THIRTY FOUR

858 52 7
                                    

Vote dulu sebelum membaca!!
.
.
.
____________________
______________
Terkadang apa yang kita lihat itu bukan kebenaran. Lihat, dengar, dan pikir dulu untuk menemukan kebenaran.
_______________
____________________

Sekali-kali pake kata-kata 😌

Happy reading 🍂✨

Di kamar bernuansa ungu yang memiliki ukuran lumayan besar, seorang gadis berambut kecoklatan tengah menatap pigora yang didalamnya terdapat foto seorang anak perempuan dan laki-laki yang tengah saling merangkul. Mereka nampak tertawa dengan bahagia seolah tidak ada beban.

Ica menatap foto itu dengan sendu. Perlahan memorinya berputar yang berisi kejadian masa lalu.

Flashback on

Seorang gadis kecil dengan rambut sebahu berwarna kecoklatan tampak berlari-lari mengejar laki-laki yang tampak lebih tua darinya.

Gadis itu berusia 7 tahun, sedangkan laki-laki yang tengah dikejarnya berusia 11 tahun. Mereka sedang bermain di taman saat ini.

"Bang Vinooo! Tungguin Ica," ucap gadis kecil itu dengan nada kesal. Dia duduk di tengah taman karena terlalu lelah mengejar laki-laki didepannya yang tak lain adalah kakak laki-lakinya sendiri.

Anak laki-laki itu, Vino menoleh kearah adiknya yang sudah terduduk di tanah dengan wajah kesalnya. Dia terkekeh pelan lalu menghampiri adiknya itu.

"Ayo sini bangun, jangan duduk di sini," ucap Vino sambil mengulurkan tangannya.

"Gendong..."

Ica merengek meminta di gendong, manja. Memang kalau bersama kakak laki-lakinya itu dia selalu di manja. Dan Vino juga senang memperlakukan Ica seperti itu. Ica adalah adik yang paling dia sayangi.

"Abang, beli ice cream itu," tunjuk Ica pada penjual ice cream.

"Oke princess."

Vino berlari menuju penjual ice cream dengan Ica yang berada di gendongannya. Ica tertawa senang dan melingkarkan tangannya di leher Vino.

Setelah membeli ice cream mereka duduk di salah satu bangku taman. Di situ Ica menikmati ice creamnya tanpa memperdulikan Vino yang menatapnya gemas.

Bruk

"HUWAAA."

Terdengar suara tangisan anak kecil yang sepertinya berusia sama seperti Ica yang tengah tersungkur. Anak itu jatuh saat dia sedang berlari.

Lalu orang tua anak itu pun menghampirinya dan menggendongnya untuk pergi dari sana.

"Kasihan Bang anak itu. Kakinya pasti sakit," ucap Ica prihatin.

"Kalau Ica yang jatuh pasti nangisnya lebih keras," ejek Vino menatap adiknya.

"Enggak. Kalo Ica yang jatuh Ica nggak akan nangis," balas Ica menatap kesal kakaknya itu yang sedang tertawa.

"Masa sih?"

"Iya lah," ketus Ica lalu memalingkan wajahnya. Ngambek.

"Jangan ngambek dong, Abang percaya kok," ucap Vino.

Dengan cepat Ica menatap kakaknya dan langsung tersenyum lebar. "Ica itu kuat loh," ucap Ica dengan memperlihatkan ototnya yang sebenarnya tidak ada.

VASSILISCA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang