Kami dikejar! Meski terlihat lengah musuh tetap melakukan serangan balik dengan cara yang tak terduga. Gemuruh suara senapan bersautan, ada yang mengeluh salah tembak dan saling memaki satu sama lain karena tak mau disalahkan.
Asap tebal melingkupi langit malam yang gelap. Suhu udara baru saja turun beberapa saat lalu, membuat tubuh jadi mudah lelah dan pandangan memburam dengan sendirinya. Konsentrasiku perlahan menurun. Langkahku berulang kali tersendat karena membawa banyak tawanan anak sekaligus dalam keadaan berlari.
"Apa ini sudah cukup, dame?" seorang prajurit yang membantuku menaikkan tawanan ke kereta itu bertanya gopoh. Meski suhu udara mendingin seolah mau turun salju, api di belakang semakin membesar menciptakan lautan neraka bersamaan dengan runtuhnya barak musuh.
Kami diburu waktu. Sayangnya karena terlarut pada proses penyelamatan tawanan yang memungkinkan, aku jadi terjebak di situasi ini dan lupa menyelamatkan diriku sendiri. Kereta kuda terbuka untuk para tawanan sudah penuh, dan tak bisa dimasuki penumpang tambahan lagi. Akhirnya hanya ini yang bisa kuselamatkan... aku meminta maaf untuk sisanya. Maaf, karena aku tetap saja terlalu lemah dan tak bisa menyelamatkan lebih banyak nyawa seperti omong kosong yang sering kukatakan.
Aku mengangguk ke arah prajurit itu. "Yah, pergilah!" jawabku lugas. Dengan segera kereta kuda terbuka tersebut menjauh dari pandanganku. Aku menoleh ke belakang. Ernest punya sesuatu yang harus ia lakukan, jadi aku perlu menunggunya kembali dengan pasukannya saat ini.
Kecemasan eksplisit yang tak bisa kuhindari semakin menjadi. Aku harus tenang. Dia berjanji akan membawaku keluar bersama jadi dia pasti akan kembali. Suara letusan bom lainnya kembali terdengar. Di samping itu suara senapan yang tadinya teredam semakin galak bersahutan.
Di tengah kekacauan ini, aku merasa seperti anak ayam tersesat yang tak tahu apa-apa. Langit dipenuhi kembang api. Itu seharusnya indah bukan mengerikan karena ratapan kesakitan dari raga yang menjadi abu dan jiwa yang diterbangkan paksa ke langit.
Aku tertekan dan semakin menggigil. Yang bisa kulakukan hanya menunggu dan berkeyakinan bahwa Enest pasti akan menjemputku sebentar lagi. Tak lama kemudian gemuruh langkah kaki kuda mulai terdengar.
Aku menoleh ke belakang, seolah keluar dari kobaran api siluet bayangan kuda seperti lukisan itu tengah menuju ke arahku. Merasa telah melihat sinar harapan yang datang, tanganku terulur dan menyambutnya. Seseorang yang menaikki kuda di barisan terdepan langsung menarik tanganku dan membawaku ke atas punggung kudanya begitu saja. Aku hampir dibuat tak bernapas untuk sesaat. Jantungku mau melompat ke inti bumi karena adegan menolak gravitasi yang begitu ekstrim tadi.
"Aku bersyukur karena kau menjemputku!" ujarku berteriak di tengah guncangan kuda yang melaju kencang saat ini.
"Bagaimana bisa aku meninggalkanmu?" suara Ernest terdengar teduh seperti biasanya. Dia membungkus kepalaku dengan jubahnya dan memelukku erat dari belakang. Aku jadi tak tahu apa yang tengah terjadi di sekitarku. Hanya saja aku merasa aman meski bunyi peluru berdesing dan ringkikan kuda di belakang bersahutan menyambut prajurit yang gugur.
Harga perang memang selalu mahal. Meski menang sekalipun tak ada jaminan negara akan tetap aman ke depannya. Menata negara yang sudah berdiri sejak lama saja sulit, apalagi mendirikan negara baru berkedok kapatalisme yang memperburuk ketimpangan.
Di tengah kekacauan tak masuk akal ini, pikiranku malah tak sengaja melintaskan bayangan tentang Ludwig. Pria itu menerima peluru dengan dadanya. Apa mungkin dia selamat dan bertahan sebagai pemenang di akhir? Entahlah, di detik ia memejamkan mata dia terlihat sangat lemah. Meski tak sempat bertahan sekalipun aku tetap tak sanggup mendengar berita tentang kematiannya. Perasaan rancu dan isi kepala yang menyelasar terlalu jauh. Dari semua hal yang bisa dipikirkan kenapa sesuatu tentang Ludwig yang paling kusesali?!

KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECOND ENDING [END]
Ficción histórica[FIRST STORY] Setelah semua ketidakbergunaanku di kehidupan sebelumnya, aku terlempar ke dunia asing akibat menolong anak tetangga yang berniat bunuh diri. Dan dunia itu adalah dunia dari novel yang kebetulan kubaca sambil berlinang air mata selama...