48-END

1.5K 84 5
                                    

After a few days~

Aluna menggeliat dari balik selimut, berulang kali ia mengerang dalam tidurnya bahkan tak jarang sesekali membuka mata hanya untuk melihat apakah matahari sudah begitu tinggi atau masih belum muncul, pasalnya ia enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya itu namun mengingat hari ini ia harus ke Arnesia tak ada cara lain selain mengecek keadaan dan waktu. Lima menit lagi, itulah yang selalu digumamkan Luna saat melihat jam yang masih menunjukkan pukul 8 pagi, sedangkan jadwal penerbangan gadis itu pukul 3 sore.

Dua buah koper berwarna lilac dan satu ransel juga sling bag berada di depan ranjang gadis itu, membuat Luna sadar hari ini ia benar-benar akan meninggalkan tanah kelahirannya. Ada rasa senang dan juga sedih, senangnya ia bisa melanjutkan pendidikan dalam bidang yang ia sukai, sedihnya ia harus berpisah untuk sementara dengan teman-temannya.

Hhh

Aluna menghela napas berat dengan mata yang masih terpejam, ia naikkan selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya itu, seketika dadanya terasa sesak dan ia kembali menangis ketika meningat pembicaraannya dengan Haikal semalam. Luna heran sekeras apa pun ia mencoba untuk menjauh dari Haikal, lelaki itu selalu punya banyak macam cara untuk mendekat.

"Gue minta maaf, kali ini benar-benar maaf karena gak bisa jagain lo seperti janji gue dulu, maaf udah buat luka untuk lo, maaf karena gue masih belum bisa jadi pacar yang baik dulu untuk lo, dan juga terima kasih karena lo gue sadar lain kali gak boleh berpikir kalau mendua adalah hal yang bisa dimaafkan"

"Baik-baik di sana, kalau pun kita gak bisa bersama sebagai sepasang kekasih, bisakan terima gue sebagai teman lo? Gue tau gak ada namanya pertemanan antara mantan, tapi mau gak kita buat itu jadi mungkin, sebab gue masih belum bisa ngelepasin lo dari kehidupan gue, jangan salah paham gue udah ikhlas kok setelah berpikir beberapa hari terakhir ini, benar yang dikatakan orang-orang, gue harus rela kalau hubungan kita udah berakhir, biar bisa ngelanjutin langkah gue lagi"

"Maaf nyakitin lo disaat gue yang pertama datang ke kehidupan lo sebagai pacar, udah jangan nangis, kayak anak kecil aja ih"

Radika melipat kedua tangannya di depan dada, sembari menatap Luna dari balik selimut. Ia tahu gadis itu tengah menangis, maka dengan hati-hati ia menutup pintu kamar Luna dan menarik kursi untuk duduk dan menonton acara tangisan sang adik sepupu yang Radika tebak itu pasti ulah Haikal.

Pasalnya Radika semalam ada ditempat yang sama dengan keduanya, jadi ia mendengar pembicaraan sepasang mantan kekasih itu. Dada Radika juga sesak, jika mengingat bagaimana dulu Haikal selalu excited mendengar cerita tentang Luna, atau bagaimana ekspresi sang adik sepupu ketika melihat Haikal pertama kali, sebelum mereka berakhir dengan saling menyakiti seperti ini.

Suara tangisan kecil Luna membuat helaan napas Radika lolos, sesaat ia terdiam menatap selimut berwarna abu-abu itu dengan sendu, sebelum tangannya perlahan menyibak selimut itu yang mana dibiarkan Luna. Tawa kecil menghiasi wajah Radika, ia merasa lucu ketika melihat sang adik sepupu yang menangis dengan mata masih terpejam.

"Ini masih mau tidur, atau mau nangis?" celetuk Radika diselingi tawa kecil, yang sukses membuat Luna membuka mata dan menatap sang kakak sepupu dengan tajam.

"Dua-duanya," Radika menggeleng kala mendengar jawaban Luna yang mana gadis itu kini mengubah posisinya menjadi duduk, tak lupa ia memperbaiki penampilannya yang sedikit berantakan.

"Jadi gimana?"

Luna menghela napas sejenak, sebelum ia tersenyum menandakan jika semuanya baik-baik saja. Setelah masalah percintannya itu, hari ini adalah hari pertama ia bangun dengan perasaan yang tenang dan dada yang begitu ringan, seakan bebannya telah ia lepaskan semalam, dan ia mulai berdamai dengan keadaan.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang