TWENTY ONE

1.2K 91 10
                                    

Harap vote dulu sebelum membaca :)
.
.
.
.
Happy reading 🍂✨

Malam ini menjadi malam terakhir untuk camping. Besok pagi mereka sudah harus kembali ke Jakarta lagi. Dan tadi juga sudah selesai dilaksanakannya acara api unggun.

Tidak ada yang menarik di acara api unggun tadi, hanya ada murid perwakilan kelas yang membaca puisi, atau pun bernyanyi. Tidak seru, hanya biasa saja.

Dan setelah pulang dari hutan tadi Ica dan Erland tidak bertemu atau berbicara satu kata pun. Mereka selalu menghindar satu sama lain. Mereka masih terlalu canggung mengingat kejadian di bawah pohon tadi.

Dan sekarang, Ica sedang berada di tempat yang tak jauh di area perkemahan. Dia duduk di salah satu batu besar yang menghadap ke arah sungai.

Dia tidak bisa tidur. Mungkin karena tadi dia sudah tidur lama selepas pulang dari hutan. Alhasil sekarang dia terjaga sendirian. Teman-teman sudah tertidur pulas di dalam tenda.

Tidak banyak yang dia lakukan, hanya memandangi gemercik air sungai dan sesekali memandang ke atas langit yang indah oleh keberadaan rembulan yang bersinar terang di kelilingi oleh taburan bintang.

Ica benar-benar mengutuk dirinya sendiri kenapa dia tidur terlalu lama tadi siang. Sekarang, dia harus terjaga sendirian kan.

Tidur bersama Erland di goa kemarin lebih menyenangkan daripada terjaga sendirian seperti ini. Eh kenapa dia malah memikirkan Erland?

Ica mendengus sebal saat memikirkan Erland dia malah mengingat kejadian tadi. Dia berusaha melupakannya tapi tidak bisa. Hufft ya sudahlah.

"Ekhm." Terdengar suara deheman yang berasal dari belakang Ica. Dia pun membalikkan badan untuk melihat siapa yang berdehem itu. Apakah guru? Apakah murid? Atau bahkan penunggu sungai ini? Ica bergidik membayangkannya.

Setelah dia membalikkan badannya terlihatlah jelas sosok manusia dihadapannya. Itu bukan guru apalagi makhluk penunggu sungai yang dia bayangkan tadi.

Dia adalah Erland. Erland yang saat ini berdiri di belakangnya, mmm...tapi sekarang sudah berada di hadapannya. Dan pasti Erland juga yang berdehem tadi.

"A-ada apa?"tanya Ica gugup. Bagaimana bisa orang yang ada dipikirannya tadi sekarang berada tepat di hadapannya.

"Tidak ada."

Setelah itu hanya ada keheningan diantara mereka. Mereka sama-sama tidak tahu apa yang harus dilakukan. Satu kata yang mendeskripsikan suasana saat ini. Canggung.

"Mmm...kenapa lo ada disini?" tanya Ica memecah keheningan.

"Lo juga kenapa bisa disini?" Bukannya menjawab Erland malah bertanya balik.

"Gue nggak bisa tidur, makanya kesini."

"Gue sama kaya lo," balas Erland.

Erland lalu mengambil posisi di sebelah Ica. Dia duduk di batu yang sama dengan Ica. Karena batu itu cukup besar, sehingga dapat menampung mereka berdua.

Mereka juga sudah menghadap ke arah sungai. Mereka memperhatikan lekat-lekat sungai itu. Sampai Ica berbicara, "Batu itu hebat ya."

Ucapan Ica barusan membuat Erland menoleh ke arah Ica sambil menaikkan alisnya sebelah tanda tak mengerti. Tapi Ica tetap fokus pada batu yang berada di tengah-tengah sungai.

"Batu di tengah sungai itu hebat. Dia berkali-kali diterjang oleh ombak sungai. Bahkan mungkin bertahun tahun. Tapi dia tetap diam membiarkan berliter-liter air menerjang dan menabraknya setiap hari." Ica melanjutkan ucapannya.

VASSILISCA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang