memegang satu paper bag berisikan kosmetik yang baru saja mereka beli beberapa menit lalu.

Hari ini Radika berniat untuk membawa keduanya jalan-jalan, ingat hanya jalan-jalan tapi sial ia harus terjebak dengan acara shopping mendadak kedua kamu Hawa itu. Radika tak masalah jika dirinya yang harus membayar semua belanjaan mereka, tapi apakah dia juga harus dijadikan sebagai tukang pikul?

Ingin sekali ia berteriak, belum lagi beberapa pasang mata melirik penasaran ke arahnya. Mungkin dalam benak mereka jika Radika memiliki dua kekasih, tapi ia tak ingin tahu dengan apa yang ada dalam pikiran mereka. Hingga ia menghentikan langkahnya saat melihat Luna berbalik dengan begitu tiba-tiba.

"Sini gue bantu, kasihan ntar lo di kira babu lagi," ucap Luna dengan nada mengejek. Tentu saja Radika berterima kasih tapi apa harus gadis itu juga mengejeknya.

"Sini kak Winda bantuin juga," senyuman hangat mengembang di wajahnya saat Winda berucap. Lihatlah Winda dan Luna benar-benar merupakan pribadi yang berbeda. 

"Walaupun lo berdua sadarnya agak telat, tapi gak apa, kita pulang kan? Lo berdua udah puas nonton, makan, shopping jadi waktunya pulang," sahut Radika sembari berjalan lebih dulu, jangan lupakan nada sarkasme yang ia ikut sertakan dalam ucapannya itu.

Luna dan Winda saling berpandangan kemudian mereka tertawa pelan, merasa lucu melihat tingkah kakak sepupu mereka yang tentu saja selalu bisa diandalkan. Tak ingin berlama-lama mereka segera mengikuti langkah Radika, jujur Luna ingin segera merebahkan tubuhnya ke kasur miliknya itu. Walaupun ia harap Haikal akan berada di rumahnya saat ia pulang nanti, ia pikir hari ini akan menghabiskan waktu hingga tengah malam bersama Radika dan Winda, nyatanya mereka kelelahan setelah beberapa jam.

"Besok lo dianterin siapa dek? Kakak atau Haikal?" Pertanyaan itu lolos dari mulut Radika, tak lupa ia melirik ke arah Luna yang duduk di kursi belakang seorang diri. 

"Kalau bisa kakak sama Haikal," jawab Luna dengan begitu santai, sebelum ia kembali memejamkan matanya, ia ingin tidur selama perjalanan.

Sedangkan Winda sudah melakukan hal tersebut lebih dulu, beberapa saat kemudian hanya Radika yang masih terjaga, ia berulang kali melihat ke arah Winda dan Luna secara bergantian, dan tanpa sadar ia menghela nafas berat. Bukan hanya Haikal yang harus  berdiri di persimpangan jalan dirinya pun ikut terseret karena itu.

"Haikal mah gobloknya gak ketolong tapi sial gue juga ikut gak ketolong karena kegoblokan dia," gumam Radika dengan nada yang berbisik, ia tak ingin kedua gadis itu mendengar apa yang ia ucapkan.

***

"Nenek, Luna mana?" Tanya Salsa yang baru saja datang bersama Regam dan yang lainnya.

Olivia yang tengah duduk di single sofa miliknya dengan sebuah buku tebal dan kacamata baca yang ia kenakan, menengok ke arah sang pemilik suara dengan senyuman hangat yang selalu menjadi ciri khas wanita yang sudah berumur itu.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang