Ini lebih mengerikan daripada dieksekusi mati. Ludwig Floynd Cladence, putra mahkota psikopat gila itu benar-benar membuatku jadi kacungnya dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Wajahnya terlihat amat menyebalkan dan menyeramkan dalam satu waktu. Tiap helaan napas yang kuambil di dalam ruangan ini rasanya harus kubayar. Dia benar-benar tak melepaskanku padahal aku sudah bersedia dihukum mati atas kesalahan kemarin. Ini sudah cukup larut untuk memperkenalkan diri dengan baik di hadapannya, tapi dia masih saja mengekangku dan menginisiasiku seenak jidat.
"Yang mulia bukankah sendok yang terbuat dari perak bisa mengindikasi racun dengan sendirinya? Lantas mengapa anda masih saja menyuruh saya memastikannya?" Aku berkata jengah dengan nada rendah ke arahnya.
Pria yang sikapnya masih bocah ini benar-benar keterlaluan dan terus-menerus menyuruhku melakukan sesuatu yang tak masuk akal. Bayangkan saja sejak awal masuk ke ruangannya bersama kepala pelayan dia sudah merudungku dan menyuruhku berakting jadi anjingnya. Selain itu aku juga harus bolak-balik membawakan makan malamnya yang sejak tadi ia tolak karena tak sesuai seleranya.
Kalau dipikir-pikir lagi dia mirip sebagian besar wanita di duniaku sebelumnya yang selalu bilang terserah saat ditanyai makan dan mulai ngambek atau mengomel saat makanannya ternyata tak sesuai. Ini sudah yang kesebelas. Para juru masak dan kebanyakan pelayan yang kutemui sampai prihatin. Ini namanya eksploitasi anak di bawah umur!
"Aku menyuruhmu memastikannya bukan menasehatiku, lagipula tak ada yang tahu kan kalau sendok itu bukan sendok perak dan sudah diganti?" Ugh, dia cuma mencari-cari alasan. Saat aku mencicipi hidangannya dan memastikannya apakah beracun atau tidak, hanya akan terjadi dua kemungkinan.
Pertama aku yang tak kebal terhadap racun akan langsung mati jika itu memang beracun, kedua dia akan kembali menguji kesabaranku lagi karena tak akan makan makanan yang sudah kucicipi. Setelahnya dia pasti akan mulai lagi menyuruh-nyuruhku seenak jidat.
"Yang mulia kepala juru masak pasti sudah lelah dan dapur akan ditutup, jika anda tidak makan juga. Sebaiknya makanan itu disimpan saja dan besok dimakan saat sarapan." Aku mengkal, sampai-sampai tak sadar perkataanku mulai kurang ajar. Meski membencinya sampai ubun-ubun aku tetap saja tak bisa melakukan apapun di hadapannya karena perbedaan kedudukan.
"Ckkk... Kau ini berani sekali mengomeliku!" Akhirnya dia meraih sendok di atas nampan juga dan mulai makan dengan tenang. Aku tak peduli mau di makanannya ada racun atau tidak, lagipula anggota keluarga kekaisaran sudah punya kekebalan racun karena dilatih minum racun sejak dini. Pria itu cuma membuatku melakukan sesuatu yang merepotkan. Kalau dia cepat mati itu akan lebih baik. Tak kusangka pemeran utama pria benar-benar kekanakan seperti ini.
Duh, kakiku lelah dan benar-benar kebas. Sejak keluar dari penjara bawah tanah yang gelap kepalaku sangat pusing karena mataku menerima rangsang cahaya jauh lebih banyak daripada sebelumnya. Kukira aku merindukan matahari namun ternyata bertemu matahari buruk bagiku di dunia ini.
Aku harus cepat membiasakan diri! Sejak tadi siang aku belum makan sedikitpun. Meski terbiasa kelaparan sejak ada di dunia ini tenaga dan kesabaranku juga punya batas. Ingin rasanya aku duduk di sofa empuk sebelah. Namun sadar diri aku harus tetap berdiri sampai anak itu menyelesaikan makan malamnya dan tugasku selesai.
"Sampai kapan kau sekuat itu berdiri?" Pertanyaan itu menyeru lamunanku.
"Apa yang mulia mengizinkan saya untuk duduk?" Tanyaku dengan hati luar biasa bersyukur karena dia akhirnya peka.
"Sebenarnya aku ingin membuat anjing baruku berdiri sepanjang malam. Tapi karena itu membuatku jadi tak mirip manusia maka aku akan mengizinkanmu duduk." Uh, akhirnya dia sadar kalau sifatnya sama sekali tak mirip manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECOND ENDING [END]
Historical Fiction[FIRST STORY] Setelah semua ketidakbergunaanku di kehidupan sebelumnya, aku terlempar ke dunia asing akibat menolong anak tetangga yang berniat bunuh diri. Dan dunia itu adalah dunia dari novel yang kebetulan kubaca sambil berlinang air mata selama...