49. Donor mata

9.5K 603 63
                                    

“Jangan kasih tau siapa pun, Dok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jangan kasih tau siapa pun, Dok. Semuanya termasuk yang mengaku keluarga saya sekalipun!” ujar Allerick.

Dokter itu menghela nafas panjang dan mengangguk. “Baik!”

Allerick tersenyum dan berterima kasih sebelum akhirnya keluar dari ruangan, ia merasa tidak harus tinggal di rumah sakit lebih lama. Allerick merindukan bundanya.

“Gimana si Efrain?” tanya Allerick pada Dallas yang menunggunya di depan ruang dokter.

“Bisa pulang juga, tapi harus hati-hati sama tangannya.”

Allerick mengangguk dan berjalan diikuti Dallas menuju ruangan Efrain, ada Jayden dan Efrain di dalam sana sedang Zidan sedang mengurus administrasi.

“Gue duluan!”

Allerick hanya mengucapkan dua kata ini lantas menutup pintu lagi, ia tidak ada urusan dengan teman-temannya. Allerick hanya butuh Dallas untuk mengawasinya dari belakang, ia merasa tangannya sedikit kaku untuk menyetir.

***

Suara grusak-grusuk terdengar berisik, Sandi membolak-balik berkas-berkas yang ditemuinya di meja sang anak. Niatnya ingin melihat-lihat kamar Allerick karena sudah lama sekali ia tidak pernah menginjakkan kaki di sana, ia rindu saat-saat di mana dulu selalu membacakan kisah untuk anaknya itu sebelum tidur.

Tapi apa yang ia temui ini, data-data tentang riwayat penyakit kanker getah bening membuat matanya berkaca-kaca. Sejak kapan anaknya itu terkena penyakit, kenapa tidak pernah bercerita padanya.

Bunyi suara motor terdengar, Sandi tetap berada di ruangan itu walaupun tahu Allerick sudah datang. Ia akan menanyakan semua surat keterangan dari rumah sakit milik anaknya itu.

Sedang di bawah sana, Allerick melambai pada Dallas yang akan pulang.

Thanks, Bro!”

“Yo! Jaga kesehatan lo!”

Setelah Dallas menjauh dan menghilang dari pandangannya, Allerick melangkah memasuki rumah. Ia tidak melihat keberadaan siapa-siapa di ruang tengah, langsung saja Allerick menaiki tangga untuk segera ke kamarnya. Melewati tangga, ia mengernyit melihat pintu kamarnya terbuka.

Allerick melangkahkan kakinya menuju pintu, ia pun melihat sang ayah berada di sana sambil memegangi kertas yang ia tahu apa gerangan. Dengan cepat dilangkahkan kakinya dan merebut paksa semua berkas riwayat penyakitnya itu, lalu disembunyikan dalam lemari kemudian dikunci.

“Kenapa? Kenapa kamu sembunyikan semua dari Ayah? Kenapa, Allerick?!” bentak Sandi pada pria jangkung di depannya.

“Apa peduli Ayah? Allerick mati mungkin Ayah gak akan pergi ke makam Allerick!”

“Jaga bicara kamu!!” sentak Sandi tidak suka dengan perkataan sang anak.

“Kenapa marah? Emang apa yang Ayah tau tentang Allerick?!” pekik Allerick dengan intonasi tinggi, “apa ayah pernah tanya apa aku baik-baik aja?”

SAYONËËTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang