Salsa melirik ke arah Luna yang hanya memainkan pulpennya dan menatap kosong ke papan tulis, beruntung saat itu guru tengah sibuk menerangkan dan tak menyadari kelakuan Luna. Berulang kali Salsa menyenggol lengan gadis itu, namun tak ada respon sepertinya seorang Aluna Maisie tengah nyaman berada di dunianya sendiri. Lelah dengan pemikirannya, kini Luna menyandarkan kepalanya ke meja, menatap ke arah jendela dengan kosong.
Ucapan Haikal terus terulang dalam ingatannya, perlakuan lelaki itu padanya bahkan cara Haikal memerhatikan image dan namanya membuat Luna merasa bagaikan orang bodoh saat ini. Ia terlalu senang melihat Nesta, bahkan tak memikirkan kemungkinan jika ia memeluk lelaki itu di depan banyak orang.
"Lun, lo gak mau ke kantin?" tanya Salsa setelah bel sekolah berbunyi, yang di panggil masih tak merespon membuatnya menggeleng dan menghela nafas. "Aluna Maisie!" panggil Salsa sekali lagi, dan kali ini ia berhasil. Buktinya Luna menatapnya dengan tatapan kosong.
Menangkup wajah Luna, "Lo mikirin apa sih? Haikal? Nesta? Atau omongan orang?" dengan nada khawatirnya Salsa bertanya, membuat seutas senyum tercetak di wajah sahabatnya itu.
Menggeleng, "Gak ada, yuk kita ke kantin," jawab Luna sembari melepaskan tangan Salsa dari wajahnya dan memilih untuk melangkah terlebih dulu. Hanya helaan nafas yang lolos dari bibir ranum Salsa, kala melihat sikap Luna yang berbeda dari biasanya.
Dengan tatapan kosong Luna berjalan, meninggalkan Salsa di belakang. Ia terlalu sibuk dengan pemikirannya sendiri, hingga tak menyadari Nesta berdiri di depannya dengan senyuman manis. Lelaki itu mengerutkan keningnya saat melihat raut wajah Luna yang berbeda. Tanpa pikir panjang ia menahan tangan gadis itu yang sempat membuat sang empunya terkejut.
"Kenapa sih lo beda banget? Luna yang gue kenal gak pernah masang ekspresi seperti ini"
Luna sempat terkejut sebelum akhirnya ia tersenyum hangat pada Nesta, "Cuman Nesta yang bisa ngertiin gue," jawab Luna yang membuat Nesta ikut tersenyum.
"You need a picnic"
"Mmm, maybe, cause I think my brain is already overload"
Luna tertawa diakhir ucapannya, tak lupa ia juga memukul Nesta, sebuah ritual jika ia tengah tertawa. Hingga irisnya tak sengaja bertemu dengan iris Haikal yang berada tak jauh di belakang Nesta, seketika tawanya perlahan menghilang digantikan dengan raut bersalah. Melihat perubahan ekspresi wajah Luna, Nesta meraih wajah mungil gadis itu dan menatap lekat mata sang gadis mencoba untuk mencari tahu ada apa dengan Aluna Maisie saat ini. Namun yang ia lihat hanyalah kesedihan dan rasa bersalah.
"Lo jatuh cinta sama cowok itu?"
Skak Mat, Luna menatap Nesta dengan tatapan terkejut ia bingung harus menjawab dan bereaksi seperti apa, pasalnya pertanyaan Nesta berhasil membuat degupan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Tak tahu harus bagaimana, Luna melepaskan wajahnya dari tangan Nesta tak perduli jika dirinya kini menjadi bahan tontonan orang-orang di koridor.
"Gila lo yah? Mana mungkin gue—" ucapan Luna menggantung saat sekali lagi irisnya bertatapan dengan Haikal yang masih setia berdiri di belakang sana dengan tampang tak perduli?. "Gue, ma-maksud gue..."
"Please, jadi diri lo sendiri"
Seketika Luna tertunduk dengan senyuman miris, ia merasa buruk setelah mendengar perkataan Nesta yang mana ada benarnya. Hari ini ia menjadi Aluna Maisie yang lain, ia sadar jika sedari tadi pagi ia seakan menjadi orang lain. Sepanjang perjalanan hidupnya ia tak pernah merasa seburuk ini, merasa bersalah pada hal yang tak tahu apakah itu benar atau tidak. Dadanya perlahan naik turun mencoba untuk menahan cairan bening untuk tak lolos, ia tak mau menjadi bahan tontonan lebih lama lagi, hingga ia memutuskan berbalik dan meninggalkan koridor dengan perasan campur aduk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna [COMPLETED]
Teen FictionAuthor: DYALOVAA Aluna Maisie seorang gadis yang baru saja menginjakkan kakinya di Jakarta, harus dikejutkan dengan rumor yang beredar jika dirinya adalah kekasih dari seorang lelaki bernama Haikal Mahardika. Sosok yang bahkan tak pernah ia temui, t...