🍁Bab 23

1.5K 226 6
                                    

Pada akhirnya ada banyak hal yang seharusnya tak perlu kumengerti. Aku tak pernah percaya bahwa aku lahir ke dunia ini sebagai monster. Bahkan meski hanya tokoh anonim kenapa aku tak bisa menjalani kehidupanku dengan damai. Rasanya sangat sesak hanya dengan memikirkan bahwa diriku cuma bom waktu. Saat meletus siapapun yang ada di dekatku akan terluka. Aku lebih suka alur kehidupan yang mudah ditebak, namun karena aku berada dalam dunia novel alur kehidupanku sepertinya tak akan mudah ditebak. Apa aku pernah melakukan dosa besar yang tak termaafkan dan perlu menebusnya sampai seperti ini?

Aku membuang napas, menatap tampilanku di depan cermin. Umur yang sangat muda bagi tubuh ini. Gadis seusiaku harusnya membicarakan pria tampan dengan seorang teman atau memiliki hobi yang disukai. Hanya saja fakta bahwa aku cuma bom waktu yang bisa meletus kapan saja membuatku berpikir sepuluh milyar kali soal teman sebaya dan hobi. 

Aku memangkas kembali rambut gandum pucat ini setelah empat tahun berlalu. Rasanya lebih baik, kepalaku yang berat memikirkan prediksi masalah di masa depan sedikit terasa ringan. Seragam ksatria resmi yang pertama kali kupakai. Meski belum memiliki lencana penghargaan apapun, seragam ksatria resmi kekaisaran Cladence sangat keren. Warna merah dan emas khas keluarga kekaisaran. Entah mengapa aku merasa perlu mengembangkan senyumku sebagai prajurit resmi hari ini. Lima tahun lalu aku cuma pelayan, dan sekarang ksatria pribadi putra mahkota yang ikut perang. Ini terdengar hebat.

Aku keluar mengikuti apel dan arahan di lapangan alun-alun sebelum berangkat. Pasukan yang disiapkan oleh pihak kekaisaran sangat besar. Hingga aku merasa cuma sebutir pasir di sini. Yang jelas ini lebih dari lima legiun. Pelatihan wajib militer membuat lebih banyak penduduk siap perang. 

Ernest sebagai komandan ksatria satu ternyata yang maju ke depan sebagai pemimpin pasukan. Dan Ludwig yang terlihat tak suka berlama-lama sebagai panglima tertinggi dengan cepat mengakhiri pidato gerilyanya. Meski singkat dan terdengar tak bersemangat tapi itu cukup baik menyulut harapan pasukan siap tempur.

Saat seluruh pasukan bersorak siap untuk kemenangan, kami akhirnya benar-benar berangkat. Diiringi oleh penduduk yang menyerukan semangat beramai-ramai mulai dari alun-alun kota dan jalanan setelahnya. Aku tak sedikitpun melihat batang hidung Nicholas di tengah keriuhan ini. Dia sepertinya bergabung dengan ksatria bayangan yang bergerak diam-diam. Jantungku berdetak kencang. 

Pundakku terasa berat dengan semua tangan yang seolah diletakkan jadi satu di sana. Ludwig menyebutku kartu As kekaisaran, namun pada dasarnya aku ini cuma bom waktu. Setidaknya aku merasa tenang. Banyak wanita yang juga andil dalam perang ini. Entah sebagai prajurit ksatria, atau pelayan dan tenaga medis yang jumlahnya cukup besar. Persiapan perang sepertinya terlihat benar-benar matang.

"Kenapa kau kembali memangkas rambutmu?" ucap Ludwig di hadapanku saat keluar dari jalan utama. Karena termasuk ksatria pribadi serta pelayannya, aku dan Deklis jadi ditempatkan pada satu kereta kuda yang sama dengannya. Ini pengaturan yang menguntungkan bagiku, setidaknya aku tak perlu seperti ksatria pribadi Ludwig lainnya yang harus mengawal sepanjang perjalanan dengan menunggang kuda. Pasti akan melelahkan duduk dengan punggung lurus selama berjam-jam.

"Akan menyusahkan punya rambut panjang saat perang yang mulia." Jawabku, berusaha mengontrol emosi yang terlukis di raut wajahku. Mulai sekarang aku berupaya hidup sebagai ksatria sepenuhnya, jadi perasaan sakit, senang, atau menyesakkan yang kerap kali mudah tertebak lewat ekspresi itu akan kuhilangkan.

"Pakai ini!" dia mendadak mengulurkan sesuatu dari balik jubahnya.

Aku mengerutkan kening sejenak, sebuah jepitan rambut berbentuk bunga lavender dengan warna ungu. Gagangnya terbuat dari emas putih dan kelopak lavender yang bersinar ini, sepertinya berasal dari permata langka. Terlihat seperti sesuatu yang mahal dan berharga. Kenapa malah dia berikan kepadaku? Aku menatap ke arahnya, bertanya.

THE SECOND ENDING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang