Derap langkah kaki terdengar beriringan dengan embusan nafas yang berat, seorang pria terlihat berlari kencang sambil berteriak meminta semua tidak menghalangi jalannya.
"Minggir teman-teman, mati gue kalo sampek kelamaan!" Seru Jayden tergesa-gesa, seperti ajal akan datang jika dia tidak berlari kencang.
Pria itu sekuat tenaga mengangkat kakinya bergantian untuk mengambil langkah, sesekali membenarkan rambutnya agar tetap terlihat tampan meski dalam situasi darurat.
Melewati koridor yang penuh lautan murid, lalu menaklukkan lapangan basket yang begitu panas, matahari seperti hanya sejengkal dari kepala, akhirnya Jayden sampai di taman menghadap seseorang yang sedang bercermin memicing memandangi wajah.
"Lama banget, gue ngerasa sepuluh tahun lebih tua gara-gara nungguin, lo!" Allerick merebut kresek dari tangan Jayden yang masih bernafas tersengal.
"Lebay, gue lari udah ngalahin kecepatan buroq, ya. Sialan juga lo lama-lama."
Allerick merobek plastic bungkus lalu mengeluarkan sheetmask yang dia minta untuk diambilkan oleh Jayden dalam waktu 2 menit, tapi temannya itu terlambat 5 menit dari waktu yang dia tentukan.
Allerick dengan penuh kesadaran selalu memakai masker akhir-akhir ini, dengan alasan tidak ingin terlihat jelek meski dalam sakitnya. Di mana pun dan kapan pun, dia sungguh tidak canggung memakai itu.
"Lagian alay banget, muka lo tetap bisa gue kenali tanpa pake masker-maskeran." tutur Zidan yang duduk bersandar di pohon beringin.
Kemudian memiringkan kepala menatap bingung Allerick yang selesai memasang masker, terlihat aneh sebab mata Allerik tidak terlihat. Di jidat terdapat bolongan, lalu di kedua pipi juga ada.
"Woi, kebalik, bego!" Jayden menyentil dahi Allerick, sekaligus melampiaskan rasa kesalnya yang masih belum hilang.
Tidak ingin terlihat salah, Allerick membela diri.
"Sengaja, biar gak liat kejelekan paripurna, lo! Nanti gue ketularan!"
Meski tubuhnya tidak terlalu sehat, tapi mulut Allerick masih bisa melontarkan dengan sangat sempurna kata-kata makian untuk teman-temannya.
Dallas yang menyimak sejak tadi hanya sedikit tergelak, tangan kirinya kini pegal setelah lama memegangi kipas portable mengarah ke wajah Allerick. tentu saja karena perintah sang sahabat yang tak tahu diri itu.
Sedang Efrain jelas telah terbang jauh entah sekarang mengudara di mana, pria itu tertidur lelap menikmati semilir angin, dengan menjadikan kaki Zidan sebagai bantalan. Jika di dalam film, mereka sudah mirip drama romantis India.
"Beli di mana nih kipas?" tanya Jayden mengalihkan perhatiannya pada kipas berbentuk karakter Shiba Inu warna merah muda yang di pegang Jayden.
"Pinjam Astrella tadi," jawab Allerick, "kenapa?"
Jayden lantas berbaring gabung dengan Effrain, menempatkan kepalanya di kaki sebelah Zidan.
"Cakep." Dia menyahuti pertanyaan Allerick.
"Kipasnya?"
"Gue nya!"
Bruk!
Tanpa berpikir Dallas melempar kipas yang di pegangnya, dan mendarat tepat di muka sok tampan Jayden.
"KENAPA DI LEMPAR? KIPAS AKU GAK PA-PA, KAN?"
Menggelegar teriakan Astrella yang berdiri di lantai atas, sejak tadi dia memperhatikan Allerick yang berperilaku seolah raja dan menjadikan teman-temannya seperti budak.
***
"Tak habis pikir, kurangku di mana. kau tega melepaskan aku ..."
Jayden bernyanyi mencoba menarik perhatian Seka, malam kemarin mereka sempat cek-cok hingga berakhir dengan Seka yang mematikan telepon dan mendiamkannya sampai sekarang.
"Jeruk nipis, jeruk mandarin. hai manis, lagi ngapain?" Jayden melambaikan tangan pada Seka yang sejak tadi acuh tak acuh.
Tak menyerah, Jayden malah duduk menyamping di atas meja sang bendahara sekaligus pelipur laranya.
"Odong-odong bawa jamu, mau dong dimaafin kamu."
Berbagai usaha dilakukan Jayden, namun Seka masih dalam pendiriaanya. Hari ini dia ingin menjadi gadis tuli dan bisu.
Melihat tingkah Jayden yang membuat muak, Efrain lewat dengan tangan yang direntangkan seakan sedang melakukan pemanasan, lalu sengaja mendorong bahu pria dramatis itu sampai terjerembab di lantai.
"Bajingan si Efrain!" umpat Jayden.
"Sekolah mah ngejar cita-cita, bukan ngejar yang gak cinta!" Seharusnya Zidan terlahir sebagai sumbu api saja, suka sekali mengompori.
"Bisa diam gak mulut bejat, lo?" Jayden hendak melayangkan tendangannya, namun Zidan sudah lebih dulu berlari mengekori Efrain ke luar kelas.
"Sujud sembah lo berdua di kaki gue! Biar gak tambah berat timbangan di akhirat!" serunya lagi meski dua sahabatnya itu sudah melenggang pergi.
Sedikit lama setelah berteriak, bu Mia datang sambil menjewer telinga Zidan dan Efrain. bel masuk padahal sudah berbunyi, tapi dua muridnya itu malah keluar kelas berkeliaran ke kantin.
"Zidan, berteman tidak apa-apa. Tapi kamu jangan mengikuti sifat jelek teman-teman kamu. Masak etis seorang juara kelas berkeliaran di jam pelajaran?"
Tidak ada yang bisa Zidan lakukan selain tersenyum memperlihatkan giginya, lalu mengangguk dan berjalan menuju kursinya diikuti Effrain.
"Rasain, kebayar kontan tuh dosa lo berdua ke gue!" ejek Jayden tersenyum penuh kemenangan.
Tak menanggapi, Effrain dan Zidan duduk di kursinya masing-masing. Bu Mia lalu meminta seluruhnya untuk membuka bahan ajar masing-masing.
Di tengah penjelasan, bu Mia melihat salah satu siswanya dengan wajah khawatir dia menghampiri.
"Allerick, kamu bisa ijin saja kalau tidak merasa sehat."
Bercucuran keringat memenuhi rupa pria itu, keningnya berkerut menahan sakit di kepala. Dia merasa tulang tengkoraknya seperti habis terantuk.
"Rick, hidung lo!" Effrain kaget ketika menyadari darah segar mengalir dari hidung sang sahabat.
"Effrain, tolong antar Allerick ke UKS."
Mendengar titah bu Mia, Efrain memboyong tubuh Allerick segera. Melangkah dengan langkah lebar-lebar, sedikit panik tercetak jelas di raut mukanya.
"Kenapa lagi sih, lo?" semakin cepat Efrain melangkah, "sembuh kek!"
Tidak mengeluarkan suara untuk menjawab, focus Allerick hanya berpacu pada rasa sakit di kepalanya. Nafasnnya perlahan menjadi tak beratur, kejar-mengejar hingga sesak mulai mengisi dada Allerick.
"Plis, jangan ..." mohon Effrain entah pada siapa.
Langkah yang awalnya menuju ke UKS, berbelok mengarah ke parkiran. Allerick harus dibawa ke rumah sakit.
"Frain ... kalau gue gak sanggup. lo jadi orang terakhir yang gue lihat," ujar Allerick dengan nada berbisik.
"Berisik, bajingan. Diem! Omongan lo gak masuk di akal gue!"
***
MAAFKAN SAYA KARENA TIDAK APDET APDET > :
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYONËË
Novela JuvenilAllerick Dante, pria arogan dan berhati dingin yang sialnya berwajah tampan. Ia adalah ketua geng dari Priamos squad yang terkenal garang dan sangat membenci geng Wonderlust yang diketuai oleh Deangelo. Ia tahu jika dirinya tampan, sehingga Allerick...