Langit di pagi hari masih terasa gelap, dan suara hujan deras masih terdengar membuncah di luar. Aku membuka mata dengan amat berat, kepalaku pusing. Jadi aku belum bisa mencerna semua ini dengan benar. Saat sinar remang yang bisa kutafsirkan menjadi jelas. Aku berusaha tak memekik atau terlampau terkejut.
Kemarin aku berbincang dengan Nicholas sepanjang malam, sampai akhirnya pria itu pamit terlebih dahulu karena beberapa hal yang perlu diselesaikan. Aku hanya duduk di kursi menunggui Ludwig yang tengah tertidur dengan mata terkantuk-kantuk. Lalu ini,.. pria yang kemarin membuat masalah dengan insomnianya itu tengah berbaring dengan sikunya di sebelahku, dan memandangiku dengan tatapan aneh. Aku duduk di kursi sebelah sepanjang malam. Jadi siapa yang memindahkanku susah payah ke atas ranjang kalau bukan Ludwig sendiri? Oh, atau aku yang melakukannya tanpa sadar? Rasanya aku juga pernah mengalami hal ini empat tahun lalu.
Selain itu, apa Ludwig benar-benar kurang pekerjaan dan masih dalam kondisi tidak sadar? Ekspresi wajahnya yang tengah memandangiku bahkan tak berubah meski tahu aku telah bangun. "Anu, yang mulia apa saya yang kurang ajar naik ke atas ranjang anda?" tanyaku sehati-hati mungkin.
"Tidak aku yang melakukannya." jawaban lemah yang keluar dari mulutnya itu membuatku melotot.
"Itu, anu,.. apa saya melakukan kesalahan?" aku mencicit sendiri dibuatnya. Selain itu kenapa wajah pria ini makin dekat ke arahku?
"Hah, sepertinya aku yang akan melakukan kesalahan,..." dia menarik daguku dan mengangkatnya ke atas. Aku menggigit bibir bagian dalamku panik. Aku harus lari karena ini adalah hal yang salah. Jantungku berdetak cepat tak karuan. Andai wajah sayu Ludwig tak setampan ini aku pasti bisa segera mengembalikan kewarasanku dan melarikan diri.
Ta--tapi, aku harus apa?! Hembusan napasnya terasa panas menyapu wajahku. Aku menelan ludah secara susah payah. Detak jantung yang terdengar sampai memenuhi langit-langit ruangan pasti bukan hanya punyaku saja, kan?!
Jemari Ludwig yang tak memiliki luka akibat kecerobohannya semalam membelai bibirku. Aneh, itu lembut dan tak terasa kasar. Udara panas berkumpul di sekitar telingaku. Hidungnya yang hampir bersentuhan dengan hidungku menciptakan bunyi ledakan besar di dalam kepalaku. Ini situasi yang sangat buruk! Tapi otak dan tubuhku sedang tak sinkron melakukan kendali, jadi bagaimana caranya aku bisa lari?! Apa ini mimpi? Biasanya aku memang akan kesulitan lari dalam mimpiku sendiri.
"Apa kau pernah berciuman sebelumnya?" Ludwig menatap mataku dalam.
Jangankan berciuman, aku bahkan tak punya sedikit pun pengalaman dalam hal percintaan atau menyukai karakter nyata yang disebut manusia. Kepalaku secara reflek menggeleng sendiri.
"Sial, ini berbahaya dan membuatku gila. Tinggalkan ruangan ini dan jangan menemuiku jika aku tak memanggilmu!" napasku akhirnya terasa membaik. Ludwig bangkit berdiri duluan dan cepat-cepat menyibukkan diri. Dengan segera aku tergopoh-gopoh membenarkan selimut di pundakku dan berlari tunggang langgang meninggalkan kamarnya. Aku hampir lupa caranya bernapas, wajahku rasanya terbakar, dan detak jantungku masih saja tak beraturan. Aku menampari pipiku di sepanjang lorong kastil.
Ludwig, pria itu apa benar mau menciumku?! Ini tidak masuk akal dan sangat mengada-ada! Apa dia pernah sekali saja melihatku sebagai wanita di dekatnya? Memikirkannya membuatku merinding, apa setelah ini aku bisa bertingkah normal sebagai bawahannya seperti biasa?
"Aneira!" seruan di belakangku itu membuatku menoleh. Itu Ernest, menyadari kehadirannya di kastil saat ini membuatku terkejut karena ia harusnya komandan yang ditugaskan di atas tembok untuk mengintai pergerakan prajurit mayat hidup. Semalaman hujan turun dengan deras jadi pasukan yang sudah terlanjur ada di atas tembok pasti menetap di kamp sementara. Sangat mengejutkan melihat Ernest berada di kastil sepagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECOND ENDING [END]
Historical Fiction[FIRST STORY] Setelah semua ketidakbergunaanku di kehidupan sebelumnya, aku terlempar ke dunia asing akibat menolong anak tetangga yang berniat bunuh diri. Dan dunia itu adalah dunia dari novel yang kebetulan kubaca sambil berlinang air mata selama...