🍁Bab 35

1.1K 200 0
                                    

Bayangan tentang pertempuran berhari-hari serta kerusakan yang terjadi di dalam pikiranku sirna. Pasukan dari regu tambahan tiba di pagi hari sesaat setelah matahari terbit di pantai selatan Marcenian. Beberapa prajurit kekaisaran yang sejak awal disiagakan di sini datang menjemput kami menuju barak yang telah disediakan. 

Tidak ada aroma pertempuran yang terjadi, jika itu bukan kekuatan besar maka kekaisaran pasti bertempur dengan kekuatan fisik tanpa mengandalkan sihir. Mengingat tak ada sedikit pun kerusakan besar berkat perang di pelabuhan ini. Semakin jauh berjalan dermaga tempat bengkel kapal terlihat penuh. Aku menatapnya cukup terkejut dalam jarak dekat. Penulis memang tak memberikan gambaran jelas terkait era kapan dunia ini terjadi. Tapi teknologi perang yang dimiliki oleh kekaisaran cukup mengejutkan. 

Bom dan granat yang dibuat dengan sihir tak membuatku terlalu bingung, namun ini kapal perang raksasa yang dilengkapi tank dan pelontar bom. Jumlahnya cuma 2 dan itu sudah cukup memenuhi dermaga. Membayangkan lebih dari 1000 orang muat di kapal itu, kekuatan musuh yang dihadapi saat ini pasti sangat mengerikan.

"Nichol, siapa yang membuat kapal-kapal itu?" tanyaku ke arah Nicholas yang berjalan beriringan bersamaku saat ini.

Dia menurunkan jubah untuk menutupi matanya. Saat hari terang dia memang suka bersembunyi agar khalayak tak menyadari bahwa dia adalah salah satu anak kaisar lewat warna matanya. "Sejak dulu kekuatan militer kita sudah kuat, di masa lalu ada penyihir yang katanya meramalkan masa depan. Kaisar yang selalu khawatir dengan jalur laut pada masa itu banyak berinvestasi untuk keamanan militer di jalur laut. Dan kapal perang itu adalah salah satu penemuan yang tak terpakai dan baru sekarang diturunkan." Penjelasan Nicholas membuat mulutku terngangah. 

Apa kekaisaran Cladance adalah Atlantis yang hilang? Bagaimana bisa peradaban semaju ini? Mesin uap yang digunakan masih konvensional dan mereka sudah membuat kapal perang di masa lalu?! Ini tidak masuk akal, tidak logis, dan terlalu mengada-ngada! Namun ini nyata?!

"Dengan sihir semuanya bisa dilakukan, jadi untuk apa kau membuat ekspresi bodoh seperti orang ketinggalan jaman begitu?" perkataan Nicholas menyela isi pikiranku yang penuh. Aku menatapnya setengah jengkel. "Aku ketinggalan jaman?!"

......

Sampai di barak barulah kesibukan yang terjadi karena perang benar-benar terlihat. Mataku menyelasar ke sekeliling, mencari-cari keberadaan Ludwig yang tak kulihat lebih dari sebulan. Wah... dia ternyata kompeten, jubah pangeran yang dikenakannya melambai-lambai didera angin laut. Sejak tadi ekspresinya terlihat mengeras berkali-kali saat berbicara dengan seorang bawahan yang mencicit setiap kali selesai bicara. Menyaksikannya membuatku tertawa geli. Di sebelah Ludwig ada Nancy, gadis itu terlihat pias karena sepertinya tak terbiasa dengan sikap tempramen pria di sampingnya. Ia memegang tangan Ludwig seolah berusaha menenangkan kemarahannya namun berulang kali ditepis. Ya, ampun alur romansa mereka lambat sekali.

Nancy yang polos dan penakut serta Ludwig yang berkelakukan tsundere. Sampai tahun depan pun Ludwig tak akan menyadari perasaannya kalau Nicholas dan Ernest tidak turut andil dalam hubungan perasaan rumit mereka. Aku tak peduli dengan kisah romansa yang mengalami penyimpangan alur. Bagian utama yang kupedulikan adalah kemunculan penyihir agung akibat kemunculanku. Ini menyebalkan aku jadi merasa punya tanggung jawab besar atas akhir cerita yang mau diubah. Kupikir keberadaanku membawa alur dunia yang lebih baik, ternyata aku malah menyesatkan alur itu.

Selesai dengan pembagian tenda penginapan, kami diberi waktu beristirahat untuk sarapan dan menyesuaikan kondisi. Tidak semua prajurit cocok dengan angin laut. Itu bukan karena mereka lemah, hanya saja prajurit tambahan memang sejak awal tak pernah mendiami daerah pesisir hingga mudah sekali masuk angin. Aku sendiri juga demikian. Hidangan yang disajikan untuk sarapan sebagian besar terdiri dari ikan laut. Mulai dari sup ikan, ikan asap awetan, sarden, dan sebagainya. Aku memang tak pernah pilih-pilih makanan, hanya saja makan sup ikan yang kepalanya terlihat menyembul keluar dari kuali membuat perutku bergejolak. Aku punya alergi ikan laut. 

THE SECOND ENDING [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang