33

1.5K 198 0
                                    

Sementara Elwin mengerutu dalam hatinya, Milkha sedang di nasehati oleh Penatua Rouen. Milkha hanya diam mendengarkan dengan seksama. Sesekali menganggukkan kepala mengerti.

"Syukurlah anda mengerti maksud saya Yang Mulia Ratu. Yang Mulia sangat bijaksana, jika begitu tolong lepaskan mereka"

Terdengar suara 'pftt' dari Milkha, ia tertawa terbahak-bahak dengan satu tangannya yang bebas menutup mulutnya. Sangat cantik, bak dewi yang tertawa bahagia. Hanya saja tawa milik Milkha ini membuat hati semua orang bergetar ketakutan.

"Aku melepaskan mereka? Kau berharap aku melepaskan para penghianat yang membunuh ku?"

"Kau sudah tua rupanya Penatua Rouen, aku tidak sebaik itu sekarang. Aku bukan ratu yang dulu. Kebaikan ku di masa lalu malah membuat orang semena-mena padaku"

"Tidak, tidak, tidak akan ku maafkan mereka"

"Jika begitu lepaskan keluarga mereka Yang Mulia"

"Terlambat! Pangeran Elwin telah kembali setelah membunuh seluruh keluarga para penghianat itu"

"Tidak ada satu pun dari keluarga penghianat ini akan di biarkan hidup. Kau tahu kenapa? Itu karena mereka akan bisa membalas dendam di masa depan"

"Maka lebih baik jika ku bereskan dari sekarang. Ini adalah pengingat bagi seluruh rakyat Kerajaan Aquila, siapapun yang mencoba mengkhianati baik aku maupun kerajaan. Maka hukumannya adalah kematian seluruh keluarga"

Setelah Milkha mengucapkan titahnya, ia mengarahkan tangannya pada para penghianat yang bergantungan. Segera mereka semua terbakar di hadapan semua orang, bahkan debunya pun akan di bakar habis tak bersisa.

"Milkha kenapa kau begitu kejam?"

"Kejam? Aku hanya menunjukkan bahwa aku lah penguasanya. Sekarang para penghianat sudah ku tangani. Tugas ku berikutnya adalah mengambil alih kerajaan ini dari Elkana"

"Kau akan berperang lagi?"

Milkha mengarahkan tangannya pada barrier yang di buatnya lalu membuka barrier sehingga mereka semua bisa keluar.

"Jika harus berperang dengan paman ku untuk merebut kembali kerajaan ku, maka akan ku lakukan"

"Apa kau tidak lihat? Betapa buruknya kerajaan ini, seperti tidak ada kehidupan. Bahkan pohon saja tidak ada, semua kering hanya dalam lingkup istana saja yang hidup. Bahkan hutan yang kita lewati hampir setengahnya kering"

"Kau benar, dari awal ini adalah milikmu. Maka sampai akhir adalah milikmu, kau harus mengambilnya kembali. Aku akan membantu mu Yang Mulia" ucap Elwin dengan berlutut.

Sontak hal itu membuat seluruh orang ikut berlutut dan menundukkan kepala.

"Berdiri. Jangan berlutut lagi kedepannya, cukup membungkuk saja. Kalian bisa kembali"

Milkha menyuruh Xavier untuk membersihkan tempat ini. Di bantu oleh para pelayan mereka membersihkan tempat ini. Milkha pergi ke ruang singgasana di temani oleh Elwin. Sesampainya di sana ia hanya memandang singgasana megah itu.

Milkha terduduk di depan singgasana, ia menjatuhkan tongkatnya ke lantai yang di tutupi karpet merah. Ia tertunduk lama, hingga tak lama bahunya bergetar. Sontak hal itu membuat Elwin menghampiri Milkha tak lupa ia menyuruh semua pengawal keluar dari sana dan bergegas memeluknya. Milkha menangis di pelukan sepupunya.

"Keluarkan saja, aku tahu itu berat bagimu"

Elwin memeluknya dari samping, Milkha memeluk lengan besar Elwin dan menangis dengan keras. Meskipun tadi ia menakutkan dengan aura membunuhnya, hal itu di lakukannya karena ia melihat orang yang di sayanginya mati tepat di depan matanya. Sekarang semua dendam masa lalu dan sekarang sudah teratasi. Yang tertinggal adalah merebut kembali kerajaannya.

The Princess Technology (END) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang