Luna berjalan menuju salah satu ruangan di mana Salsa tengah mengajar anak-anak yang belum masuk sekolah membaca, setelah bermain dengan anak-anak panti yang lainnya membuat Luna sedikit kelelahan dan memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia takjub kala memasuki ruangan di mana Salsa berada dan melihat gadis itu yang auranya benar-benar berbeda, gadis itu seakan cocok menjadi seorang guru.
Tak ingin menganggu Salsa, Luna hanya duduk sembari mendengar bagaimana gadis itu menerangkan dengan suara yang lembut, seakan Luna melihat orang lain saat ini jika ia mengingat bagaimana kepribadian Salsa. Hingga ia terpikirkan untuk mengirim pesan pada Nesta, baru saja ia hendak membuka layar ponselnya, benda persegi itu sudah berpindah tangan membuatnya refleks memberikan tatapan tak suka pada Haikal yang berdiri di depannya dengan tatapan penuh selidik.
"Lo mau ngapain? Mau nge-chat Nesta?" tanya Haikal sembari memberikan tatapan tak suka pada Luna.
Menghela nafas, lalu melihat ke arah Salsa dan anak-anak yang kini tengah memperhatikan mereka, "Ikut gue," ucap Luna sembari memegang tangan Haikal, "Lo lanjutin aja, maaf mengganggu," dengan senyuman manisnya Luna melanjutkan ucapannya sebelum ia menarik Haikal untuk keluar dari ruangan itu.
Beruntung saat ini orang-orang tengah sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing hingga Luna bisa berjalan menuju taman di mana pohon besar berada, dengan kesal ia pun menghempaskan tangan Haikal, memejamkan matanya sejenak sebelum ia menatap lelaki itu dengan penuh kekesalan. Sedangkan Haikal? ia hanya menatap Luna dengan datar, seakan ekspresi gadis di depannya itu tak membuatnya takut atau khawatir.
"Lo kenapa sih? Bukannya tadi lo udah jinak?" tanya Luna dengan nada suara yang sebisa mungkin tak terdengar kesal.
"Lo tahu gak apa yang gue pikirin selama main bola sama anak-anak yang lain?"
Aluna hanya mengedikkan bahunya tanda tak tahu dan bagaimana mungkin ia bisa tahu, hei dia bukanlah seorang gadis yang memiliki kekuatan super dia hanya gadis biasa yang mengandalkan insting kepekaannya bukan kekuatan super seperti di film-film.
"Yah mana gue tahu, yang punya pikiran kan elo bukan gue, jangan ngada-ngada deh," jawab Luna sembari menyibak rambutnya.
"Gue mikir gini, gimana kalau gue ninggalin lo sendiri terus lo chat-an sama Nesta, ketawa terus bahagia. Padahal kan itu tugas gue sekarang, ia kan?" jelas Haikal yang ikut menyelipkan rambut Aluna ke telinga, ia sedikit risih melihat rambut gadis itu yang tertiup angin.
Mendengar ucapan Haikal, Luna hanya bisa melongo. Bagaimana bisa ia serandom itu? astaga Luna dibuat terkejut akan pemikiran Haikal yang menurutnya itu sama sekali tak penting, hanya menguras tenaga saja untuk memikirkannya.
"Astaga, jadi itu alasannya lo nyariin gue?"
Haikal hanya mengangguk bak anak kecil yang baru saja dimarahi karena bermain kotor, sesaat Aluna memejamkan matanya tersenyum kecut dan menatap Haikal dengan tajam.
"Haikal jangan gila deh, lo lupa kalau gue hanya nyetujuin permainan ini kalau di sekolah doang, kalau di luar seperti ini lo tahu, gue bukan pacar lo"
"Dan lo lupa, kalau gue bilang gue mau serius dalam hubungan ini?"
Lagi, Aluna terdiam ia menatap iris Haikal dimana lelaki itu sama sekali tak bergeming, membuat Luna sadar kali ini seorang Haikal Mahardika tidak dalam keadaan bercanda. Sesaat Luna merutuki dirinya, bagaimana bisa ia menjadi selemah ini? Terlebih lagi secara tak langsung mengiakan pertanyaan Nesta yang mana hal itu di dengar sendiri oleh Haikal.
Sesaat keeduanya hanya saling bertatapan sebelum akhirnya Luna memutuskan kontak mata mereka dan menunduk sejenak, menghela nafas panjang dan meremas ujung kemejanya dengan kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna [COMPLETED]
Teen FictionAuthor: DYALOVAA Aluna Maisie seorang gadis yang baru saja menginjakkan kakinya di Jakarta, harus dikejutkan dengan rumor yang beredar jika dirinya adalah kekasih dari seorang lelaki bernama Haikal Mahardika. Sosok yang bahkan tak pernah ia temui, t...