46

591 79 4
                                    

Soraya tak henti-hentinya menatap Luna dengan tajam, wanita itu benar-benar membuat Luna merasa terintimidasi, bagaimana tidak sedari Ibu Radika itu sampai di rumah Olivia ia terus saja menjadikan Luna sebagai objek yang paling ia minati. Melihat itu tentu saja Radika kesal, pasalnya ia tahu jika sang ibu ingin mengucapkan sesuatu atau menunggu Luna untuk bersuara.

"Mau sampai kapan bunda ngelihatin Luna terus?" celetuk Luna pada akhirnya, ia kesal sendiri jika terus diperhatikan tanpa wanita itu berucap.

Sesaat Soraya menghela napas berat, dan Luna tahu apa yang mengganjal dalam benak wanita itu. Setelah Luna beremuk dan membicarakan mengenai dirinya yang harus melanjutkan sekolah di Arnesia itu, Soraya menunjukkan tanda-tanda tidak setuju. Bukan karena apa wanita itu masih belum percaya jika Luna harus tinggal sendirian di negeri orang.

"Kan bunda juga udah setuju ma, ayah juga, mereka pasti mutusin ini secara matang, jadi kita hanya bisa ngikutin alur aja, toh Luna ke Arnesia untuk ngelanjutin pendidikan, apalagi ini adalah jurusan yang paling ia minati," Luna mengangguk kala Dika mewakili dirinya untuk berucap.

"Ia kamu ini, ngelepasin Dika aja bisa masa ngelepasin Luna gak bisa?" sambung Dion yang sukses membuat dirinya mendapatkan tatapan tajam dari sang istri.

"Yah beda lah pa, Radika kan cowok nah Aluna? Dia kan baru ngalamin hal yang gak enak, bagaimana bisa aku setuju untuk ngelepasin dia ke negri orang?" hardik Soraya yang membuat Luna memasang ekspresi sedihnya.

"Ayolah ma, bunda juga udah setuju, jangan buat Luna sedih loh," sahut Radika kali ini ia menarik sang adik sepupu ke dalam pelukannya, mengusap lembut rambut gadis itu.

Mengangguk, "Yah bun, Luna gak bisa pergi kalau gak dapat restu dari bunda juga," Radika dan Dion serempak mengangguk, mengiakan ucapan Luna.

"Udah lah Soraya, izinin aja tinggal kamu loh yang belum kasih izin," kali ini Olivia ikut andil dalam membujuk wanita itu.

"Tapi kan ma—"

"Mama tau kamu khawatir, bukan hanya kamu kita semua juga khawatir untuk ngelepasin Luna ke negeri orang, tapi dia punya cita-cita yang harus ia gapai, bukankah egois untuk tetap menahannya?"

Soraya hanya bisa menghela napas kala sang mertua memotong ucapannya itu, sesaat ia menatap sang gadis yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri. Terlihat Aluna penuh harap, membuat ia tak tega untuk tak memberi izin padanya. Dengan pelan ia pun mengangguk setuju, hal yang berhasil membuat senyuman Luna mengembang.

"Makasih, akhirnya Luna bisa tenang juga," ucap Aluna sembari beranjak memeluk sang bunda dengan senyuman manisnya itu.

"Tapi dengan syarat bunda ikut mama kamu untuk nemanin kamu selama sebulan di Arnesia," Luna hanya mengangguk, ia menyetuji syarat itu. Membuat Dion menghela napas berat, dan Radika mencoba menahan tawa karena reaksi sang ayah.

"Sebulan itu lama loh Soraya," rajuk Dion tak lupa ia menarik baju sang istri dengan wajah memelas.

Menatap Dion jijiik, "Eii, lihatlah bayi besar ini, kamu bisa kan mengurus diri sendiri selama sebulan? Kalau gak sanggup tinggal aja dulu di sini, Bik Nia bisa ngurusin kamu," celetuk Soraya yang sontak membuat Radika, Olivia dan Luna tertawa karena itu.

Bukankah sudah dijelaskan kalau saja Dion tipe suami yang tidak bisa jauh-jauh dari sang istri? Bahkan Radika akui bagaimana manja ayahnya itu pada sang ibu. Bahkan pernah sekali Radika dan Dion saling bersitegang hanya karena Soraya yang terlalu banyak menghabiskan waktu bersama sang putra, membuat Dika heran sendiri memangnya dia bukan anak Dion apa, sampai pria itu cemburu padanya.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang