Mataku terasa berat, mungkin karena terlalu banyak kupakai menangis semalaman. Padahal aku sudah bertekad tak menangis, namun air mataku malah tumpah begitu saja di depan Abelion yang notabennya orang asing bagiku.
"Kehadiran anda selalu diharapkan di Wandelgard, Tuan Putri." Kata-katanya sejak semalam bahkan belum tanggal juga dari otakku.
Sebagai seseorang yang dapat berpikir jernih sejak awal aku memang tak boleh menjadi egois. Hanya saja jika aku memang benar akan pergi ke Wandelgard dan menjadi Putri Griselda di sana, bagaimana dengan Cladence yang selama ini menyimpan berjuta kenangan?
Aku akan meninggalkan semuanya bahkan termasuk Ludwig. Jika aku memilih egois dan tak menerima takdir ini, maka orang yang mencintaiku di kehidupan ini pun akan mendapat akhir tragis yang sama. Setelah kehidupan ini selesai, aku tak akan terlahir kembali dengan ingatan masa lalu. Harusnya itu melegakan, namun aku terlanjur memiliki orang-orang berharga dan juga seseorang yang kucintai di kehidupan ini. Apa mungkin kita masih bisa bertemu kelak di alam semesta lain? Tak masalah jika itu hanya untuk sekedar memastikan kabar dan menyapa.
Tidak, aku menggeleng pelan. Bodoh sekali jika aku masih berharap terikat dengan orang-orang yang kutemui di kehidupan ini untuk kehidupan lainnya. Akan lebih baik jika setelah penebusan dosaku selesai, aku benar-benar menghilang dan tak dilahirkan kembali.
Aku menghela napas panjang. Memantapkan kakiku untuk membuka pintu ruangan. Di dalam sana Kaisar dan Permaisuri dari Wandelgard telah menungguku. Aku akan bertemu dengan orang tuaku di kehidupan ini. Orang-orang yang kupanggil ayah dan ibu. Aku tak ingat punya banyak kenangan dengan mereka yang disebut orang tua di kehidupan sebelumnya. Jadi apa yang akan berubah setelah ini?
"Saya menghadap Yang Mulia Kaisar dan Permaisuri Wandelgard yang terhormat. Musim dingin abadi dan harapan kemakmuran untuk Wandelgard selamanya." Aku membungkuk dan mengembangkan gaunku ke arah seorang pria dan wanita paruh baya di dalam ruangan ini.
Aku tak bisa memastikan umur kaisar dan permaisuri Wandelgard secara langsung. Karena ternyata mereka terlihat jauh lebih muda dari usianya. Kaisar Wandelgard memiliki rambut berwarna gandum pucat dan mata berwarna ungu yang agak gelap. Ciri fisiknya mirip denganku. Sementara itu sang permaisuri memiliki rambut berwarna hijau limau dan mata berwarna hijau juga. Aku hanya melihatnya sekilas sebelum membungkuk guna memberi salam tadi. Tapi dia benar-benar sangat cantik.
"Kau tak perlu berlama-lama untuk membungkuk dan memberi salam nak." Suara teduh dan menenangkan itu menyapa indera pendengaranku.
Aku segera mendongak dan menemui bahwasannya kaisar dan permaisuri Wandelgard telah berdiri di hadapanku dengan mata yang berkaca-kaca. "Kami akhirnya menemukanmu. Penantian setelah 20 tahun ini akhirnya terbayar juga. Kau tumbuh dewasa dengan sempurna, sangat cantik seperti ketika kau dilahirkan." Sang permaisuri tanpa berbasa-basi langsung memelukku dengan erat dan menumpahkan tangisannya.
Sang kaisar menatapku dengan gemetar. Air matanya telah luruh sejak tadi. Tangannya tergerak dan tanpa banyak bicara akhirnya mendekapku bersamaan dengan sang permaisuri. "Maaf jika ini begitu terlambat, Griselda anakku sayang. Kau tumbuh dewasa dengan sangat baik."
Aku tergagap dalam pelukan mereka. Perasaanku rasanya amat sakit. Jadi aku kembali menintikkan air mata begitu saja. Aku melirik ke arah sudut, dimana Ludwig menatapku dengan tatapan kesedihan dan ketidakrelaan di sana. Apa ini benar-benar akhir untuk kita berdua?
……..
Setelah tes DNA dengan regen sihir dipastikan telah selesai, dan aku memang terbukti sebagai Putri Griselda yang telah menghilang dari Wandelgard. Akhirnya perundingan akan nasibku diantara dua kekaisaran pun terjadi. Ludwig tetap menyayangkan kepergianku dengan menawarkan pernikahan politik antar negara, namun dengan banyak resiko yang perlu dipertimbangkan. Sementara itu Kaisar Wandelgard dengan kukuh menolak usulan tersebut dan berencana akan tetap membawaku ke Wandelgard sebagai putri mahkota yang kelak akan memerintah Wandelgard di masa depan.
"Saya dengan tegas menolak tawaran anda yang mulia. Sejak awal Wandelgard dan Cladence terletak di benua yang berbeda dan sangat jauh jaraknya. Aliansi pernikahan politik dan penyatuan negara akan sangat sulit dilakukan. Anda dan putri saya merupakan penerus masing-masing negara. Jadi tidak ada yang namanya penyatuan. Cladence tetap dengan wilayahnya di benua barat dan Wandelgard tetap pada wilayahnya di benua selatan." Sekali lagi Kaisar Wandelgard menegaskan penolakan.
"Tapi bukankah tidak ada yang tidak mungkin? Dengan menyatukan dua wilayah negara yang luas, bukankah kita bisa menguasai separuh dunia dan menanamkan pengaruh kekuasaan yang kuat?" Ludwig terlihat meminta pertimbangan. Itu terdengar putus asa dan sangat kurang memungkinkan. Separuh wilayah dunia itu terlalu menyulitkan. Memerintah negara selembar daun kelor saja sudah sulit dengan otonomi daerah dan sebagainya. Jadi mana bisa ia meminta separuh dunia? Aku menunduk dalam-dalam, tahu benar bahwa Ludwig sudah amat frustasi dengan perundingan ini, hingga mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal.
"Tidak bisa yang mulia, karakteristik geografi Cladence dan Wandelgard saja sudah berbeda. Jika anda tetap kukuh menawarkan aliansi pernikahan politik, kami juga tetap dengan tegas menolak. Jika anda melepaskan putri kami kembali ke Wandelgard, maka kami bersedia bekerja sama dengan Cladence dengan menyuplai sumber daya batu mana yang kami miliki. Namun jika anda tetap menolak menyerahkan putri kami, maka kami tak memiliki pilihan lain selain membawanya secara paksa dan menciptakan perang. Wandelgard tidak pernah main-main dengan ancamannya. Meski negara kami cinta akan kedamaian, namun kami tetap memiliki pasukan militer terkuat di selatan dan sumber daya tak terbatas dengan produksi batu mana yang kami miliki. Teknologi yang dimiliki oleh Cladence dalam perang bahkan belum dapat menyaingi separuh kemajuan teknologi dan sumber daya yang dimiliki oleh Wandelgard. Jadi apa anda yakin akan tetap egois dalam perundingan ini?"
Aku merinding mendengar kata-kata ancaman yang keluar dari mulut Kaisar Wandelgard. Dia terlihat begitu tenang, hingga membuatku tak percaya bahwa kalimat ancaman itu bisa datang darinya. Perang hanya untuk membawaku, bukankah itu keterlaluan? Bisa-bisa aku menjadi beban antar benua kalau begini.
Ludwig menarik napasnya sejenak, berusaha terlihat tenang meskipun sedang sangat emosional saat ini. "Sebenarnya apa yang akan terjadi jika kalian tidak membawa sang putri kembali ke kekaisaran kalian?"
"Karena sudah sejauh ini haruskah saya mengatakan rahasia kemajuan teknologi berkat batu mana yang diproduksi hanya di Wandelgard?" Tawar Kaisar Wandelgard.
Semua yang berada di ruangan seketika tertegun. Rahasia batu mana yang hanya diketahui internal pihak keluarga kekaisaran Wandelgard hari ini akan diketahui publik. Jadi apa akan ada sesuatu yang mencengangkan dari rahasia produksi batu mana tersebut?
"Produksi batu mana berkaitan langsung dengan kekuatan mengendalikan mana tak terbatas yang dimiliki oleh keluarga kekaisaran. Hal ini sudah lama dilakukan secara turun temurun untuk masa depan negara. Dan saat ini sebagai kaisar Wandelgard saya-lah yang memegang kendali produksi batu mana tersebut. Dengan kekuatan itu sejak awal keluarga kekaisaran menanggung kutukan dari sang naga yang menguasai daratan beku milik kami. Di setiap generasi hanya akan ada satu penerus yang lahir untuk meneruskan darah kekaisaran dan mewarisi kekuatan tersebut. Jadi jika saat ini kami kehilangan putri kami, maka Wandelgard akan runtuh. Di masa depan tidak akan ada lagi Wandelgard dengan kemajuan teknologi berkat produksi batu mana. Yang mulia, kami akan tetap membawa putri kami kembali. Diizinkan atau tidak kami tak peduli. Jika anda tak terima secara tidak langsung anda membuat kami mengumumkan perang besar antar benua. Bukankah Cladence saat ini juga masih memulihkan diri akibat dampak perang tempo hari? Anda hanya akan menjadi kaisar terburuk yang membuat negara lain mengumumkan perang hanya karena menginginkan seorang wanita yang mulia!"
Lengang, tak ada jawaban. Semua yang ada di dalam ruangan nampak bersitegang satu sama lain. Aku menggenggam tangan Ludwig dari bawah meja. Pria itu menoleh. Menatapku dengan mata nanar. Air mataku lolos begitu saja. Aku berusaha tersenyum namun rasanya begitu perih dan getir. Ludwig menggenggam tanganku tak kalah eratnya. Kami tidak boleh menjadi orang jahat hanya karena ingin bersama satu sama lain.
Aku menggeleng pelan ke arahnya. "Tidak apa-apa jika kita tidak bersama, jangan memaksa, rakyat dan negara jauh lebih penting daripada urusan perasaan kita."
…….
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECOND ENDING [END]
Ficção Histórica[FIRST STORY] Setelah semua ketidakbergunaanku di kehidupan sebelumnya, aku terlempar ke dunia asing akibat menolong anak tetangga yang berniat bunuh diri. Dan dunia itu adalah dunia dari novel yang kebetulan kubaca sambil berlinang air mata selama...