10. Aku buta

9.7K 810 20
                                    

Allerick memarkirkan motornya di parkiran, ia pun melepaskan helmnya sebelum melangkah menuju bangunan tinggi di depan sana. Belum sempat ia melangkah, sebuah motor menghalangi langkahnya, Zidan tersenyum dan mematikan motor yang ditumpangi.

“Tumben gak ngaret lo?” ledek Zidan karena biasanya sahabatnya itu selalu datang terlambat di hari senin.

Allerick mengedikkan bahu. “Dapat hidayah gue.”

Zidan menyinggung senyum lalu merangkul Allerick, berencana ke kelas bersama-sama.

Saat melewati lapangan, seorang gadis familiar terlihat berjalan di depan keduanya. Gadis itu Astrella, sedang melangkah dibantu tongkat seperti biasa. Karena tak menyadari sesuatu yang menghalang, Astrella terjatuh dan meringis.

Melihat itu Zidan sempat ingin menolong, tapi Allerick bertindak lebih dulu. Sahabatnya itu melangkah dan membantu Astrella untuk berdiri, seperti dugaannya, cepat atau lambat kejadian ini pasti akan melintas di depan matanya. Senyumnya tersungging melihat pemandangan itu, ia pun memilih untuk ke kelas melewati jalan lain. Ia tahu bukan tindakan yang tepat mengganggu pendekatan yang dilancarkan sang sahabat.

Dan di sudut lapangan, seorang gadis menatap insiden itu dengan tatapan mata yang tidak bisa diprediksi. Sedih tidak marah pun tidak, benar-benar tanpa ekspresi.

“Oi, kenapa lo?”

Gadis itu terkaget karena tepukan di bahu. “Ah, gak pa pa.”

***

“Ale!”

Allerick menaikkan sebelah alisnya saat gadis itu memanggil, tepat saat ia akan beranjak.

“Ini!” Astrella menyodorkan coki-coki yang kemarin dibelinya bersama pria itu.

“Buat gue?”

Astrella mengangguk. “Heem.”

Allerick mengambil cokelat pemberian Astrella lalu beranjak, ia pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Allerick memang susah untuk sekedar mengucapkan ‘terima kasih'. Apalagi kata ‘tolong' dan ‘maaf', pria itu bahkan hampir tidak pernah mengucapkan tiga kata legend itu.

Sedang Astrella masih terdiam di tempat, karena mengira Allerick masih ada di hadapannya.

“Allerick udah pergi,” ujar Marion memberitahu, teman sekelas sekaligus anggota geng Priamos.

“Ah, iya.” Astrella mengangguk-angguk dan memasuki kelas.

Semua pergerakannya tak lepas dari pantauan seorang pria yang berada di lantai dua, dengan tangan yang bertopang di tembok pembatas sambil menangkup wajah.

“Dasar bodoh!” ujarnya terkekeh.

***

Bu Luna menatap heran Allerick, tak biasanya muridnya itu datang tepat waktu saat upacara. Bahkan terlihat lebih rapi dari biasanya, walaupun masih sedikit acak-acakan karena dasi yang tidak terpasang dengan benar dan baju yang keluar sebelah.

“Bajunya dibenerin dulu baru boleh masuk barisan.”

Allerick yang merasa jika bu Luna berbicara padanya memilih menghentikan langkah, ia pun merapikan tampilannya seperti yang dikatakan guru kesiswaannya itu.

“Sudah, Bu.”

Bu Luna mengangguk dan memperbolehkan murid badungnya itu memasuki barisan, kemudian melanjutkan patroli untuk memastikan tidak ada yang melanggar aturan.

Sedang Allerick sudah berdiri di barisannya, ia diminta berdiri paling depan karena tingginya yang sedikit lebih dibanding teman yang lain. Padahal Allerick sangat membenci posisi paling depan, karena matahari akan secara langsung mencicipi wajah rupawannya.

SAYONËËTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang