🍁Bab 51

994 156 7
                                    

Mataku akhirnya kembali terjaga. Tempat tidur yang nyaman, selimut yang hangat dan langit-langit ruangan yang tinggi. Lentera yang menyala dengan redup membuat netraku tak terlalu terkejut. Tubuhku terasa segar, aku pingsan hanya karena kelelahan tanpa mendapatkan luka yang besar. Ngomong-ngomong apa ini kastil, tempat benteng pertahanan yang sering digunakan oleh pihak kekaisaran Cladance?

“Kau sudah bangun? Sudah lama aku menunggumu.” Suara serak dan dalam itu menyapaku dari samping.

Aku tersentak sejenak. “Yang mulia an--” suaraku tercekat. Ludwig menutup mulutku dengan telunjuknya sebelum aku selesai berbicara. “Ssstt.... kau pikir hanya kau yang butuh tidur?” tangannya berderak dengan lembut mengelus pipiku. “Tidurlah lebih lama, kau tak perlu ikut pesta perayaan perang untuk malam ini.”

“Maksud anda pesta perayaan perangnya dilakukan malam ini juga?” tanyaku seraya menautkan alis.

“Ah, bukan pesta perayaan resmi. Hanya dilakukan oleh prajurit dan tentara bayaran. Isinya pun cuma minum-minum sambil makan daging setelah sekian lama. Wanita tak seharusnya terlibat di dalamnya, bukan?” Ludwig menarik seringai. Kadar menyebalkan di wajah tampannya jadi naik tiga puluh persen.

“Kalau begitu kenapa anda juga tidak ikut?”

“Wanitaku tidak sadarkan diri setelah bertarung demi kemenangan perang. Haruskah aku meninggalkannya?”

Mulutku refleks berdecak. “Yang mulia sudah saya katakan bukan untuk berhenti menggoda saya? Apa anda sudah lupa berapa kali saya tak sadarkan diri bahkan koma setelah menjalankan semua misi konyol dari anda?! Perhatian omong kosong macam apa sekarang ini?!” Ya ampun aku ini harusnya orang yang sangat dewasa. Kenapa masih saja mudah tersulut emosi karena masa lalu? Isshh, ini menyebalkan! Sifatku benar-benar labil padahal sudah hidup dalam waktu yang lama.

“Kau berhak marah atau merasa kesal atas itu. Tapi saat kau tak sadarkan diri aku tak pernah benar-benar meninggalkanmu. Aku selalu datang bahkan saat tak punya waktu. Ya, tapi itu terjadi saat kau masih tidur. Aku tak mau memperparah kondisimu karena tensi darah yang naik akibat kau marah dan memakiku. Terserah kalau kau menganggap ini omong kosong atau apa, tapi kau bisa tanya Nicholas untuk tahu kebenarannya.”

Ucapan Ludwig barusan membuatku berpikir. Bukan tentang dia yang begitu perhatian ketika aku tak sadarkan diri. Tapi ini tentang Nicholas. Bayangan tentangnya yang sempat buram dalam ingatanku terasa segar kembali. “Yang mulia, ngomong-ngomong bagaimana kabar Nicholas saat ini?”

“Apa itu penting sekarang?” raut wajah Ludwig dengan cepat berubah saat aku bertanya tentang Nicholas. Bukan apa-apa aku hanya ingin tahu apa dia hidup dengan baik setelah kuselamatkan atau tidak? Kalau dia mengiraku sudah mati dan tertangkap oleh penyihir agung dengan alasan menyelamatkannya, apa mungkin dia tenggelam dalam rasa bersalah dan menjadi terpuruk?

Elusan tangan Ludwig di pipiku menyadarkanku. “Dia baik-baik saja saat ini. Malah dia yang paling berambisi mengacaukan rencanamu untuk menyusup di kelompok penyihir agung dan membawamu kembali. Yah, meski sempat bersebrangan anak itu berhasil kuatur dengan baik.”

Aku memandang jauh ke dalam mata Ludwig. Harusnya aku kesal atas sentuhannya di wajahku dan menyingkirkannya sejak tadi. Tapi entah kenapa ini terasa nyaman. Sejak kapan aku mulai terbiasa dengan sentuhannya yang seenaknya begini. Ini tidak boleh berjalan terlalu jauh.

Dengan segera aku bangkit untuk duduk. “Hei, kau mau kemana? Apa ada yang kau butuhkan?” Ludwig yang tadinya berbaring di sebelahku ikut bangkit juga.

“Tidak, saya harus pergi menemui Nicholas sekarang juga. Sudah setahun kami tidak bertukar kabar saya benar-benar ingin tahu bagaimana kondisinya sekarang juga.” Ujarku.

THE SECOND ENDING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang