Angin sepoi-sepoi bertiup cukup kencang memasuki jendela kelas, musim barat masih berlangsung dan sepertinya hari ini akan turun hujan. Allerick mencoba untuk memaksakan matanya tertutup sebab sangat mengantuk, tapi suara Jayden yang mendominasi membuatnya tidak bisa tidur.
Sedang Efrain di sebelahnya sudah berada dalam mimpi tanpa terganggu akan kerusuhan yang terjadi, terlihat sangat nyenyak dan nyaman. Adapun Zidan, tidak usah ditanya. Pria itu tentu saja membuka buku dan belajar, padahal masih jam istirahat.
“Terima kasih luka ini, sekian ku pamit pergi ...!” senandung Jayden dengan suara menggelegar memenuhi ruang kelas.
“Apa kabar wong sing tau tak sayang ...?”
Jayden mencuri-curi pandang pada Seka yang sedang berbincang dengan teman sebangkunya, hubungan mereka akhir-akhir renggang. Tak ada lagi komunikasi antara sang mantan ketua osis dan bendahara kelas itu.
“Apa kabar wong sing tau tak gawe nyaman ...?”
Allerick mendorong pelan kursi di depannya hingga Jayden hampir terjungkal. “Bisa diem, nggak? Gue sumpel juga mulut lo, bacot amat!”
“Sensi bener lo. Bisa santai tidak? Ah, gak bisa?” Jayden memutar bola matanya, “lemah!”
Tak menghiraukan kegilaan Jayden, Allerick diam saja sampai sahabatnya itu menyerah sendiri dan akhirnya memutuskan untuk diam.
Dallas berdiri dari tempat duduknya dan melangkah hendak keluar kelas, namun fokusnya terpaku pada seorang gadis yang tidak masuk beberapa hari ini. Clara menarik perhatiannya, Dallas pun menghentikan langkah tepat di samping Clara yang termenung.
“Udah sembuh sakitnya?” tanya Dallas, ia melihat ada yang berbeda dari gadis itu. Dia belum tahu tentang Clara yang mendonorkan mata.
Clara mengangkat wajahnya sembari mengangguk dan tersenyum. “Gue udah baik-baik aja.”
Dallas mengangguk-angguk. “Syukurlah, ya udah gue duluan.”
Semua tatapan kini terpaku padanya, melotot hingga mata hampir keluar. Untuk pertama kalinya Dallas menyentuh perempuan, dia menepuk-nepuk pundak Clara dan itu membuat seisi kelas bahkan Clara tercengang. Jika biasanya Dallas akan mundur dua langkah menjauh, tapi hari ini tanpa ketakutan seperti dulu-dulu, dia menyentuh pundak Clara. Entah apa yang terjadi pada pria yang terkenal sebagai pembenci wanita itu.
“Angin badai apalagi yang merasuki si Dallas ...?” lirih Jayden tak habis percaya.
Sedangkan pria yang ditatap tak biasa itu kembali melangkahkan kakinya keluar kelas, menyusuri koridor hingga tiba di tangga. Dallas berniat untuk merokok di rooftop, sepertinya hujan masih belum turun.
Namun belum menaiki tangga, seseorang turun dengan tergesa-gesa dan hampir saja menabraknya. Dallas membelalak melihat gadis yang berlari itu.
“Astrella?”
Ia dikagetkan dengan kondisi Astrella yang sudah tidak memakai tongkat lagi, gadis itu juga sudah bergerak lincah. Dallas lantas mengangkat bahu tidak terlalu memikirkan. Mungkin sudah dapat pendonor, pikirnya.
***
Bel baru saja berbunyi, Astrella segera merapikan kembali buku-bukunya. Ia lantas mengambil kotak makan yang ada di loker mejanya, ia membawakan bekal itu untuk Allerick. Saat hendak berdiri, seseorang yang dulu pernah merundungnya menendang meja hingga Astrella kembali terduduk.
Bukan lalita, tapi golongannya. Sebab gadis itu sudah dikeluarkan dari sekolah.
“Gue kira lo udah gak masuk setelah buat temen gue keluar dari sekolah ini!” sergah Memey, ia sangat dekat dengan Lalita dan juga suka merundung.
Astrella meringis pelan saat pinggangnya terantuk meja, sedang beberapa gadis di depannya tertawa meledek.
“Lo itu biang banget, ya. Udah buta, sok cantik lagi. Pake ngedeketin Allerick segala, gatel lo?!” serang Aiki kali ini.
Rambut Astrella ditarik keras oleh Aiki. “Lo tau ini berapa?”
Semua tertawa mengira Astrella tidak tahu berapa jari yang mereka perlihatkan, tak sampai di situ kotak bekal yang Astrella pegang kini dilempar hingga isinya keluar semua.
Melihat itu api yang ada di dalam diri Astrella bergejolak. Sudah cukup ia diam, ia tidak ingin pengorbanan yang Clara lakukan menjadi sia-sia. Sahabatnya itu ingin dia hidup lebih bahagia. Sudah cukup Astrella bungkam dan membuat orang-orang terdekatnya harus melindunginya karena terlalu lemah.
Dihempasnya tangan biadab itu dari rambutnya, Astrella menendang balik meja yang ada di depannya hingga membentur keras perut Memey. Tidak, dia tidak harus merasa bersalah. Justru mereka yang harus meminta maaf dan bersujud padanya.
“Lo!” tunjuk Memey geram, “berani lo sama gue, hah?!”
Begitu Memey melangkah mendekat, Astrella dengan cepat meraih makanan yang sudah berhamburan di lantai dan melemparkannya ke wajah Memey. Tak sampai di situ, dia juga mengambil minuman yang ada di tangan salah satu anggota perundung itu kemudian dibyurkan ke wajah Aiki.
Sekali lagi Astrella menendang meja itu hingga mereka semua menyingkir, sedikit keberanian Clara teralir di jiwanya semenjak ia memakai mata sang sahabat. Sudah benar, Astrella tidak melakukan kesalahan. Dia hanya ingin hidup tanpa dibuli, melawan memang langkah yang tepat.
Aiki berteriak tak terima dan kesal akan pembalasan yang Astrella lakukan, tak ia sangka gadis lemah itu menjadi sangat berani.
Memey dan golongannya serta anak sekelas terlihat kaget dengan perubahan Astrella, mereka melihat tidak ada lagi alat bantu untuk gadis itu berjalan.
“Dia udah gak buta?”
Rabu, 27 Oktober 2021
happy reading, hope you like this part.
jangan lupa vote dan komen yaa, thanks.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYONËË
Novela JuvenilAllerick Dante, pria arogan dan berhati dingin yang sialnya berwajah tampan. Ia adalah ketua geng dari Priamos squad yang terkenal garang dan sangat membenci geng Wonderlust yang diketuai oleh Deangelo. Ia tahu jika dirinya tampan, sehingga Allerick...