🍁Bab 48

916 143 1
                                    

Ingatan usang berputar seperti gulungan kaset raksasa di kepalaku. Aku mungkin telah tidur untuk waktu yang lama. Kegelapan tak berujung dan secercah cahaya yang sedikit demi sedikit mulai merasuk. Tanganku terulur di udara mencoba memeluk semua puing kenangan yang perlahan mengabur. Ini sepertinya sudah cukup, aku juga perlu berjuang untuk sadar dan membuka mata dengan segera.

Tapi sekarang aku masih sangat lelah. Ingatan sesak yang sangat panjang seolah tak ada habisnya lewat. Jika kapasitas memori manusia itu terbatas, maka semua kenangan yang kulihat dalam panel mimpiku tersebut adalah ingatan dari semua kehidupan yang dijejalkan paksa ke otakku. Trauma, mimpi buruk, dosa, dan akhir kesepian yang sama. Aku telah banyak melakukan hal tak berperikemanusiaan dan dikutuk berakhir malang di setiap kehidupan. Penulis itu benar. Daripada dicintai orang sepertiku adalah orang yang paling dibenci semesta. Meski aku mendapat berkat dalam setiap kelahiran sekalipun, itu tak bisa menampik fakta bahwa aku membawa takdir malang yang perlu kupertanggungjawabkan di setiap kehidupan.

Di kehidupan ini apa aku juga akan berakhir malang? Aku harap ini yang terakhir. Tak masalah jika aku tak menjadi pahlawan atau seseorang yang akan merubah alur. Aku hanya ingin semua ini berakhir dan membuat upaya penebusan dosaku selesai. Sehingga aku tak perlu lagi terlibat dengan kelahiran baru lainnya seusai kematian.

Kepalaku diliputi rasa pusing dan dengungan yang luar biasa. Jiwaku mungkin telah berkelana terlalu jauh. Jalanan di hadapanku saat ini lengang. Lentera dengan sinar yang nyaman dinyalakan dari ujung ke ujung. Seolah menunjukkan kepadaku arah yang tepat untuk keluar dari gerbang ingatan ini. Aku mengikuti cahaya itu tanpa kecurigaan atau perlawanan. Kali ini sinar yang kukejar tak lagi menghilang. Aku ingat bahwa ada yang menyalakan lentera ini saat aku pergi. Seseorang dengan rambut pirang emas dan langkah tegap yang tak pasti. Dia mengingatkanku pada Ludwig. Namun untuk berpikir bahwa itu Ludwig sepertinya salah. Mana mungkin pria itu bisa masuk ke dalam alam mimpiku?

Sampai di ujung aku bingung dengan persimpangan jalan mana yang akan kulalui? Cahaya lentera di belakang sudah padam. Aku tak punya petunjuk lain untuk kembali. Dalam kegelisahan karena cahaya yang tak melalui pandanganku sedikit pun, aku pasrah untuk mencari jalan keluar. Sebuah tangan mendadak menyentuh ujung jemariku. Aku dibuat berjingkat untuk sesaat. Namun tangan itu rasanya hangat, jadi aku meraihnya dan menggenggamnya tanpa perasaan curiga.

Punggung kokoh samar yang tak terasa asing. Tanpa suara sekalipun aku mungkin mengenalinya. Langkahku tergerak mengikuti tangan yang menuntunku tersebut. Cahaya samar sedikit demi sedikit mulai terlihat. Hingga akhirnya bayangan pria dengan punggung kokoh dan rambut hitam tersebut mengabur seperti debu ber-iring terangnya cahaya. Aku kembali menitikkan air mata meski menemukan jalan pulang....

......

Aku bangun, kali ini benar-benar terjaga di dunia nyata. Air mataku masih menetes. Perasaan sesal kembali menyergapku. Untuk kesekian kalinya aku selamat dari kematian dengan tubuh yang diliputi rasa sakit luar biasa. Mataku menatap kosong ke arah sekeliling. Ruangan dengan dinding gua yang asing. Cahaya bulan nampak bersulur dari celah atap yang terbuka. Tampias salju ikut menerabas masuk, rasanya begitu dingin hingga kulitku ikut mati rasa dan hampir membeku. Tangan dan kakiku tengah dirantai pada sebuah kursi yang aneh. Ini bukan kursi normal namun mirip kursi penyiksaan atau kursi bagi korban persembahan. Otakku yang baru saja sadar butuh muat ulang untuk mencerna keadaan ini. Suhu rendah membuat penglihatanku makin samar dan konsentrasiku menurun tajam.

Sebuah lolongan panjang terdengar di awan. Kilatan petir bersambut suara gemuruh menggelegar setelahnya. Aku mendadak dihadapkan dengan mata tanpa pupil yang menatapku dengan aura permusuhan. Mahluk asing itu bergerak mendekatiku. Empat tanduk tipis menghiasi kepalanya. Dan ketika aku mencoba berpaling dari menatapnya suara dengusan keluar dari lubang hidungnya yang cekung. Kepalanya yang tebal berada di atas tubuh yang kurus dan kaku. Kekuatan listrik berderak melalui kulitnya.

THE SECOND ENDING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang