🍁Bab 10

2.8K 354 4
                                    

Mulai malam ini festival tahunan musim gugur yang diselenggarakan kekaisaran dimulai. Festival ini selalu menarik setiap tahunnya. Karena diselenggarakan di dalam dan luar istana sehingga semua rakyat dapat turut serta berpartisipasi. Festival yang diselenggarakan di dalam istana umumnya dihadiri oleh bangsawan di kekaisaran ini juga tamu undangan dari berbagai negara. 

Hal tersebut membuatku bernapas lega. Sebab aku akhirnya bisa mencuri waktu untuk bermalas-malasan selepas persiapan festival berakhir. Sedikit banyak alur novel mulai berjalan. Tepat saat puncak festival nanti pihak kaisar akan mengumumkan pertunangan antara Ludwig dengan putri Evelyn dari keluarga duke Langton. Ludwig yang marah karena keputusan pertunangannya diumumkan secara sepihak memilih meninggalkan aula pesta dan menolak dansa pertama dengan putri Evelyn sebagai tradisi. Lalu putri Evelyn yang terluka karena Ludwig yang disukainya dari kecil menolaknya juga pergi dari aula pesta dengan rasa malu dan sakit hati. Dia akan pergi ke taman belakang ini sendirian lantas diikuti oleh Deklis Wagner.

Sebagai pelayan yang tak bisa masuk ke aula pesta seenak jidat, aku memutuskan pergi ke taman belakang yang dituju putri Evelyn dalam novel. Alasannya... apa lagi kalau bukan menyimak adegan romantis antara Evelyn Langton dan Deklis Wagner. Mereka berdua tokoh favoritku. Tak mungkin aku melepaskan kesempatan menonton pentas mereka mumpung masih bisa malas-malasan begini. 

Persetan dengan nanti saat kembali Ludwig akan mengamuk karena pengumuman pertunangan yang tiba-tiba, aku harus tetap menjalankan misi ini. Soal menghadapi kemarahan Ludwig sebaiknya aku tak dekat-dekat dengan istana tempatnya berada. Sebab kepala pelayan pasti akan menempatkanku pada situasi berbahaya seperti malam itu. Menyaksikan Ludwig frustasi itu cukup menguras emosi. Aku ini pecandu kisah romansa, jadi berada di sini lebih sehat bagi jiwa dan batinku.

Kembali ke panggung, pertunjukkan pentas akhirnya dimulai. Bulan yang bersinar temaram, lampu taman yang menyorot redup dan bintang yang berserakan. Pertunjukkan romansa khas abad pertengahan akan segera berlangsung. Aku menahan napas, sayang sekali aku tak bisa mendekat lagi lebih dari ini. Tak ada tempat bersembunyi yang bisa kujadikan acuan selain pohon raksasa di hadapanku saat ini. Ugh.... ayolah aku juga ingin tahu bagaimana isi dialog mereka. Andai saja aku punya telinga sensitif pasti akan sangat mudah menangkap isi percakapan itu.

Oke, aku hanya perlu tenang dan menyimak adegan demi adegan yang terjadi. Tak masalah dengan isi percakapannya daya ingatku itu cukup bagus. Jadi aku bisa ingat meski tak detail isi percakapan mereka dari novel yang kubaca dulu. Dari sini dapat kusaksikan Deklis yang tengah berada di kejauhan berpikir serius. Tangannya terangkat seolah ragu-ragu untuk menyapa Evelyn yang berdiri di taman ini sendirian. 

Setelah membuang napas panjang, langkah kakinya mulai berderap mendekat. Ia kelihatan gugup, namun akhirnya berani menyapa juga. Evelyn menoleh, berusaha sok tegar agar berhenti terisak dan menyeka air matanya. Deklis tak tinggal diam atas itu, ia mengulurkan sapu tangan dan menghapus air mata Evelyn dengan lembut. Mereka terlihat bercakap-cakap untuk sesaat, namun sayangnya aku tak mampu mendengar suara apapun. Adegan demi adegan berlanjut, Deklis melepaskan mantelnya dan menaruhnya di bahu Evelyn. Evelyn mendongak menatap lurus ke arah mata Deklis. Bulan seolah berada tepat di atas kepala mereka, sangat bersinar hingga membuatku tak bisa tenang. Bagaimana bisa adegan yang cuma kubayangkan dalam buku bisa senyata ini?

Aku menahan diri agar tak menepuki pipiku karena saking antusiasnya. Dan ketika adegan selanjutnya berlangsung, dadaku mendadak terasa sesak. Evelyn melepaskan mantel yang diberikan Deklis dari bahunya, mengatakan sesuatu untuk itu lantas berlalu begitu saja. Deklis terdiam memegangi mantelnya. 

Angin musim gugur bertiup menerbangkan daun maple yang mengarak kepergian Evelyn dengan sisa gaunnya yang menjuntai. Tatapan kecewa yang jelas terpancar dari mata Deklis. Ia tak bisa melakukan apapun untuk menghibur seseorang yang dicintainya. Langkah keduanya tertinggal jauh. Deklis yang diam di tempat dan Evelyn yang pergi tanpa mendengar pernyataan cinta tulus. Keduanya saling memunggungi dengan jalan yang seolah bersebrangan. Satu tak mengerti tengah dicintai dan satunya lagi bodoh karena mencintai. Meski tanpa dialog pun aku mengerti bagaimana kekecewaan Deklis saat ini. Fragmen karam dan berakhir. Bab ini sempurna selesai. (Note: cocok nggak pakai POV orang ke-3?)

THE SECOND ENDING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang