41. Deangelo tahu

11.1K 714 35
                                    

Deangelo menatap pemandangan komplek perumahan dari balkon kamar, tidak ada yang berbeda hanya terlihat cahaya rumah tetangga seperti biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deangelo menatap pemandangan komplek perumahan dari balkon kamar, tidak ada yang berbeda hanya terlihat cahaya rumah tetangga seperti biasanya. Sedang pikiran Deangelo mengarah pada sang adik, semakin hari adiknya itu semakin tertutup. Entah apa yang terjadi, tapi feeling berkata jika Astrella sedang menyembunyikan sesuatu.

Lantas Deangelo berbalik dan melangkah keluar kamar menuruni tangga, berniat mengecek keadaan sang adik. Sudah tidur atau belum. Sesampainya di depan pintu kamar Astrella, ia yang awalnya ingin mengetuk mengurungkan niat. Deangelo enggan mengganggu Astrella yang mungkin saja sudah tidur, jadi ia memutar kenop tanpa suara.

Begitu pintu terbuka Deangelo menyipitkan mata begitu cahaya lampu langsung menyambutnya, sebab memang semua ruangan sudah gelap sejak tadi. Ia melihat Astrella berdiri di depan cermin, dan perlahan mendengar suara tangis yang tertahan.

“Merah, pink, ungu, biru ...” lirih Astrella menyebut warna-warna eyeshadow yang mamanya belikan untuknya tahun lalu saat ulang tahun ke-16.

Hanya sekali Astrella mencobanya, saat Clara menginap dan memaksanya untuk dirias. Tapi sekarang tidak lagi, ia hanya menyimpannya saja sebagai formalitas karena dirinya seorang perempuan. Walau Astrella sangat ingin seperti gadis pada umumnya.

Dia iri pada Clara, Astrella iri pada semua gadis yang punya penglihatan normal. Ia sangat iri mendengar teman sekelas membicarakan tipe lipstik terbaru, pakaian trendy jaman sekarang, dan tempat-tempat yang indah. Astrella iri sekali.

Deangelo masih berdiri di depan pintu dengan tangan mengepal di gagang pintu, mendengar tangisan Astrella membuatnya sakit hati. Dilihatnya bahu sang adik bergetar menahan tangis, sambil mencoba mengaplikasikan eyeshadow itu di mata.

“Aku juga cantik, kan ...?”

Astrella menggosokkan cokelat di sudut matanya dan mencoba untuk tetap tenang, ia menggigit bibirnya yang terus saja ingin keluar tangis yang menyedihkan. Mata Astrella berkaca-kaca menatap kosong ke depan, seolah ia benar-benar bisa melihat wajahnya di cermin. Sengaja gadis itu menyalakan lampu kamar agar semakin jelas ia melihat wajahnya, Astrella takut riasannya akan jelek jika lampu tidak menyala.

“Ah, gelapnya ...” keluh Astrella dengan suara bergetar, “apa lampunya belum nyala, ya.”

Gadis itu mengusap air mata yang kini membasahi pipi, Astrella memejamkan mata begitu sadar dengan apa yang ia lakukan. Gelap, ia tidak melihat apa-apa selain kegelapan. Bahkan tidak bisa melihat cahaya terang sedikit pun, padahal lampu kamar sudah ia hidupkan. Astrella sadar akan kekurangannya, mungkin itu sebabnya ia mudah dibohongi oleh mereka. Allerick dan Clara terlalu sempurna untuk mengenalnya yang punya banyak kekurangan ini.

“Aku juga mau punya mata normal kayak kalian, kalo jalan gak perlu pake tongkat. Aku ... aku juga mau jalan tanpa kesandung.”

Astrella menunduk memegangi kakinya, lantas membuka kaos yang selalu menutupi telapak dan jari-jari kakinya yang terdapat luka di sana. Astrella berbohong tentang ia yang selalu merasa kedinginan jika berpijak di lantai, ia hanya ingin menutupi luka-lukanya.

“Kalo kesandung kakinya jadi sakit,” gumam Astrella terisak menggigit bibirnya, sedang bahunya bergetar hebat menahan sesak di dada.

Deangelo lolos air matanya, hatinya terantuk keras mendengar keluh dan tangis Astrella yang begitu menyayat hatinya. Ia melangkah lemah menuju Astrella, dipeluknya dengan erat agar kesedihan tidak ada celah untuk mendekap Astrella.

Alhasil, tangis gadis buta itu semakin pecah mendapati sang kakak memeluknya.

“Kakak janji secepatnya mata kamu akan normal kayak yang lain. Kakak janji, Dek ....” Deangelo memejamkan mata tak sanggup, Astrella sudah sangat kuat bertahan selama ini.

“Kak, nanti Ella juga bisa melihat, kan ...?” tanya Astrella tersedu-sedu.

Deangelo mengangguk meyakinkan. “Pasti, nanti Ella akan liat semua yang selalu ingin Ella liat.”

Astrella menganggukkan kepalanya, ia berusaha percaya sepenuhnya pada Deangelo.

“Gara-gara buta, Ella dibohongin sama sahabat sendiri, Kak. Gara-gara buta, Ella dianggap bodoh.”

“Harusnya mereka gak perlu kayak gitu sama Ella ...” adu Astrella menangis sejadi-jadinya di pelukan Deangelo.

“Siapa? Siapa yang bohongin kamu?!” Deangelo terkejut bukan main, ternyata ini alasan Astrella banyak terdiam akhir-akhir ini.

“Mereka ... ternyata mereka jadiin Ella bahan candaan aja.”

Astrella bilang ia dikhianati oleh sahabat, di situ Deangelo berpikir.

Tidak mungkin Clara, kan?

***

Zidan menatap langit-langit rumah sakit lalu tatapannya jatuh pada Efrain yang sedang memakan buah apel, sedang tangan kiri sahabatnya itu retak dan butuh pemulihan paling lama sekitar satu bulan. Berbeda dengannya dulu yang hanya perlu waktu mingguan.

“Lo kek kena karma, njir. Siapa suruh ngejek kaki pincang gue, patah tulang kan lo! Salah jatuhnya di kali lagi, gak ada estetiknya banget!”

“Namanya musibah ya gak bisa diatur, bangke!” sewot Efrain namun dengan wajah datar seperti biasa.

“Ini yang nungguin gue cuma lo?” lanjutnya karena tidak melihat bulu hidung yang lainnya.

Zidan mengedikkan bahunya tidak tahu. “Yang jelas Allerick gak ke sini, ada urusan lain katanya.”

Efrain mengangguk-angguk mengerti, ia malah senang jika tidak ada yang datang sama sekali. Sebab akan terasa tenang dan tak berisik. Dalam hati Efrain berdoa, semoga Jayden juga tidak datang.

“Gue keluar bentar, deh. Titip apaan lo?”

Efrain menunjuk apel merah yang tinggal satu di atas meja. “Beliin sepuluh kilo,” titahnya memaksa.

Bola mata Zidan berputar searah jarum jam kemudian menatap Efrain jengah. “Mau tahlilan lo?”

Pria yang dikenal dengan senyum manis itu beranjak dari ruangan, melangkah santai hendak memasuki lift. Sembari menunggu pintu lift terbuka, tanpa sengaja Zidan melihat seseorang tidak asing melintas dan menghilang di balik ruangan.

Zidan mengerutkan keningnya. “Ngapain Clara di sini?”

 “Ngapain Clara di sini?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senin, 11 Oktober 2021

Sekian untuk part ini, dukun dengan vote dan komentar yaa. thanks

selamat membaca dan semoga terhibur 🖤

SAYONËËTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang