THIRTY THREE

829 53 7
                                    

Vote sebelum membaca!
Komen di setiap paragraf!
.
.
.

Happy reading 🍂✨

Ica dan Rio menatap orang yang telah tidak sengaja menjatuhkan kursi tersebut. Dan orang itu adalah Bagas. Dia telah merekam semua perkataan Ica dengan Rio tadi.

Ica panik. Dia berusaha mengejar Bagas yang sudah keluar dari cafe tapi  tangannya terlebih dulu dicekal oleh Rio.

"Apa?!" teriak Ica tepat di muka Rio.

"Biarin aja dia sebarin ke Erland. Kan ini yang lo mau," ucap Rio dengan senyumannya.

"Gue.udah.bilang.gue.mau.berhenti." Ica mengucapkannya penuh dengan penekanan.

"Haha terlambat. Dia bakal kasih tau Erland dan Erland bakal tau semuanya. Dan seperti yang lo bilang di awal, Erland bakal hancur," ucap Rio dengan tawanya. Tawa jahat lebih tepatnya.

"Tapi gue nggak mau Erland hancur. Dan lo harus bantu gue selesein ini semua!"

"Ngapain gue bantu lo. Apa yang gue mau bakal terjadi. Gue mau lihat Erland hancur. Dan gue udah menantikan ini sejak lama."

"Lo gila!" umpat Ica dan mendorong dada Rio dengan keras hingga laki-laki itu terhuyung ke belakang.

Ica lari meninggalkan Rio dan pergi menuju rumah Erland. Dia harus menemui Erland sebelum Bagas mendahuluinya. Dia tidak mau Erland salah paham dan akhirnya kecewa terhadapnya.

Dia terus berlari di jalanan yang mulai sepi. Malam sudah menunjukkan pukul 11. Dia berlari sambil melihat jika ada taksi yang lewat. Tapi nihil. Tidak ada taksi sama sekali. Jika ada, itu pun sudah diisi oleh penumpang.

Sampai di rumah Erland, Ica mengetok pintu rumah itu dengan kasar. Berharap semoga Erland cepat keluar.

Setelah dibuka tampaklah wanita paruh baya yang merupakan bunda Erland. "Ica, kok malam-malam kesini. Ada apa?" tanya Maya melihat Ica yang malam-malam datang kerumahnya dengan rambut acak-acakan dan napas yang tidak teratur.

"Erland ada Tan?" tanya Ica cepat.

"Erland lagi keluar. Mungkin nongkrong sama temen-temennya," jawab Maya.

"Ya udah kalo gitu Ica nyusul Erland Tan," ucap Ica sambil mencium punggung tangan Maya.

"Kamu naik apa ke sana?" Maya sedikit berteriak karena Ica sudah berlari terlebih dahulu.

"Lari Tan," jawab Ica berteriak sambil meneruskan larinya.

Jarak rumah Erland dengan tongkrongan Erland biasanya lumayan jauh. Ica tidak sanggup jika harus disuruh berlari sejauh itu. Dari cafe ke rumah Erland tadi juga dia berlari. Tenaganya habis.

"Ck. Bego," umpat Ica saat sandalnya putus. Dia memang menggunakan sandal tadi. Dan sekarang sandalnya putus. Dia membuang sandal itu ke sembarang arah dan melanjutkan berlari tanpa alas kaki.

Tubuhnya lelah, kakinya juga sakit. Seperti lecet karena bergesekan dengan aspal. Air mata mulai turun ke pipinya. Dia kalut, takut, panik.

Dia tidak mau Erland mengetahuinya sekarang. Dia takut Erland meninggalkannya.

Ponsel. Bodoh, kenapa tidak dari tadi dia menggunakan ponselnya. Dia buru-buru mengambil ponsel dalam tasnya. Dia mencoba menelpon Erland. Tidak diangkat. Dia coba lagi. Tidak diangkat lagi. Dia mencobanya puluhan kali tapi tidak diangkat oleh Erland.

VASSILISCA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang