31

408 56 9
                                    

Haikal menggigit kukunya dengan ekspresi khawatir yang tak terlepas dari wajahnya, saat kini Luna tengah berada di dalam ruang IGD, ia takut terjadi sesuatu pada gadis itu. Walaupun lukanya terbilang luka ringan tapi hei ini kepala, apalagi gadis itu benar-benar mengalami pendarahan yang membuat Haikal terkejut sendiri. Ia tak mau karena dirinya Luna harus melewati masa kritis. Sam yang ikut menemaninya pun hanya bisa menenangkan lelaki itu, tak lupa ia juga menjelaskan siapa itu Putra dan tentu saja Haikal memasukan nama Putra dalam black list miliknya.

"Lo berdua ngapain sih?!" suara itu membuat Haikal menghela nafas berat, Radika datang dengan raut khawatir yang tercampur dengan amarah.

"Kenapa Luna bisa masuk IGD?" pertanyaaan itu terlontar dari mulut Mel, Haikal hanya bisa mengehela nafas berat sembari menatap lantai dengan rasa penyesalan.

Sebelum dokter yang menangani Luna keluar, dengan cepat mereka pun menghampiri pria dengan stelan jas khas dokter itu.

"Gimana kondisi adik saya dok?" Radika bertanya dengan rasa khawatirnya.

"Beruntung tidak ada cedera serius, dan pendarahannya bisa dihentikan, ini masih termasuk dalam luka ringan tapi akan menjadi luka berat jika terlambat dibawah ke rumah sakit, dan satu lagi pasien akan di pindahkan ke kamar inap sekarang"

Seketika semuanya bernafas lega, mendengar ucapan dokter itu. Haikal beruntung tidak terjadi hal-hal yang ada dalam pikirannya. Ia tak tahu harus berkata apa pada keluarga Luna jika keadaan gadis itu benar-benar parah.

Menepuk pundak Haikal dengan senyuman hangat, "Tenang saja, dia memiliki riwayat hemofilia maka dari itu pendarahannya sedikit sulit untuk dihentikan," seakan mengetahui apa yang ada dalam benak Haikal saat ini, dokter pria itu menjelaskan kekhawatiran Haikal mengenai darah Luna.

"Adik saya memang punya riwayat hemofilia, turunan dari bunda," jelas Radika membenarkan ucapan dokter itu.

Bukan rahasia lagi dikalangan keluarga Radika jika Niana menurunkan penyakit hemofilia pada Luna putri semata wayangnya, sebab dari itu jika keduanya terluka barang sedikit saja darahnya akan keluar seakan ada luka besar dan pedarahannya pun sulit untuk dihentikan.

"Kenapa gak cerita?" keluh Haikal pada Radika.

"Lo gak pernah nanya goblok," balas Radika sebelum akhirnya ia pergi untuk mengurus administrasi Luna, agar bisa dipindahkan ke kamar inap.

***

Luna menatap satu persatu orang-orang yang berada dalam ruang inap, jangan lupakan ia yang tersenyum canggung karena diperhatikan oleh beberapa pasang mata seakan Luna adalah tersangka dalam satu masalah. Belum lagi ia menatap kedua sahabatnya dengan tatapan iba, bagaimana tidak mata keduanya sembab setelah menangis kejar karena melihat baju Haikal yang penuh darah, mereka takut jika Luna mungkin akan amnesia setelahnya.

"Sekarang Luna udah sadar, jadi ceritanya gimana sampai tuh anak ada diranjang itu?" timpal Radika memecah keheningan.

Menghela nafas berat, "Jadi—"

"Ceritanya—"

"Luna, biar gue yang jelasin yah honey? Lo istirahat, jangan buat gue khawatir"

Luna seketika terdiam dengan wajah yang merona, pasalnya ia malu ketika Haikal berucap dengan nada khawatir jangan lupakan tatapan sendu lelaki itu, belum lagi ia mengucapkan kata honey di depan banyak orang. Aah mau taruh dimana muka Luna.

Sedangkan Nesta tersenyum kecut, ketika melihat untuk pertama kalinya Luna merona setelah mendengar kata yang sering ia ucapkan untuk gadis itu, namun kali ini ucapan itu keluar dari mulut lelaki lain. Lain halnya dengan Haikal yang mulai menceritakan keseluruhan ceritanya pada Radika, dibantu dengan penjelasan singkat dari Sam.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang