TIM 38

176 3 0
                                    

Tak terasa, hari ini adalah hari terakhir di mana Albar dkk melaksanakan Ujian Nasional mereka. Untuk Albar, dan Rasya sih memang tidak ada kesulitan dalam menjawab semua soal-soal itu. Tapi beda cerita dengan Bima, dan Haniv. Meskipun anak nakal, mereka itu lumayan pintar sih sebenarnya. Hanya saja, kalau sudah berurusan dengan Matematika ilmu yang paling menyenangkan, sayangnya itu sudah di luar kemampuan otak mereka.

Lihat saja, saat ini Haniv sedang menggerutu kesal mengutuk serapah orang yang sudah berani-beraninya mempersulit hidupnya dengan soal-soal di hadapannya saat ini.

"Anjing ini kenapa rumus-rumusnya kayak jalan sih dari kertas,"

Haniv tampak ingin menyerah, harus kemana lagi ia mencari jawaban? Albar, dan Rasya? Ah, jangan harap mereka mengenal Haniv jika sudah dalam situasi seperti ini. Tolong, dimana ada CCTV untuk Haniv melambaikan tangan? Andai saja tidak karna pertukaran jadwal ujian, mungkin saat ini dirinya sudah di lapangan untuk ujian praktek olahraga.

Ditengah Usahanya mencari inspirasi untuk mengarang rumus, tiba-tiba ada orang yang menendang kursi belakangnya membuat Haniv tersentak. Ia lalu menoleh ke belakang dan menatap tajam sang pelaku yang tak lain adalah. Anak jahanam si Bima.

"Woi Niv, nih soal kagak beres nih. Masa tinggi tiang listrik aja di suruh kita ngitung pake rumus. Padahalkan bisa tanya sama orang yang masang tiang listriknya langsung," bisik Bima.

"Tau tuh nggak mandiri amat nih soal, ngapain juga disuruh ngehitung tiang listrik segala. Merepotkan!" Balas Haniv, lalu ia menoleh melirik ke arah Albar, dan Rasya yang tau jauh jauh dari mereka.

"Tuh liat tuh dua temen lo udah kaya nggak kenal kita dah. Kalau nggak bisa ngasih kunci rumah, kunci mobil, setidaknya kasih kunci jawaban kek," ujar Haniv mulai ngelantur.

"Bego lo Niv, udah ah kerjain lagi sono."

"Ye! Tadi yang mulai juga lo. Jadi jawaban esai nomor tiga apa nih anjir? Mana di suruh buat rumusnya lagi," keluh Haniv.

"Udahlah tulis ulang aja soalnya."

"Emang boleh?"

"Ya serah elulah kan hak tangan lo yang nulis. Kalu lo mau nulis resep buat cimol mang Ezi juga bisa, siapa tau besoknya lo langsung di endorse Man Ezi," jawab Bima malah membawa-bawa nama tukang comil langganannya dan Haniv dalam ujian ini.

"Weehhh! Boleh juga tuh."

Bima hanya menatap Haniv tanpa ekspresi sedikitpun.

"Serah lu."

"Bima, Haniv! Kenapa kalian berbisik-bisik!"

Sontak satu ruangan itu langsung menoleh ke arah keduanya. Sang pengawas yaitu Pak Bambang si guru paling killer seantero dunia lainpun tampak memberikan tatapan pada keduanya.

"Ini Pak, si Haniv katanya lagi pengen mencret dikit, udah brot-brot katanya."

"HUAHAHAHAHAHA!"

Bukan Haniv yang menjawab itu, melainkan si Bima. Dan sontak hal tersebut membuat seisi kelas tertawa termasuk Albar.

***

Beberapa menit kemudian, mereka sudah di kantin. Albar dan Alia dkk tampak terbahak bersamaan ketika mendengar cerita dari Albar tentang Haniv, dan Bima di kelas tadi .  Sedangkan si korban tampak masih kesal dengan ulah sahabatnya sendiri. Iya sih dia bisa mencret, tapi setidaknya Bima jangan membicarakan itu di depan kelas juga. Kan dia jadi malu.

"Gue puas banget liat muka Haniv pas di kelas tadi. Huahahahahaha," ledek Albar sembari meminum air mineral di dekatnya.

Sedangkan Alia yang mendengarnya pun belum bisa meredakan tawanya. "Sumpah deh, kalo gue ada di sana pasti gue ketawa paling kencang huahahahahaha, eh tapi emang benar Niv lo kalau mencret bunyinya brot-brot?"

Pertanyaan absurd macan apa itu?

"Kagak gue kalau mencret tuh bunyinya icikiwir-icikiwir-icikiwir.... Gitu puas lo semua."

Sontak perkataan Haniv lagi-lagi membuat mereka terbahak. Mungkin sudah terlanjur malu membuat Haniv memutuskan untuk mempermalukan dirinya saja.

Kemudian Lara mengambil ponselnya, dan membuat kameran ponsel tersebut.

"Ayo gaes, senyum."

"Cekrek!"

***

Alia tiba-tiba duduk di samping Albar yang asik bermain game online. Mereka duduk lesehan di balkon kamar Albar sembari menikmati udara sore hari yang bikin lapar.

Mengetahui Alia menyusulnya dengan membawa semangkok mie instan rasa kari ayam membuat Albar menghentikan aktivitasnya. Ia kini menaruh ponselnya dan menatap Alia yang semangat menyantap makanannya itu.

"Satu doang tuh? Buat gue mana?"

Alia menatap Albar dengan mulut penuh mie. Membuat Albar terkekeh, perempuan itu benar-benar lucu.

"Lo nggak bilang sih kalau mau," kesal Alia setelah menelan mienya.

Albar hanya terkekeh, kemudian mendekatkan dirinya dan merangkul Alia yang asik dengan kegiatannya.

"Aku kangen tau sama kamu," ujar Albar secara tiba-tiba.

"Apaan dah kangen-kangen. Kan tiap hari ketemu juga."

"Ya iyasih, tapi belakangan kitakan sibuk belajar masing-masing buat ujian. Jadi nggak ada waktu kaya gini," Albar menyengir, yang membuat Alia memutar bola mata malasnya. Ia ingat betul ia memaksa bahkan sampai mengancap Albar waktu itu agar belajar dan tidak pacaran terus. Ya meskipun Alia pacarnya sendiri.

"Lo harus kebiasa Bar karna bentar lagi kita bakal kepisah juga," Alia membatin pilu. Tak bisa membayangkan bagaimana jika dia sudah di Jerman nanti?

"Heeehhh, kok ngelamun?"

Alia tersentak karna ulah Albar dan langsung menggelengkan kepalanya.

"Tiga hari lagi jadikan ke LAnya?" Tanya Alia yang kini tiba-tiba tampak semangat mengalihkan pembicaraan mereka.

"Iya, tiga hari sebelumnya gue harus nyelesaikan masalah dulu sama  anak-anak The Blackboys sebelum event di LA. Karna kita nggak mau di event itu nanti malah ribut," jelas Albar.

"Lo jangan nyari gara-gara lagi deh sama anak-anak The Blackboys. Mereka tuh bahaya Bar," tegur Alia, dalam lubuk hatinya Alia sebenarnya Alia ingin Albar keluar saja dari gengnya agar tidak ada urusan dengan anak geng motor lainnya. Namun Alia ada hak apa melarang Albar? Cuman pacar bukan orang tua.

"Kapan sih aku nyari gara-gara sama mereka? Mereka aja tuh yang mulai duluan," kekeh Albar sembari memainkan rambut Alia.

Mendengar hal tersebut, Alia tampak berdecak kesal lalu menatap sinis pada kekasihnya, "ya karna kamu ladenin sih, makanya tambah jadi. Coba aja kamu biarin, pasti nanti mereka bosen sendiri gangguinnya. Atau di ruqyah aja sekalian satu persatu mereka biar sadar dan berada di jalan yang benar."

Sungguh mulia niat Alia. Sampai-sampai Albarpun tak habis pikir kenapa malah setannya yang ingin di ruqyah. Apa mempan?

"Dahlah jangan ngomongin mereka. Mending kamu nanti siap-siap untuk keberangkatan kita LA, karna kita sekalian liburan di sana," ujar Albar tiba-tiba memeluk dan mengusap puncak kepalanya penuh sayang membuat Alia terpaku.

"AAAAAAAA ALBAR LO HABIS KESAMBET SETAN DRAKOR APA SIH?"

"AING GOBLINNNN ARRGHHHH, BOGOSIPDAAAAHHHHHH...." balas Albar berlagak seolah kesurupan membuat Alia terkekeh geli.

"Kayaknya di LA nanti aja deh gue bilangnya!"

***

Hei gaes, pa kabar?

Jan lupa vomennya, maaf baru nonggol🤧

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tetangga,it's Mine!(NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang