46. Limfoma Hodgkin

9.3K 618 43
                                    

Seperti tidak ada kapoknya, Allerick kembali ke rumah Astrella untuk meminta maaf gadis itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti tidak ada kapoknya, Allerick kembali ke rumah Astrella untuk meminta maaf gadis itu. Luka di tubuhnya seperti bukan apa-apa, Allerick tidak peduli jika saja Deangelo kembali menghajarnya hingga masuk rumah sakit untuk ke dua kalinya. Sebab sekarang ia sedang kabur diam-diam, dokter tidak memperbolehkannya keluar karena masih proses pemulihan. Tapi tenang saja, ia sudah mengganti pakaian rumah sakitnya.

Ding dong!

Allerick menekan bel rumah berpagar hitam itu, dan menunggu untuk beberapa waktu. Namun setelah menunggu lima menit tidak ada yang keluar, ia kembali menekan tombol. Sepuluh menit berlalu tapi belum juga nampak pintu terbuka, walau begitu Allerick tetap ingin tinggal. Dia tidak ingin pulang sebelum Astrella memaafkannya.

Ia pun mendial nomor gadis itu walau tahu tidak akan direspon, Allerick hanya ingin Astrella melihat ketulusannya.

Sedang di dalam rumah itu, Astrella sedang duduk termenung di depan cermin. Ia mengabaikan bel yang terus berbunyi, dan meminta mama dan papanya yang sedang meeting online untuk tidak membukakan pintu. Sedang kakaknya tidak berada di rumah.

Ding dong!

Bel berbunyi lagi untuk kesekian kalinya, namun Astrella enggan untuk beranjak. Ponselnya juga berdering sejak tadi, tapi tidak diangkatnya sebab tahu siapa si penelepon.

Astrella masih sibuk dengan merias wajahnya, mati-matian ia mencoba untuk mengabaikan suara bel dan nada deringnya. Hingga suara ketukan pintu terdengar dan masuklah sang mama.

“Nak, kasian. Dari tadi Ale-nya nungguin di depan, gak disamperin aja?”

“Enggak, Ma. Buat apa kasian sama orang yang tega sama kita.” Astrella tidak ada kemauan beranjak dari duduknya.

“Temuin bentar aja, habis itu suruh pulang. Udah setengah jam lho di luar,” bujuk Merilana agar sang anak sedikit tergerak hatinya.

“Nanti juga pulang sendiri.” Astrella bersikukuh tidak ingin keluar menemui pria itu.

Merilana menghembus nafas panjang lalu mengelus surai anaknya. “Ya sudah. Nanti kalo suasana hati Ella membaik, keluar sebentar, ya.”

Saat Astrella tidak merespon, Merilana tersenyum keibuan. Ia juga sakit hati saat tahu anaknya dijadikan lelucon oleh Allerick dan Clara, namun karena ia seorang ibu, iba juga melihat Allerick yang sudah mau meminta maaf dengan sungguh-sungguh.

Setelah mamanya keluar dari kamar, Astrella pun terisak pelan. Di ikuti dengan suara hujan yang terdengar, sore ini Jakarta lagi-lagi diguyur hujan.

Allerick yang berada di luar pagar masih juga enggan untuk pergi, ia tetap berada di sana sampai Astrella menemuinya. Ia mendongak melihat hujan turun yang kini mulai membasahi, padahal luka tubuhnya belum sepenuhnya kering.

Tubuh Allerick merosot ke bawah dengan bersandar di pagar, ia akan menunggu Astrella keluar. Ia menatap ke bawah, menundukkan wajahnya sangat dalam menyesali semua perbuatannya. Gadis itu benar-benar kecewa padanya, Astrella bahkan tidak ingin menemuinya lagi.

SAYONËËTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang