FOURTY THREE

1.2K 54 2
                                    

Happy reading

"Aduh lo berdua tolol banget sih! Cepet panggil ambulan anjing!" teriak Gio menyadarkan mereka dari apa yang terjadi barusan.

Aksa mengambil ponselnya dan menelpon ambulan.

Erland menepuk-nepuk pipi Ica agar gadis itu sadar. Air matanya sudah berada diujung.

"Ca bangun Ca, bangun. Buka mata lo, ambulan bakal dateng sebentar lagi, buka mata kamu, sayang."

Akhirnya air mata itu turun juga. Erland tak kuasa menahannya melihat tubuh sang kekasih terbaring lemah di pangkuannya sekarang. Tangannya mencoba menutup luka Ica agar darah tidak mengalir terus menerus.

"ICAAAA."

Teriakan Valen membuat semua orang menoleh. Dia berlari dan menjatuhkan dirinya di samping Ica dan diikuti oleh Felis. Tangannya bergetar menutup mulutnya melihat banyaknya darah. Tangisnya sudah pecah dari tadi.

"Ca..." Felis memandang sendu ke arah sahabatnya itu. Perlahan dia menitikkan air mata.

"Ca ayo bangun, ini gue Valen. Tadi lo minta yupi kan? Ayo kita beli sekarang. Sebanyak apapun yang lo mau, gue pasti beliin. Ayo buka mata lo, Ca."

Valen menarik-narik tangan Ica seakan mengajaknya pergi. "Ca, gue bilang bangun sekarang. Kita beli semua apa yang lo mau."

Gio memalingkan wajahnya tak kuasa melihat pemandangan di depannya. Dia mendongakkan kepalanya agar air matanya tidak jatuh.

Aksa mondar-mandir menunggu ambulan yang tak kunjung tiba.

"Ambulannya mana?! Kenapa lama banget?!" teriak Valen histeris.

Rafa mencoba mendekatinya dan menenangkannya. Valen menangis dengan keras di pelukan Rafa.

"Sstt... Bentar lagi ambulan dateng. Sabar sebentar," ucap Rafa menenangkan dan mengelus rambut Valen.

"Ica pasti kesakitan, Kak," ucap Valen lemah.

Erland sedari tadi menciumi seluruh wajah Ica sambil membisikkan kata menyuruh Ica bangun. Air matanya yang terjatuh memenuhi wajah Ica.

Tak lama ambulan datang. Erland bergegas mengangkat tubuh Ica dan meletakkannya di brankar.

"Lelet banget lo! Siput aja kalah tau nggak?!" maki Aksa pada petugas ambulan itu.

"Heh anak orang jangan dimarahin." Kenzo menarik Aksa menjauh dari sana. Jika tidak, mulut cantik Aksa pasti akan terus memaki dan memarahi petugas ambulan itu.

Ambulan itu segera melaju menuju rumah sakit terdekat. Sirine ambulan yang sudah familiar di telinga orang-orang juga dinyalakan. Di dalam ambulan, Ica berbaring dengan dua orang perawat yang sibuk menghentikan pendarahan.

Erland yang juga turut berada di sana hanya bisa menunduk diam di samping Ica sambil menggenggam tangan Ica. Bibir tipisnya terus saja berucap "bangun". Berharap Ica akan bangun juga.

Tak butuh waktu lama, ambulan telah sampai di rumah sakit. Ica mendapat pertolongan dengan cepat. Dia dibawa ke ruang UGD dimana sudah ada dokter yang akan menangani di sana.

Erland duduk di kursi depan UGD. Dia terus melihat ke arah ruangan itu berharap semoga gadis yang dicintainya baik-baik saja.

"Kak, Ica dimana?"

Valen datang dengan tergesa-gesa dan langsung mewawancarai Erland. Di belakangnya juga ada Felis dan teman-teman lainnya.

"Kak, Ica ada dimana sekarang?" desak Valen yang sudah khawatir akan keselamatan sahabatnya.

VASSILISCA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang