THIRTY TWO

911 46 0
                                    

Vote dulu sebelum membaca!!
.
.
.

Happy reading 🍂✨

Seorang laki-laki tampan dengan tubuh tegapnya memandang langit malam yang dipenuhi bintang. Matanya tertuju pada sekumpulan bintang yang entah membentuk apa. Tetapi pikirannya melayang ke sana kemari.

Sesungguhnya Erland terus saja memikirkan perkataan Rio waktu itu. Ditambah dengan teman-temannya yang mengatakan orang baru di hidupnya itu adalah Ica.

"Sebentar lagi waktunya lo akan hancur oleh orang tersayang lo sendiri."

"Orang baru dalam hidup lo."

Benar. Orang baru sekaligus orang tersayangnya dalam hidupnya adalah Ica. Apakah dia akan hancur karena Ica? Hancur karena apa? Apa Ica akan meninggalkannya?

Tapi Erland terus saja menepis kemungkinan-kemungkinan buruk yang berada di pikirannya. Dia tetap bersikap biasa seolah-olah dia baik-baik saja. Terus berbuat baik kepada Ica, tidak mencurigainya, tidak menyelidikinya.

Dia percaya kepada Ica. Dia percaya bahwa Ica tidak akan menghancurkannya. Dia percaya, sangat percaya. Semoga saja Ica tidak menghancurkan kepercayaan itu.

Semoga saja

✨✨✨✨✨

Ica berjalan menyusuri koridor sekolah dengan langkah lesu. Tidak ada semangat. Kantong mata terlihat jelas dibawah matanya. Sesekali dia menguap lebar menyebabkan siswa lainnya memandangnya aneh.

"Kenapa lo kaya orang banyak cicilan aja lo," tanya Valen setelah Ica duduk di bangkunya.

"Diem lo! Gue lagi nggak mau debat," balas Ica ketus dengan suara yang teredam karena gadis itu sekarang tengah menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Gue nanya baik-baik juga," jawab Valen kesal lalu dia pergi ke salah satu meja yang dikelilingi oleh anak perempuan. Bergosip.

Tak lama, Felis datang dan meletakkan tasnya di bangkunya. Dia melirik heran pada Ica yang masih menelungkupkan kepalanya.

"Valen! Ini anak tuyul kenapa?" teriak Felis kepada Valen yang asik bergosip bersama teman perempuan lainnya.

"Ga tau, banyak cicilan kali," jawab Valen mengangkat bahunya tidak peduli.

Percakapan Felis dan Valen tadi didengar oleh satu kelas, dan mereka juga tertawa mendengar jawaban Valen.

Mendengar tawa tersebut Ica langsung mendongakkan kepalanya dan menatap tajam teman-temannya.

Ica berdiri dan melangkahkan kakinya keluar kelas. "Mau kemana lo? Udah bel masuk ini," tanya Felis yang sudah duduk manis di bangkunya.

"Bolos," jawab Ica singkat.

Felis pun menghela napas. Dia tau Ica  sedang ada masalah, jadi dia biarkan menenangkan diri dulu.

Ica melangkahkan kakinya menuju rooftop sekolah. Dia mendudukkan dirinya di sofa tua yang berada di sana. Dia menyenderkan badannya dan memejamkan mata. Menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Sungguh menenangkan.

VASSILISCA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang