42

474 64 7
                                    

Nesta menendang mobilnya dengan helaan napas kasar yang lolos, begitu pun dengan Mel ia meninju udara saat mereka tak bisa menemukan ke mana Putra membawa Luna, sudah hampir tiga jam dan mereka masih belum juga mendapatkan informasi tentang keberadaan gadis itu. Sam menelpon beberapa temannya yang mungkin dekat dengan Putra, tapi sayang ia tak mendapatkan infornasi apa pun.

"Gue gak bisa maafin orang yang berada di balik ini semua kalau Luna sampai kenapa-napa," sahut Nesta penuh amarah kala menatap Sam dan Mel secara bergantian.

"Lo pikir cuman lo yang khawatir sama Luna? kita semua khawatir Nes!" balas Mel yang tersulut emosi, tidak mereka tidak saling bertengkar mereka hanya marah pada diri mereka sendiri karena masih belum menemukan Luna.

Sheina yang terdiam sembari menatap hamparan padang rumput di depannya sesekali berdoa agar Luna baik-baik saja, setidaknya gadis itu harus kuat sampai mereka menemukan posisinya. Sedangkan Salsa menangis dalam diam ketika ia masih terkejut sebab melihat Luna diculik tepat di depan matanya. Tangannya bergetar, yang membuat Mel segera menenangkan gadis itu, ia tak mau Regam memukulnya kalau saja Salsa memiliki trauma setelah ini.

"Pikirin ke mana lagi Putra biasa pergi," sahut Esar yang baru saja sampai setelah mengecek rumah kosong yang terletak tak jauh dari tempat mereka.

Sam hanya menghela napas berat, ia memaki Putra yang bisa-bisanya kembali berulah saat tahu dia mungkin akan berhadapan dengan Radika dan Rakamel. Berulang kali ia menelfon lelaki itu namun sial Putra mematikan ponselnya.

"Udah coba lacak lokasi Luna dari ponselnya?" tanya Sam pada Nesta yang mana lelaki itu seketika memukul jidatnya dengan sedikit keras, begitu pun Mel.

Karena panik dan sibuk mengejar mobil yang di tumpangi Putra mereka tak berpikir untuk melacak ponsel Luna, dengan segera Nesta meraih benda persegi dari saku jaketnya kemudian melacak lokasi Luna belum beberapa menit ia berkutat, lelaki itu sudah menghela napas berat sembari menatap Mel dan menggeleng. Tentu saja melihat itu mereka semua putus asa, terlebih lagi dengan ponsel gadis itu yang diluar jangkauan. Sial kenapa semuanya semakin rumit saja.

Berbeda dengan keadaan Nesta dan yang lainnya, kini di sebuah rumah yang jauh dari perkotaan tengah di landa dengan kegaduhan saat Luna sekali lagi memberontak ketika salah satu dari lelaki yang menculiknya itu berulang kali mencoba untuk melecehkannya.

Plak~

Sekali lagi Luna menerima tamparan di pipinya saat ia berhasil mengigit lengan lelaki itu, dan kali ini tamparan itu begitu keras buktinya bibir cerinya itu pecah dan mengeluarkan darah. Ingin sekali Luna menangis namun ia hanya diam mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia tak bisa berbuat banyak saat matanya masih saja ditutupi dan tubuhnya yang diikat ke sebuah kursi, namun sebisa mungkin Luna harus tetap tenang walaupun di kondisi seperti ini.

"Ahhh, sial, katanya boleh di lecehkan kenapa nyentuh dia aja gue harus dapat luka ini?" protes lelaki dengan suara yang sedikit berat.

"Tapi lo serius mau nidurin dia? emang boleh sih, tapi gue saranin gak, kita dibayar untuk nyulik bukan untuk jadiin budak nafsu," tubuh Luna bergetar kala mendengar jawaban dari lelaki yang lain. Seketika otaknya blank tak tahu harus memikirkan apa lagi.

Deg~

Luna menahan napasnya kala seseorang menarik wajahnya, sesaat ia bisa merasakan napas lelaki itu yang menyapa permukaan kulitnya, tidak Luna tidak boleh lemah seperti ini, ia harus berpikir agar bisa lolos dari tempat ini atau pun mencari pertolongan.

"Aahh bangke, kalau aja saat itu lo gak buat gue malu di depan umum dan di depan teman-teman gue, mungkin lo gak akan di sini dan gue gak akan nerima tawaran gadis jalang itu," Luna menajamkan pendengarannya, ia tak asing dengan suara ini namun kenapa di saat seperti ini otaknya malah tidak bisa di ajak berkompromi.

Aluna [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang