41

502 64 5
                                    

Setelah beberapa minggu menyelam dalam rasa kesedihan, kini Luna bisa berkativitas seperti biasanya, hatinya sudah mulai bisa melupakan kejadian beberapa minggu lalu, tapi tetap saja ia akan secara alamiah memberikan tatapan datar dan dingin pada Winda, Radika atau pun Haikal. Berbicara tentang Winda, ternyata gadis itu masih memiliki muka untuk kembali ke rumah Nenek Luna bahkan Luna masih ingat gadis itu yang pulang dengan keadaan kacau keesokan harinya, terus ia membual tentang bertemu dengan sang mantan.

Mendengar cerita Winda tentu saja Luna tertawa karena itu, perutnya sakit ketika melihat secara langsung drama yang dimainkan adik sepupu Radika, bahkan ia tak perduli saat sang nenek memberikan tatapan tajam ketika keadaan wajah Winda yang meninggalkan beberapa memar dan bekas luka.

"Aku bertemu lelaki brengsek itu, dan dia kembali memukuli ku, padahal kita sudah tak lagi menjalin hubungan," kalimat itulah yang membuat perut Luna kesakitan karena tertawa.

Mengingat hari itu membuat Luna geleng-geleng kepala, kali ini ia benar-benar melihat sifat asli gadis itu, ia hanya bisa tersenyum jika mengingat bagaimana cara Winda untuk menarik perhatian Olivia, Radika dan Haikal.

"Kasihan mereka jika tau bagaimana sifat asli gadis itu," gumam Luna sembari membuka kulkas mencari minuman dingin untuk menghilangkan rasa hausnya di siang hari seperti ini.

"Lo ngomong apa?" Luna memejamkan mata sejenak, ia terkejut akan kehadiran Mel yang tiba-tiba saat ia menutup pintu kulkas, ingin sekali ia menonjok wajah lelaki itu namun dengan cepat ia memasang ekspresi datar seakan tak minat pada kehadiran Rakamel.

Sedangkan Mel seketika menarik baju Luna dan hampir membuat gadis itu terjatuh, yang pada akhirnya ia dihadiai tatapan tajam. Suasana di dapur saat ini benar-benar hening, pasalnya Luna tak tertarik akan kehadrian Mel namun lelaki itu malah terus menghalanginya untuk kembali ke kamar.

"Apa? lo mau apa?" akhirnya setelah beberapa menit terdiam, Luna membuka suara juga bahkan menatap Mel tanpa minat.

Bukannya menjawab Mel malah menundukkan wajahnya sedikit hingga sejajar dengan Luna, seakan mencoba untuk membuat gadis itu salah tingkah namun yang terjadi malah ia sendiri yang kena batunya, ketika Luna hanya menghela napas dan tak melepaskan tatapannya dari Mel, jika lelaki itu pikir Luna akan luluh dengan hal-hal seperti ini, maaf saja hatinya sudah kebal.

"Ngomong atau biarin gue lewat, eneg gue lihat muka lo," sahut Luna dengan nada yang rendah, sesaat irisnya bertemu dengan Winda yang berdiri dibelakang Mel sebelum ia sedikit terkejut ketika melihat Haikal setelahnya.

Sial, kenapa jantungnya masih bereaksi pada lelaki itu? bukankah mereka sudah berdiskusi untuk melupakan Haikal. Wahhh hati dan otaknya memang tak bisa dipercaya, tapi tenang saja Luna tak akan seluluh itu kali ini.

"Gue tau lo lagi proses balas dendam kan? sampai mana lo nyari informasi tentang Winda, saat gue ada di depan lo?" ucap Mel dengan setengah berbisik, jangan lupakan senyuman songongnya itu benar-benar membuat Luna ingin meninjunya.

"Hubungannya sama lo apa? lo gak lagi jadi mata-mata kan? kan lo dukung bestai lo itu selingkuh," balas Luna kali ini ia memberikan tatapan meremehkan pada Mel.

Pletak~

"Gue tau lo kecewa sama kita, tapi jangan sapu ratain juga dong kalau kita dukung kelakuan Haikal sama Radika, gue juga udah berbusa tau ngingatin tuh anak, lagian gue gak suka sama Winda gak pernah suka, apa hebatnya gadis yang selalu playing victim seperti dia?" celetuk Mel ketika berhasil memukul kepala Luna pelan.

Sesaat Luna terdiam, tentu saja ia menatap Mel dengan kesal namun otaknya tengah mencerna ucapan lelaki itu. Memang Luna tahu jika seorang Rakamel tak pernah menyukai Winda dan ia tahu itu dari Salsa, setelah beberapa hari ini mereka menyusun rencana bahkan mencari informasi lebih tentang Winda.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang