64. Ayah datang menemuiku

6.2K 486 16
                                    

Langit petang kembali terang seiring matahari yang perlahan terbit, pagi yang ramai lagi-lagi menyambut kota yang tak pernah tidur itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit petang kembali terang seiring matahari yang perlahan terbit, pagi yang ramai lagi-lagi menyambut kota yang tak pernah tidur itu. Agaknya hari ini cuaca akan terang, sinar terik mentari begitu kuat menyinari Jakarta.

Di balik jendela di ruang lantai enam, seorang pria berdiri di pinggiran jendela untuk melihat suasana luar. Sedikit senyum melengkung di bibir pria tampan itu, tidak disangka sudah dua minggu ia melewati pengobatan di rumah sakit ini.

Setiap sore hingga pagi kembali, teman-temannya datang dan menginap silih berganti meski sudah dilarang. Allerick, si pengidap Limfoma Hodgkin itu sedang menjadi kesayangan. Tapi sayang, satu orang yang ia harapkan datang tidak pernah muncul di hadapan. Satu-satunya yang sangat diinginkan untuk datang, tidak sekalipun Allerick pernah melihat mata yang selalu menyorot tak bersahabat itu selama hampir satu bulan.

Tok! Tok!

Sesaat setelah ketukan pintu berbunyi, Jayden memasuki ruangan dengan penampilan urakan. Masih jam sepuluh pagi, tapi sahabat sesatnya itu sudah menampakkan batang hidungnya.

"Bolos lagi lo?" Allerick berjalan pelan menuju brankar tidurnya.

"Kek gak kenal gue aja."

Semenjak Allerick dirawat intensif, pria itu memang yang paling sering datang. Di saat waktu pelajaran berlangsung sekalipun, ada saja alasan Jayden yang membawanya ke sana. Mulai dari kabur dari kejaran guru BK, bolos pelajaran jika malas dengan gurunya, atau sesekali banting setir dari yang awalnya ingin ke sekolah malah berbelok menuju rumah sakit.

Terlepas dari itu semua, alasan terbesar Jayden selalu datang meski tidak dibutuhkan kehadirannya, adalah ingin selalu melihat wajah Allerick. Jauh di lubuk hatinya, ada setitik ketakutan yang selalu ditutupi dengan gurau candanya yang tidak penting. Setiap detiknya, Jayden selalu ingin memastikan Allerick baik-baik saja.

"Gak bawa apa-apa lo?"

Jayden menjawab dengan gelengan sembari mengangkat bahu, dia datang dengan tangan kosong.

Allerick berdecak pelan, makanan rumah sakit benar-benar membuatnya enek. Mereka selalu mengantarkan makanan yang terasa hambar dan membuat lidah Allerick kram, benar-benar tidak ada rasa.

"Emang lo mau apa?" tanya Jayden melihat raut kecewa di wajah kurus Allerick.

"Bawain gue mie ayam, kek. Hampa bener hidup gue gak bisa rasain pedas manis."

Tatapan tajam Jayden mengarah tepat ke mata penuh keangkuhan milik Allerick. "Mau mempercepat waktu ketemu Tuhan, lo?"

Allerick memeringis. "Makan sekali gak akan bikin gue kejang-kejang."

Kentang rebus di atas meja diambilnya, Allerick memakan segigit kemudian menaruhnya lagi. Menarik nafas panjang lantas berbaring, benar-benar tidak berselera.

Melihat itu, Jayden ikut bernafas berat. Ia lantas meraba isi tasnya, sedetik kemudian satu sudut bibirnya terangkat.

"Rick!"

SAYONËËTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang